Sukses

Bareskrim Telisik Unsur Pidana dalam Laporan untuk Haris Azhar

Ini untuk menentukan unsur pidana dalam laporan ketiga institusi negara kepada Haris Azhar terkait curhat terpidana mati Freddy Budiman.

Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim terus mendalami laporan tiga institusi negara terkait dugaan fitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar. Laporan ini terkait unggahan Haris soal curhatan terpidana mati Freddy Budiman di media sosial.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Martinus Sitompul, mengatakan penyidik tengah mencari ahli untuk menentukan unsur pidana yang ada dalam laporan tersebut.

"(Ini untuk) Menentukan siapa saja saksi, barbuk apa yang perlu dikumpulkan, dan rencana terkait pemanggilan termasuk pemanggilan saksi," kata Martinus di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2016).

Menurut dia, laporan tersebut masih ditelaah sebelum diserahkan ke salah satu direktorat di Bareskrim. "Kami persiapan masih komunikasi dengan penyidik, menentukan rencana penyelidikan ini apa saja. Termasuk yang dipanggil, siapa aja, termasuk saksi ahli siapa saja. Ini perencanaan dari penyidik," ucap Martinus.

Dia menegaskan Bareskrim belum menetapkan Haris Azhar sebagai tersangka. Status Haris masih sebagai terlapor.

"Statusnya saat ini masih terlapor. Belum ada (jadwal pemanggilan). Kami belum menentukan kapan dipanggil," tandas Martinus.

Sebelumnya, TNI melalui Badan Pembinaan Hukum (Babinkum) melaporkan Haris ke Bareskrim dalam laporan Nomor LP: 766/VIII/2016/Bareskrim. Sementara Subdit Hukum BNN melaporkannya dengan Nomor LP: 765/VIII/2016/Bareskrim.

Divisi Hukum (Divkum) Polri sendiri melaporkan Haris dalam LP Nomor:767/VIII/2016/Bareskrim.

Haris dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik melalui informasi transaksi elektronik (ITE). Dia dilaporkan atas pelanggaran Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Pasal tersebut memiliki ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 1 miliar.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.