Sukses

Komentar Pengasuh Pondok Pesantren soal Restoran Padang Non-Halal

Seorang pengasuh pondok pesantren bersuara tentang adanya restoran Padang non-halal di Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Pengasuh Pondok Pesantren Baitul Qur'an Assa'adah Depok Hilmi Firdausi merespons soal adanya restoran Padang Babiambo yang menghidangkan makanan non-halal berbahan babi. Restoran itu kabarnya berlokasi di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Hilmi Firdausi dikenal sebagai sosok ustaz yang aktif menggunakan media sosial, baik Twitter maupun Instagram. Ia termasuk sosok ustaz yang kritis dan merespons berbagai persoalan, termasuk soal restoran Padang.

"Menurut saya ini sudah melampau batas. Warga Minang teguh dengan prinsip ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH," kicau Hilmi lewat akun Twitter-nya @hilmi28, Jumat (10/6/2022).

Hilmi menambahkan, masakan Padang terkenal di dunia karena citrasa, kelezatan, dan kehalalannya. Ia meminta hal tersebut agar tidak dirusak.

"Kalaupun trick marketing, ini sdh kelewatan. Smg sgra diambil tindakan," harap Hilmi. Dalam unggahan itu, warganet ramai mengomentari cuitan Hilmi tersebut.

Hilmi juga mengunggah pernyataannya itu di akun Instagram pribadinya. "Penggemar masakan padang, di seluruh dunia, waktu dan tempat saya persilahkan untuk berkomentar...," tulis Hilmi.

Unggahan Hilmi Firdausi mendapat banyak komentar. Mereka menilai tak ada masakan Padang yang non-halal, melainkan semuanya halal.

"Sepengatahuan sy di Minang ataupun di seluruh Nusantara, rmh makan pdg ga ada yg menyajikan msakan non halal ,kami msh memakai adat basandi syarak,syarak basandi Kitabullah..yg ini bukan bgian dr kami 'urang Minang'🔥," komentar seorang warganet.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Reaksi Warganet

"Jangan rusak citra resto Padang yg udah pasti halal. Selama ini masuk resto padang ga ada cemas²nya, masak nanti mo ke resto padang mesti nanya dulu "halal ga nih"," kata warganet yang lain. 

"Saya orang minang, yg jualan bukan orang minang... Yakin 100% orang minang smuanya islam.. adat basyandi syarak, syarak basandi kitabullah" yg murtad yg non muslim bukan orang minang...," komentar warganet lainnya.

"Astaghfirullah, jgn ginilah rumah makan padang itu terkenal halalnya, saya aja kalau ke suatu daerah yg minim masakan halal pasti cari rumah makan padang dulu klo ngk dapat rumah makannya baru masak sendiri 🥲," timpal warganet yang lain.

"Astagfirulllah. sbg urang awak ambo tersinggung ini. di adat minang/padang itu, kalo tidak menerapkan falsafah orang minang yh disebutin ustadz tadi tidak berhak mengaku sebagai orang minang. termasuk juga kuliner nya. cari perkara aja tuh yg punya resto. sejak kapan warung padang jualan non halal?😮😮," kata yang lain.

 

3 dari 4 halaman

Sejarah Nasi Padang

Nasi padang memiliki sejarah yang panjang. Kehadiran nasi Padang, tak lepas munculnya Restoran Padang atau Rumah Makan Padang di Indonesia.

Dosen dan peneliti dari Universitas Leiden, Suryadi Sunuri, penggunaan nama “Restoran Padang” atau “Rumah Makan Padang” ditemukan pada sebuah iklan surat kabar yang terbit pada 1937. Bukti itu adalah sebuah iklan tentang masakan Minangkabau di Cirebon dari 1937, dilansir dari kanal Regional Liputan6.com.

Iklan tersebut dimuat selama beberapa bulan di harian Pemandangan terbitan Batavia. Kata Suryadi, iklan tersebut dimiliki oleh pemilik rumah makan Padang itu bernama Ismael Naim.

"Iklan tersebut adalah bukti langka. Sudah ratusan koran tua yang saya baca. Tapi baru satu saja yang saya temukan," ia berkata.

4 dari 4 halaman

Perantau Minang di Jawa

Dari iklan di atas, Suryadi mengemukakan sangat mungkin kata "Padangsch-Resrtaurant" merupakan arketip dari istilah "Restoran Padang" yang dikenal di rantau pada zaman sekarang. Jadi, istilah tersebut terkait dengan pemakaian bahasa Belanda pada zaman kolonial.

Para perantau Minang pada masa itu memakai istilah "Padangsch-Restaurant" untuk menyebut masakan Minangkabau yang mereka jual.

Kedua, iklan tersebut menyebutkan Restoran Padang Goncang Lidah ada di Cirebon. Ini menandakan bahwa pada 1930-an perantau Minang sudah menyebar di Pulau Jawa. Tidak hanya di kota-kota besar seperti Batavia dan Bandung, tapi juga kota-kota kecil seperti Cirebon.

Terakhir, penamaan restoran Padang yang agak bombastis seperti "Goncang Lidah", "Goyang Lidah" dan lain-lain rupanya sudah sejak dulu ada.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.