Sukses

Henri Yosodiningrat Dilarang Jadi Anggota MKD, Mengapa?

Fraksi partai pendukung pemerintah merombak anggotanya di MKD, termasuk PDIP.

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang sidang kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR mengubah formasinya. Fraksi partai pendukung pemerintah merombak anggotanya di MKD, termasuk PDI Perjuangan.

Adalah Henri Yosodiningrat yang ditunjuk PDIP menjadi anggota MKD menggantikan M Prakosa. Namun, Henri akhirnya batal menjadi anggota. Sebab, MKD pernah memutuskan Henri melanggar kode etik anggota DPR.

"Dia itu bersalah. Jadi kita kirim surat ke fraksi. Tidak boleh jadi anggota MKD," kata Ketua MKD Surahman Hidayat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11/2015).

Padahal, syarat menjadi anggota MKD tidak menjalani sanksi etik. Sehingga, tidak logis jika Henry yang pernah berpekara tetap memproses perkara anggota DPR. Dalam putusan tersebut, Politikus PDIP itu juga diberi sanksi dipindah dari Komisi II ke Komisi VIII DPR.

Ketika ditanyakan mengenai protes yang dilayangkan Henry, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan, putusan MKD bersifat final. MKD juga akan segera mengirimkan putusan tersebut kepada Fraksi PDIP serta Pimpinan DPR.

"Terserah, terserah itu. Tapi, keputusan MKD itu final dan binding," ujar Surahman.

Sementara itu, anggota MKD Sarifudin Sudding mengatakan, Henri akan duduk di Komisi VIII DPR selama setahun yang sebelumnya duduk di Komisi II DPR. Berdasarkan aturan, kata Sudding, anggota DPR yang menerima sanksi tidak dapat menjadi anggota MKD.


Mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Soehandoyo melaporkan anggota DPR dari PDI Perjuangan, Henry Yosodiningrat ke MKD DPR atas dugaan pelanggaran kode etik. Pelanggaran itu adalah menggunakan kop surat lembaga DPR RI untuk kepentingan pribadi dan melakukan intervensi terhadap pihak kepolisian.

Ngotot di MKD

Menanggapi hal tersebut, Henri Yosodiningrat menyatakan dirinya tetap di MKD menggantikan posisi M Prakosa sesuai perintah partainya. Ia justru menyerahkan kepada penilaian publik terkait kasus yang pernah menimpanya.

"Saya tetap di MKD. Apakah itu perbuatan yang saya lakukan tercela? Biarkan publik yang menilai. Apakah menggunakan kop surat yang seperti itu, bukan kop surat DPR dengan perihal memohon bantuan hukum itu perbuatan tercela," ujar Henri.

Henry mengaku, surat yang diperkirakan tersebut ditujukan kepada Wakapolri selaku Plt Kapolri ketika itu, yakni perihal memohon perlindungan hukum atas keberpihakan Bareskrim Polri terhadap tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Suhandoyo.

"Suhandoyo itu melaporkan saya, menyatakan bahwa saya menyalahgunakan kop surat dan mengintervensi.  Kapolri sendiri ketika dimintai keterangan dalam persidangan MKD mengatakan tidak mengintervensi," kata Henri.‎

Dengan alasan tersebut, Henri mengatakan, dirinya tidak pernah merasa melakukan perbuatan tidak tercela. Ia menambahkan, hingga saat ini dan seterusnya akan melakukan tugasnya sebagai anggota dewan secara profesional.

‎"Saya dikatakan menyalahgunakan kop surat DPR, fakta mengatakan tidak menyalahgunakan. Saya dikatakan mengintervensi, faktanya saya tidak mengintervensi. Substansi dan perihal itu terlihat, biarkan masyarakat yang menilai," tandas Henri. (Nil/Sun)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini