Sukses

Tingkat Kematian Ibu dan Bayi Tinggi, NTT Butuh Program Terobosan

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memerlukan program terobosan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan pemda.

Liputan6.com, Jakarta Masih tingginya tingkat kematian ibu dan bayi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memerlukan program terobosan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan pemda untuk segera menanggulanginya.

Hal tersebut disampaikan anggota Komisi IX DPR RI Andi Fauziah Pujiwatie Hatta usai mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Johanes di Kota Kupang NTT dalam rangka Kunker Reses, Senin (31/7/2017).

Pujiwatie melihat selain faktor kondisi geografis dengan banyaknya pulau, kemiskinan dan kurangnya tenaga kesehatan di daerah-daerah, serta tingkat kesadaran ibu-ibu hamil masih rendah menjadi penyebab masih tingginya tingkat kematian ibu dan bayi.

"Komisi IX DPR akan mendorong Kemenkes untuk melakukan upaya promotif dan preventif dalam menekan angka kematian ibu dan bayi. Harus ada langkah-langkah khusus bahkan spektakuler yang dilakukan Kemenkes dan Pemda NTT untuk menekan angka kematian ibu dan bayi karena ini sudah terjadi dari tahun ke tahun tidak ada perubahan signifikan," ungkap politisi Golkar ini.

Hal lain yang memicu masih tingginya tingkat kematian ibu dan bayi di NTT menurut Pujiwatie adalah gizi buruk. Padahal saat ini tidak terlalu susah untuk mendapatkan makanan bergizi, namun karena daerahnya kering mungkin memang sulit mendapatkan makanan sehat dengan kandungan cukup gizi.

"Pemda harus mencari tahu potensi daerahnya seperti apa, tanaman apa yang cocok untuk tanah yang kering sehingga masyarakatnya tidak susah lagi mencari bahan makanan sehingga kondisi gizi buruk bisa ditekan," saran Pujiwatie.

Ia mengingatkan pemerintah pusat maupun pemda tidak membuat program yang hanya sekali launching (diluncurkan) lalu tidak ada tindak lanjutnya.

"Dulu pernah ada program penanaman pohon sukun yang berbuah sepanjang tahun maupun jambu mete untuk menanggulangi gizi buruk harusnya dievaluasi efektivitasnya, apakah memang sesuai dengan potensi daerah maupun kebiasaan di masyarakat," tandasnya.

Legislator asal Dapil Sulsel III ini juga sempat berdialog dengan salah seorang pasien RSUD Johanes Kupang di ruang rawat inap kelas 3. Dirinya menanyakan apakah pasien masuk sebagai pasien umum atau BPJS. Diperoleh pengakuan bahwa mereka adalah pasien e-KTP. Maksudnya menurut Direktur RSUD Johanes Kota Kupang, pasien yang memiliki e-KTP itu akan ditanggung oleh pemerintah daerahnya atau semacam Jamkesda.


(*)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini