Sukses

Apa Penyebab Deja Vu? Para Ilmuwan Mungkin Punya Jawabannya

Kita mungkin pernah merasakan situasi baru yang terasa begitu familiar dan seolah-olah sudah pernah terjadi. Kebanyakan orang menyebut fenomena ini sebagai deja vu, namun apa penyebabnya?

Liputan6.com, Jakarta - Kita mungkin pernah merasakan situasi baru yang terasa begitu familiar dan seolah-olah sudah pernah terjadi. Kebanyakan orang menyebut fenomena ini sebagai deja vu, namun apa penyebabnya?

Dilansir dari New York Post, Jumat, 10 November 2023, berikut adalah penjelasan mendalam soal fenomena ini dari wawasan seorang psikolog klinis. Deja vu adalah istilah dari bahasa Prancis yang dapat diterjemahkan menjadi "sudah terlihat" dalam bahasa Indonesia.

"Ini mengacu pada perasaan menakutkan dan berbeda yang pernah dialami seseorang terhadap situasi atau peristiwa saat ini, meskipun itu adalah kejadian baru dan asing," kata Sanam Hafeez, PsyD, psikolog klinis berlisensi, neuropsikolog, dan direktur klinis dari Konsultasi Psikologis Komprehensif yang berbasis di New York, Amerika Serikat.

Deja vu adalah fenomena yang aneh, katanya. "Rasanya seperti gelombang keakraban yang kuat dengan momen saat ini, seolah-olah orang tersebut menghidupkan kembali pengalaman masa lalu," kata Dr. Hafeez kepada Fox News Digital.

Meskipun penyebab pasti deja vu masih misterius, beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskannya, ungkap dokter tersebut. "Beberapa orang berpendapat hal ini mungkin terkait dengan bagaimana ingatan diproses di otak, yang berpotensi menyebabkan penundaan atau kesalahan dalam pengambilan ingatan," kata Dr. Hafeez.

Teori lain menyatakan hal ini mungkin disebabkan oleh otak yang memproses informasi melalui berbagai jalur secara bersamaan, katanya. Teori menarik lainnya melibatkan gagasan tentang ingatan yang disimpan secara kompleks dan saling berhubungan di otak, kata Dr. Hafeez.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Siapa Sajakah yang Mengalami Deja Vu?

"Terlepas dari mekanisme pastinya, déjà vu adalah pengalaman sementara dan umum yang hanya berlangsung sebentar. Fenomena ini mempengaruhi orang-orang dari segala usia dan tidak dianggap sebagai kondisi patologis," ungkap dokter tersebut.

Menariknya, déjà vu lebih mungkin terjadi pada orang berusia antara 15 dan 25 tahun, menurut Health.com. "Orang dengan pendidikan lebih tinggi, mereka yang sering bepergian, dan orang yang dapat mengingat mimpinya juga lebih mungkin mengalami déjà vu," menurut laman kesehatan Health.com.

"Meskipun masih menjadi teka-teki, déjà vu terus menjadi aspek kesadaran manusia yang menarik," ungkap dokter tersebut. 

Sekitar 60--70 persen orang dalam kondisi kesehatan yang baik mengalami beberapa bentuk déjà vu selama hidup mereka, menurut WebMD."Pemandangan atau suara yang familiar dapat memicu perasaan tersebut," tulis WebMD. "Anda mungkin masuk ke sebuah  ruangan di gedung yang belum pernah Anda kunjungi namun merasa seperti Anda mengenalnya secara dekat."

Frekuensi pengalaman déjà vu dapat bervariasi antar individu. Beberapa orang mungkin jarang mengalami déjà vu, sementara yang lain mungkin lebih sering mengalaminya, kata Dr. Hafeez.

3 dari 4 halaman

Bukan Kondisi Medis

"Penting juga untuk dicatat bahwa deja vu tidak terkait dengan kondisi medis atau psikologis tertentu. Ini biasanya merupakan pengalaman singkat dan sementara serta dianggap sebagai aspek normal dari persepsi dan ingatan manusia," tambahnya.

Deja vu biasanya tidak dianggap sebagai kondisi medis, kata Dr. Hafeez. Dia mengatakan banyak orang mengalaminya pada suatu saat dalam hidup mereka dan ini "tidak terkait dengan gangguan medis atau psikologis tertentu," jelasnya.

Namun, ada beberapa kondisi medis dan kelainan neurologis yang membuat pengalaman seperti deja vu lebih sering terjadi atau dialami dengan bentuk yang berbeda. Kondisi-kondisi tersebut, menurut Dr. Hafeez, antara lain sebagai berikut:

Epilepsi: Deja vu kadang-kadang dilaporkan sebagai aura atau gejala kejang parsial pada penderita epilepsi. Ini bisa menjadi tanda peringatan bahwa kejang akan segera terjadi.

Migrain: Beberapa penderita migrain mungkin mengalami sensasi seperti deja vu sebagai bagian dari auranya sebelum timbulnya sakit kepala.

4 dari 4 halaman

Deja Vu pada Kondisi Medis Tertentu

Epilepsi lobus temporal: Bentuk epilepsi spesifik ini dikaitkan dengan kelainan pada lobus temporal otak dan dapat menyebabkan pengalaman deja vu yang sering dan intens.

Skizofrenia: Deja vu kadang-kadang dilaporkan sebagai gejala skizofrenia, meskipun itu hanyalah salah satu dari banyak kemungkinan gejala yang terkait dengan gangguan tersebut.

Kecemasan atau stres: Tingkat kecemasan atau stres yang tinggi terkadang dapat menyebabkan distorsi persepsi dan perasaan tidak nyata, yang mungkin termasuk perasaan seperti deja vu.

Dr Hafeez mengatakan kepada Fox News Digital bahwa penting untuk dipahami bahwa mengalami deja vu sesekali bukanlah tanda suatu kondisi medis.

"Namun, jika seseorang sering mengalami episode deja vu yang menyusahkan, terutama jika disertai gejala tidak biasa lainnya, disarankan untuk menjalani evaluasi medis untuk memahami lebih jauh kondisi medis atau neurologis yang mendasarinya," katanya.

"Dalam kasus seperti ini, tenaga kesehatan profesional dapat melakukan penilaian menyeluruh dan memberikan panduan atau pengobatan yang tepat jika diperlukan," ungkap dokter tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.