Sukses

Pria Prancis Terima Kompensasi Rp1 Miliar Gara-Gara Penis Dipotong

Pria Prancis itu sebelumnya didiagnosis mengidap karsinoma di penis.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah rumah sakit di Prancis diharuskan membayar kompensasi untuk pria mantan pasien mereka. Jumlahnya hampir 65ribu dolar AS atau lebih dari Rp1 miliar akibat serangkaian kesalahan yang diduga mengakibatkan 'pengangkatan total penisnya' yang tidak perlu.

"Saya membenci dokter yang tidak mendengarkan saya," kata korban yang tidak disebutkan namanya itu kepada Frenchblue tentang prosedur operasi kelamin yang terjadi pada 2014 di Rumah Sakit Universitas Nantes, dikutip dari NY Post, Minggu (25/12/2022). "Dia bermain rolet Rusia denganku!" ia menyambung.

Akibat malpraktik, ia kini tak bisa merasakan area kemaluannya. Pengadilan Administratif Nantes baru-baru ini sudah memutuskan penisnya akan direparasi.

Ayah tiga anak yang saat itu berusia 30 tahun didiagnosis menderita karsinoma. Menurut Klinik Cleveland, kanker yang terbentuk di jaringan epitel yang melapisi sebagian besar organ seseorang. Dalam upaya untuk memperbaiki kondisinya, ahli urologi di rumah sakit berusaha untuk mengeluarkan tumor sebanyak mungkin sambil meminimalkan kerusakan pada alat kelaminnya.

Namun karena serangkaian 'prosedur yang salah', kanker tersebut malah menyebar ke seluruh organ tubuh yang lain, menurut Pengadilan Administratif Nanstes. Hal itu menyebabkan pasien mengalami kesakitan yang sangat sehingga di satu titik, dia bahkan memutuskan untuk mengamputasi anggota tubuhnya sendiri.

"Istri saya yang menghentikan saya," kata warga Prancis Barat itu. "Aku punya pemotongnya, Betadine, dan aku sedang menyiapkan barangku di garasi!"

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Berencana Banding

Selama bertahun-tahun tumor itu semakin membesar hingga seorang dokter di Lyon menyatakan bahwa dia tidak punya pilihan selain mengangkat penis pria itu. Dokter itu berkata bila operasi tidak dilakukan, dia kemungkinan besar akan meninggal karena kanker.

Maka, mereka pun memutuskan untuk memotong seluruh alat kelaminnya. "Dia memang sudah menghilangkan semuanya (tumor)," kata pasien itu yang merasa jijik lantaran operasi itu sebenarnya bisa dicegah sebelumnya. 

"Dia hanya meninggalkan buah zakar dan memotongnya dari pangkal," sambung dia. "Saya benar-benar hancur dan itu sangat memalukan."

Sementara belajar menyesuaikan diri melalui mekanisme perlindungan yang tidak jelas, pasien itu mengklaim bahwa 'Anda tidak bisa menggantikan rasa memiliki penis dengan sejumlah sensor'. Pengacaranya, Me Georges Parastatis awalnya menuntut kompensasi 1 juta Euro yang ditolak Pengadilan Prancis. 

Pasien itu dilaporkan berencana untuk mengajukan banding dengan alasan bahwa 'kerusakan psikologis tidak diperhitungkan'. Sisi baiknya, kanker pria itu akhirnya sembuh setelah bertahun-tahun menjalani perawatan berat.

3 dari 4 halaman

Dugaan Malpraktik di Gorontalo

Dugaan malpraktik juga menimpa seorang perempuan berinisial MG yang menjadi pasien di Rumah Sakit (RS) Multazam Kota Gorontalo. Korban akhirnya mengembuskan napas terakhir dengan kondisi yang mengenaskan Jumat, 15 Oktober 2021.

YH selaku suami korban menjelaskan, pada Kamis, 16 September 2021, YH bersama korban berkonsultasi ke salah satu dokter spesialis kandungan di Kota Gorontalo. "Istri saya ini, saat itu menyampaikan keluhan yang ia rasa berupa haid kurang lancar, dan rasa nyeri di bagian perut," kata YH.

Dokter lalu mendiagnosis dan pasien divonis memiliki kista berukuran 5.0 dan Miom berukuran 9.8 atau berukuran sebesar kepala bayi. Setelah mendengar hasil diagnosa tersebut, pasutri ini menanyakan bagaimana upaya untuk menyembuhkannya. Dokter pun mengatakan bahwa penyakit ini tidak boleh hanya sebatas minum obat.

"Biar obat satu karung, penyakit ini tidak bisa sembuh," ungkap YH mengulang kembali jawaban dokter itu.

Dokter tersebut lalu menyarankannya untuk mengangkat kista dan miom lewat operasi. Dikutip dari Regional Liputan6.com, pasangan suami istri itu kembali berkonsultasi dengan dokter tersebut pada Kamis, 16 September 2021. Saat berkonsultasi, dokter itu meminta pasien untuk segera menjadwalkan waktu operasi kepada pasien.

"Waktu operasi pun di jadwalkan pada Senin 20 September 2021 bertempat di RS Multazam Gorontalo, di mana yang akan melakukan operasi adalah oknum dokter itu," jelas YH.

4 dari 4 halaman

Tinggalkan Luka Bedah Terbuka

Pada 20 September 2021, korban dioperasi tanpa ditemani oleh pihak keluarga. Selang beberapa menit di dalam ruang operasi, dokter itu keluar dan menyampaikan kepada keluarga pasien bahwa operasi telah gagal.

"Operasi tidak dapat dilanjutkan dengan alasan telah terjadi perlengketan usus di seluruh lapisan perut pasien. Pengangkatan penyakit miom dan kista sudah tidak dapat dilanjutkan lagi," jelas YH, mengulang kembali penjelasan dokter itu.

Saat itu, dokter itu menyampaikan bahwa tindakan operasi itu akan dilanjutkan oleh dokter bedah lainnya. "Kami sangat sayangkan pasien hanya dibiarkan dalam kondisi perut terbelah dan yang melanjutkan jahitan operasinya ialah dokter lainnya," jelasnya.

YH menambahkan, dokter kedua yang melakukan tindakan operasi saat itu menyampaikan bahwa telah terjadi robekan pada usus pasien. Hal itu diduga diakibatkan oleh sayatan/operasi oleh dokter sebelumnya.

Perkara sengketa medik dugaan malpraktik, antara Rumah Sakit (RS) Multazam Kota Gorontalo dengan pihak keluarga korban MG, dinyatakan berakhir. Kedua belah pihak, baik dari keluarga MG maupun pihak RS Multazam dan dokter, sepakat berdamai dan memilih menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan.

Tidak hanya secara lisan, perkara juga dinyatakan berhenti dari kesepakatan 'hitam di atas putih' yang telah disepakati kedua belah pihak. Mediasi tersebut juga dihadiri Wali Kota Gorontalo Marten Taha. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.