Sukses

Kondom Bekas Asal Jerman Diteliti KLH

Satu kontainer kondom asal Jerman yang disita Bea dan Cukai Tanjungpriok sedang diteliti KLH. Kuat dugaan kondom tersebut akan didaur ulang untuk dibuat berbagai barang berbahan dasar lateks.


Liputan6.com, Jakarta: Satu kontainer kondom yang disita Bea dan Cukai di Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta Utara, sedang diteliti Kementrian Lingkungan Hidup. Pasalnya, PT RRT di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, sebagai pemilik barang membantah kondom tersebut sebagai barang bekas, melainkan kondom kedaluarsa. Pihak Bea dan Cukai menduga kondom yang didatangkan dari Jerman ini akan didaur ulang untuk dibuat berbagai barang berbahan dasar lateks [baca: Satu Kontainer Kondom Bekas Disita].

Daur ulang kondom bekas bukan barang baru bagi pengusaha di Cina. Di negeri yang dikenal dengan produknya yang serba murah itu, kondom bekas dijadikan berbagai bentuk aksesoris. Misalnya ikat rambut, yang dijual dengan harga cukup murah sekitar Rp 40 untuk 10 buah. Namun, harga murah ini tidak sebanding dengan bahaya yang ditimbulkan bila kondom-kondom tersebut terjangkit virus seperti HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya.

Sementara itu, masuknya impor kondom bekas di Tanjungpriok mengingatkan kita pada peristiwa impor limbah yang kerap terjadi dengan cara pemalsuan dokumen. Misalnya kasus penyelundupan dua tahun silam. Kontainer yang ditahan Bea dan Cukai tersebut ternyata berisi sampah dan limbah. Kontainer dari Inggris yang dalam dokumennya menyebutkan berisi kertas itu akhirnya diperintahkan untuk diekspor kembali.

Dua bulan kemudian hal yang sama kembali terjadi, juga dengan modus pemalsuan dokumen impor. Puluhan kontainer dari Belanda yang dikategorikan berisi limbah berbahaya ditahan di Pelabuhan Tanjungpriok [baca: Limbah B3 di Tanjungpriok Segera Dikembalikan].

Ancaman terhadap lingkungan juga datang dari limbah berbahaya asal Singapura yang masuk dengan memalsukan dokumen dan menyatakan barang tersebut sebagai pupuk untuk kepentingan pertanian. Padahal, barang yang didatangkan jelas mengandung limbah berbahaya dan sengaja dibuang ke lokasi terpencil di Indonesia.(ADO/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini