Sukses

Komnas HAM Minta Masyarakat Empati Soal Penggusuran Dadap

Kuasa hukum warga Dadap Tigor Hutapea dari LBH Jakarta mengatakan, warga yang didampinginya memiliki bukti kepemilikan lahan yang sah.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Imaduddin Rahmat mengatakan, pihaknya telah menerima aduan warga kampung nelayan Dadap, Tangerang, Banten yang akan digusur. Dia pun meminta warga, terutama kelas menengah atas untuk menggunakan hati dan mencoba menempatkan diri berada di posisi masyarakat yang dirampas tanah kelahirannya, tempat mereka tumbuh dan mencari penghidupan.

"Para netizen dan kelas menengah atas beralasan mencari keindahan, keteraturan, dan kebaikan. Itu memang cita-cita kita semua, tapi cobalah berempati, berpikirlah serta menempatkan diri sebagai masyarakat bawah," kata Imaduddin di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (23/5/2016).

Imaduddin juga menyayangkan banyaknya pemimpin daerah yang belakangan ini terus menggunakan aparat keamanan, intimidasi, serta keputusan sepihak dalam merelokasi warga dan melakukan pembangunan.

"Kita baru saja memperingati reformasi, namun belakangan ini fakta-fakta di lapangan malah melecehkan reformasi," lanjut Imaduddin.

Imadudin mengatakan, dari laporan-laporan masyarakat selama kurun waktu 2015 sampai pertengahan 2016 ini, tren yang didapati Komnas HAM adalah perampasan rasa aman dan hak mendapatkan tempat tinggal.

"Rasa aman mereka sudah dirampas pemerintah yang seharusnya memberikan itu, apalagi hak untuk tempat tinggal itu hak asasi," terang Imaduddin.

Untuk warga Dadap saja, menurut data yang diterima Komnas HAM, warga menyatakan mereka memiliki surat kepemilikan tanah. Komnas HAM menilai jika warga yang sudah menempati lahan selama 20 tahun, maka mereka berhak atas lahan itu.

Kuasa hukum warga Dadap Tigor Hutapea dari LBH Jakarta mengatakan, warga yang didampinginya memiliki bukti kepemilikan lahan yang sah.

"Kami meminta perlindungan pada Komnas HAM, apalagi masyarakat di sana sudah memiliki sertifikat penguasaan tanah sejak 1975, ada yang sudah memiliki sertifikat tanah," kata Tigor.

Dia mengatakan, untuk warga Dadap yang belum memiliki sertifikat, mereka membayar pajak secara rutin dan berulang kali mengajukan pembuatan sertifikat tanah pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.

"Tapi sejak 2005, BPN malah menolak untuk membuatkan surat tanah mereka," ucap Tigor.

Sementara itu, pada Kamis, 19 Mei 2016, mediasi antara Pemerintah Kabupaten Tangerang yang diwakili Bupati Ahmed Zaki Iskandar dan masyarakat kawasan prostitusi Dadap, kembali gagal. Warga tidak menghendaki pertemuan tersebut.

Menurut Zaki, Pemkab Tangerang tetap ingin membuka ruang dialog secara terbuka dengan warga Dadap sebelum penertiban lokalisasi tersebut dilaksanakan. Dia membantah pihaknya akan menyerahkan kawasan Dadap ke perusahaan tertentu untuk dijadikan pusat perbelanjaan atau pergudangan. Justru, kawasan ini akan ditata ulang untuk jadi pusat kajian Islam, pariwisata, dan juga pusat kuliner.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini