Sukses

Tony Abbott Batal ke Bali, Menlu Marty Anggap Bukan Masalah

Yang penting sebagai tuan rumah, Indonesia sudah mengundang. Soal mereka tidak datang, menurut Menlu Marty itu masalah pilihan.

Liputan6.com, Denpasar - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menilai ketidakhadiran Perdana Menteri Australia Tony Abbott pada Konferensi Open Government Partnership (OGP) yang dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Nusa Dua, Bali, tidak perlu dibesar-besarkan.

"Ini urusan pemerintah Australia untuk menjelaskan (ketidakhadiran PM Abbott). Saya tidak mau berspekulasi. Saya bukan pembaca pikiran dan saya tidak pada posisi menjelaskan itu," kata Menlu kepada wartawan di sela-sela Konferensi OGP, Selasa (6/5/2014).

Dia menegaskan, yang penting sebagai tuan rumah, Indonesia sudah mengundang. Soal mereka yang diundang tidak datang, menurutnya itu masalah pilihan. Termasuk dengan tidak adanya penjelasan rinci  mengenai latar belakang ketidakhadiran Abbott pada pertemuan ini.

"Saya kira bukan sesuatu yang harus membuat kita menjadi bermasalah karena sekarang progresnya berjalan dengan baik," ujar Marty seperti dikutip laman setkab.go.id.

Mengenai kemungkinan adanya masalah di antara kedua negara terkait ketidakhadiran PM Australia itu, Marty menegaskan tidak ada konflik. Tapi diakuinya ada masalah yang harus dikelola.

Menurut Menlu, ada 2 masalah yang selama ini berusaha diselesaikan pemerintah kedua negara. Pertama, mengenai 6 langkah yang telah ditetapkan Presiden SBY tentang pascapenyadapan oleh lembaga intelijen Australia kepada pejabat pemerintah Indonesia beberapa waktu.

"Ini sesuatu yang sedang dikelola. Kami dengan Menlu Australia sedang duduk bersama menyusun yang dinamakan code of conduct (kode perilaku)," papar Marty.

Yang kedua, masalah pencari suka. Masalah pencari suaka ini, lanjut Menlu, dibuktikan dengan adanya pemulangan kembali secara paksa sejumlah pencari suaka.

"Ini kan membuktikan bahwa kebijakan pemerintah Abbott tidak berhasil," ujar Marty.

Ia menyebutkan, kebijakan yang mencoba mendorong secara unilateral memaksa kembali para pencari suaka telah mengancam dan melanggar hak asasi mereka.

Sementara itu, pihak oposisi `Hijau` dan Partai Buruh Australia mendesak Abbott mengungkapkan alasan pembatalan lawatan dan menuduh ia makin merusak hubungan dengan Jakarta bila melakukan pembatalan itu.

"Sangat ironis, undangan ke Indonesia adalah untuk melakukan konferensi untuk keterbukaan pemerintah dan Perdana Menteri kita tidak mau mengatakan kenapa ia menampik undangan di saat-saat akhir," kata juru bicara urusan luar negeri dari Partai Buruh, Tanya Plibersek.

AFP menulis, sangat penting bagi PM Abbot untuk mengatakan alasannya untuk tidak pergi. Sebab, warga Australia berhak mengetahui mengapa ia memberi penekanan lebih jauh terhadap hubungan dengan tetangga yang sangat penting. (Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.