Sukses

Kisah Hutan Pangan dan Konsep Keberlanjutan Holistik dari Pendiri Restoran di Ekuador

Hutan pangan yang dirintis pendiri restoran di Ekuador itu merupakan wujud menyambungkan pangan dan manusia serta budayanya.

Liputan6.com, Jakarta - "Dengan bantuan Anda, kita bisa membuat hutan pangan terbesar di dunia. Pangan punya kekuatan untuk memulihkan ekosistem dan menyambungkan kembali budaya," kalimat itu yang akan dibaca Anda pertama kali saat berkunjung ke laman bocavaldivia.earth.

Bocavaldivia tak semata sebuah restoran, tetapi juga merupakan proyek permakultur kreatif yang dijalankan di Puerto Cayo, di tepi pantai Ekuador. Penggagasnya adalah Rodrigo Pacheco yang sejak tahun lalu didapuk sebagai Goodwill Ambassador FAO untuk Tahun Kesehatan Tanaman Internasional.

Pacheco merintis sebuah kawasan yang ia sebut sebagai 'hutan yang bisa dikonsumsi', sejak sembilan tahun lalu. Ia menanam berbagai spesies tumbuhan asli di antara jenis endemik di lahan hutan Cantagallo yang rusak, untuk membuat makanan lebih berkelanjutan.

Dalam akun Instagram Bocavaldivia disebutkan bahwa timnya sejauh ini sudah memulihkan empat hektare ekosistem yang rusak. Mereka juga mereboisasi delapan hektare kawasan hutan, sedangkan delapan hektare lainnya akan digunakan untuk menanam kakao. Tujuan akhirnya adalah membuat lanskap yang bisa menghasilkan makanan selaras dengan alam.

Dalam wawancara bersama CNN, dikutip Selasa (3/8/2021), Pacheco menyebut proyek keberlanjutannya itu sebagai gastronomi regeneratif. Ia mendefinisikannya sebagai tipe gastronomi yang bertujuan mentransformasi untuk menghubungkan kembali antara lanskap dan manusia.

"Ini tentang memahami bagaimana siklus hidup, planet, dan tumbuhan. Perubahan iklim terjadi di sini, dan ini sebuah cara gastronomi untuk menekan perubahan iklim. Gastronomi berperan sangat besar dalam kesehatan ekosistem," ia menjelaskan.

Berangkat dari pendekatan itu, ia lalu mengembangkan hutan pangan. Ia berusaha menciptakan ekosistem seperti hutan biasa tetapi tanaman yang ada di dalamnya bisa dimakan.

"Mereka spesies asli, kami tidak membuat ekosistem buatan. Kami hanya mengumpulkan spesies yang bisa dimakan dan menyatukan mereka dalam satu tempat," ujar Pacheco.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Belajar dari Budaya Amazon

Pacheco menerangkan tumbuhan yang ditanamnya adalah spesies asli dari Ekuador, seperti kentang ungu, jagung, kakao, pepaya, lada, nanas, alpukat, cabai, dan labu. "Kami berusaha sebisa kami. Kami menggunakan lahan dengan bijak, beradaptasi dengan apa yang sudah ada di sana, tetapi memastikan kami meninggalkan tempat itu lebih baik daripada saat kami menemukannya," kata dia.

Ia mengaku belajar dari warga di Amazon. Saat itu, ia melihat warga menggunakan sedotan pepaya untuk meminum chicha, sejenis minuman fermentasi. Batang pepaya, kata dia, kopong di tengah, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sedotan.

Belajar dari itu, ia memutuskan untuk mengadopsinya di bar restorannya. Sampai saat ini sudah lebih dari 40ribu sedotan pepaya digunakan. "Kami melarang sepenuhnya sedotan plastik," ujarnya.

Lebih lanjut, ia dan timnya melihat bahwa pertanian bisa menggantikan penggunaan plastik secara luas. Itu pula yang leluhurnya lakukan di masa lalu. Sejak itulah, ia dan tim mencari cara untuk menerapkannya dalam bisnis kuliner yang ditekuninya.

3 dari 4 halaman

Tumbuhan adalah Kawan

Pacheco menyatakan sepertiga planet ini terpengaruh oleh kekeringan. Setiap saat ada saja biodiversity yang hilang. Padahal, tumbuhan itu sangat kaya dan potensial dimanfaatkan sebagai tumbuhan konsumsi.

"Ketika kita menutup mata kita dan memindai isi kulkas kita, di mana pun kita berada, kita akan menemukan produk yang sama. Padahal, ada 1.000 jenis tumbuhan yang bisa dimakan di dunia ini, tetapi kita hanya menggunakan 20 di antaranya," ujarnya.

Ia berharap dari 20 jenis tumbuhan yang dikembangkan, akan bisa memberi kesempatan berbeda untuk Bumi. Lewat perannya sebagai Goodwill Ambassador, ia ingin menyebarkan misi tentang pentingnya siklus hidup, tanaman, penelitian, dan memasak.

"Memasak adalah perpanjangan dari pertanian, dan pertanian adalah jembatan yang menghubungkan manusia dan alam," sambung dia.

Ia berharap akan semakin banyak yang menciptakan lingkungan yang lebih baik dan lingkungan yang lebih kaya dengan sumber pangan. Karena, semakin banyak tumbuhan, perubahan iklim bisa ditekan, sumber pangan lebih banyak dan jumlah karbon bisa dijaga. 

"Jadi, tumbuhan jelas solusi untuk manusia," pungkas dia.

4 dari 4 halaman

Diplomasi Indonesia via Jalur Kuliner

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.