Sukses

Internet Memudahkan Perekrutan Anggota Teroris?

Penasihat Forum Komunikasi Alumni Afghanistan Indonesia Ustad Abdurachman Ayub mengatakan, target kelompok terorisme adalah remaja.

Liputan6.com, Jakarta - Forum Komunikasi Alumni Afghanistan Indonesia menyatakan, saat ini kelompok terorisme lebih mudah menjaring anggota baru dengan adanya perkembangan teknologi.

Penasihat Forum Komunikasi Alumni Afghanistan Indonesia Ustad Abdurachman Ayub mengatakan, dahulu merekrut anggota baru harus dilakukan bertatap muka. Namun, dengan adanya situs atau laman internet yang menyerukan ajakan jihad, para pemuda dengan sendirinya tergoda menggabungkan diri.

"Sekarang kita lihat dan menarik, pemuda dengan baiat itu paling efektif. Abu Bakar Ba'asyir yang di Nusakambangan menyatakan baiat melalui situsnya," kata mantan anggota Jamaah Islamiah tersebut di Kantor Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Jalan Kalibata Timur 4G, Jakarta Selatan, Minggu (5/4/2015).

Pria yang pernah berlatih militer di Afghanistan ini mengaku, dahulu menganggap warga Indonesia adalah negara kafir, kecuali yang bergabung dengan Jamaah Islamiah. Ia juga sempat mengabdikan hidupnya di Australia, untuk menjaring anggota baru di sana.

"Ini pengalaman saya. Saya pernah ninggalin keluarga saya 5 tahun dengan alasan jihad, terus saya pernah doktrin ke Australia, tujuannya untuk mengkader orang-orang di sana," sambung dia.

Menurut Abdurachman, target kelompok terorisme adalah remaja yang cenderung masih berpola pikir labil. Kelebihan anak-anak ini dijadikan kesempatan untuk 'mencekoki' mereka, dengan doktrin bahwa Indonesia adalah negara kafir. Sehingga mereka harus hijrah ke tempat lain agar dapat masuk surga, lalu mereka diajak bergabung dengan kelompok yang mengklaim diri mereka suci.

"Dipilih anak muda karena semangat sedang tinggi, anak-anak muda kan labil, mencari jati diri. Dilakukan pendekatan awal misalnya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) ini negara kafir, maka harus hijrah ke kelompok yang dituju. Orang tidak harus pergi, tapi akidah dan keyakinan berubah," pungkas Abdurachman.

Baru-baru ini Kemkominfo memblokir 22 situs atau laman Islam yang diduga menyebarkan paham radikalisme atau ISIS. Namun pemblokiran atas rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini mendapat reaksi penolakan banyak kalangan, sehingga situs tersebut kembali dapat diakses publik. (Rmn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.