Sukses

Terlalu Keras, Eks Penasihat KPK Merasa Tidak Jadi Anggota Pansel

Dia mengatakan, calon pimpinan KPK yang berasal dari unsur politisi harus sudah tidak aktif sebagai anggota parpol minimal 10 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ‪Abdullah Hehamahua memprediksi tidak akan dipilih menjadi salah satu anggota panitia seleksi calon Pimpinan KPK (Pansel KPK). Hingga saat ini, ia juga mengaku belum dihubungi oleh pemerintah.

Abdullah mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM selaku pihak yang menyusun nama-nama anggota pansel capim KPK tidak akan merekrutnya, lantaran ia terlalu keras mengkritik pemerintah pada saat terjadi polemik kasus Komjen Polisi Budi Gunawan beberapa waktu lalu.

"Saya belum dihubungi siapa pun tentang hal itu (pansel capim KPK). Mungkin saya tidak akan dipilih karena terlalu keras mengkritik presiden tentang kasus BG (Budi Gunawan)," ujar Abdullah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (20/5/2015).

Namun, jika dipercaya menjadi salah anggota pansel, maka Abdullah akan menerapkan sejumlah persyaratan khusus yang harus dipenuhi calon pimpinan KPK. Salah satunya adalah syarat administrasi yang ketat.

Syarat ini, menurut Abdulllah adalah, calon pimpinan yang berasal dari unsur politisi harus sudah tidak aktif sebagai anggota parpol minimal 10 tahun.

"Setiap calon menandatangani pernyataan di atas segel bahwa ketika menjadi pimpinan KPK, selama 4 tahun tidak berhenti dan tidak boleh menerima tawaran jabatan publik apa pun kecuali karena meninggal, sakit yang parah atau terkena tindak pidana," kata dia.

Tidak hanya itu, calon pimpinan KPK nanti juga tidak boleh langsung menerima jabatan publik setelah tidak memimpin. Paling cepat setahun setelah tidak menjabat. Hal ini agar tidak terjadi konflik kepentingan di antara Komisioner dengan BUMN/BUMD dan kementerian tertentu.‬

"Syarat administrasi lain, calon tidak pernah menjadi lawyer atau saksi ahli yang membela koruptor," jelas dia.

Sementara, syarat lainnya versi Abdullah, setiap calon pimpinan harus ditelusuri rekam jejaknya. Mulai dari riwayat pendidikan, aktivitas, dan prestasi sejak SMU, universitas sampai pekerjaan yang terakhir. Rekam jejak ini juga meliputi latar belakang orangtua, mertua, besan, saudara dan ipar yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.‬

"Minimal 1 bulan dengan melibatkan semua pihak dalam memberi laporan dan aduan. Jika anggaran memungkinkan, saya mengusulkan agar dilakukan scanning otak bagi calon yang sudah sampai tahap wawancara," pungkas Abdullah Hehamahua. (Mvi/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.