Sukses

Ngabuburit di Kutek UI, Tempat Favorit Anak UI Berburu Takjil di Bulan Ramadhan

Anak UI tidak mungkin tidak tahu Kutek. Ketika Ramadhan datang, area di depan pagar UI akan ramai dengan pedagang takjil.

Liputan6.com, Jakarta - Berburu takjil jadi salah satu agenda Ramadhan yang tidak mungkin dilewatkan. Tradisi mencari kudapan buka ini dilakukan semua kalangan, tidak terbatas usia dan tempat, termasuk di kalangan mahasiswa.

Pada Minggu, (17/03/2024), Lifestyle Liputan6.com menyambangi salah satu tempat favorit mahasiswa UI berburu takjil. Lokasinya berada persis di depan pintu Kukusan Teknik (Kutek) Universitas Indonesia. Tepat di pertigaan yang menghubungkan Jalan Carita Kukusan dengan Jalan H. Amat, di sana berdiri lapak-lapak dagang sementara dengan meja dan terpal.

Para pedagang menjual berbagai macam makanan khas buka puasa, mulai dari jajanan pasar seperti risol mayo, tahu isi, arem-arem, pisang cokelat, bakwan, minuman es, hingga makanan berat. Mereka mulai membuka dagangannya sejak pukul 15.00 hingga sekitar pukul 18.30. Lapak mereka tampak tidak pernah sepi dari pembeli yang mayoritasnya adalah mahasiswa.

Kawasan Kutek memang terkenal sebagai lokasi kos Mahasiswa UI dari berbagai fakultas. Seperti yang diutarakan salah seorang Mahasiswi UI tingkat tiga, Shessy, saat ditemui saat berburu takjil di Kutek. "Iya, soalnya ini yang paling dekat dari kos," tuturnya.

Ia menambahkan, berburu takjil sebelum berbuka puasa di Kutek UI bisa jadi kegiatan yang menyenangkan karena banyaknya variasi takjil yang ada. Takjil-takjil yang dijual pedagang dadakan di Kutek UI berkisar dari Rp2 ribu hingga Rp3 ribu untuk satu buah gorengan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harga dan Variasi Beragam

Sementara itu, pisang cokelat yang dijual salah satu pedagang gerobak dibanderol Rp3,5 ribu. Lalu, ragam minuman dingin rata-rata dijual antara harga Rp5 ribu hingga Rp10 ribu. Selain itu, ada juga es podeng yang dijual Rp10 ribu, lengkap dengan isian kacang hijau, agar, dan alpukat. Adapula dimsum kukus seharga Rp10 ribu per porsi berisi empat buah dimsum mini.

Shessy membeli satu bungkus dimsum, dua risol mayo, satu bakwan, satu tahu, dan dua pisang cokelat. Total, ia mengeluarkan uang Rp27 ribu untuk kudapan berbukanya, kemarin. "Lumayan worth it sih," katanya terkait harga penganan tersebut.

Selain kudapan kecil, tampak pula penjual makanan berat, seperti nasi bakar, seblak prasmanan, sate kulit, dan nasi goreng. Dagangan mereka tampak hampir sama ramainya dengan para penjual takjil.

Semakin sore, suasana pertigaan pintu Kutek UI semakin ramai. Jalanan yang hanya selebar 2,5 meter tersebut dipenuhi lapak pedagang, pejalan kaki, dan pengguna sepeda motor. 

3 dari 4 halaman

Jalanan Sampai Macet

Saking padat, pejalan kaki tidak jarang harus mengalah sebentar menepi karena ramainya lalu lintas. Parahnya lagi, ada sebuah mobil lewat di antara keramaian tersebut pada Minggu sore. Jalan jadi makin sesak dan tidak bisa dilewati sama sekali.

Tampak seorang pengendara sepeda motor yang kesal terus mengklakson pengemudi mobil. Namun, karena banyaknya motor yang parkir di pinggir jalan, ditambah lapak pedagang yang berjejer, mobil tersebut tampak tersangkut dan tidak bisa maju atau mundur.

Pejalan kaki pun harus turun tangan mengatur kembali motor-motor yang terparkir. Para pembeli takjil jadi ikut minggir merapat ke meja dagangan penjual. Kesesakkan dapat teratasi setelah beberapa menit. Seorang pembeli tampak kesal dan meneriaki pengendara mobil tersebut.

"Udah tau jalan sempit malah bawa mobil," serunya.

Di sisi lain jalan, tepat di pagar pembatas antara lingkungan UI dan perumahan warga, tampak sebuah spanduk berisi larangan parkir dan berjualan yang tertanda dari "RT. 01 RW.03."

4 dari 4 halaman

Ada Spanduk Larangan Jualan

Memang tidak terlihat ada penjual maupun motor yang terparkir di dekat spanduk tersebut. Namun, tampaknya itu adalah larangan yang sengaja dibuat guna mencegah membludaknya penjual takjil dadakan di bulan Ramadan.

Kenyataannya, para penjual takjil dadakan ini tidak menghiraukan larangan yang telah dibuat. Mereka hanya memindahkan lapaknya sekitar 15 meter dari tempat digantungkannya spanduk. Di sisi lain, ada beberapa pedagang yang memang setiap harinya mangkal di depan pintu Kutek dan tidak pernah ada larangan seperti di spanduk tersebut sebelumnya.

"Menurut saya, perlu ada solusi yang tidak merugikan, baik pengguna jalan atau pedagang. Mungkin dengan memindahkan tempat berjualan tersebut ke tempat lain lebih aman," tawar Shessy ketika ditanya soal solusi kemacetan Kutek tiap Ramadan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini