Sukses

Merek Fesyen Dunia yang Sukses Dukung Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, Adidas sampai GAP

Namun, indeks praktik kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di industri fesyen dunia masih "mengkhawatirkan."

Liputan6.com, Jakarta - Ketika berbicara tentang merek fesyen dunia yang sukses memperjuangkan kesetaraan gender, Adidas dan GAP berada di garis depan, menurut indeks terbaru. Sayangnya, melansir laman SCMP, Jumat (2/7/2021), sebagian besar produsen fesyen gagal "menempatkan" perempuan di ruang rapat dan pabrik mereka.

Benchmark Gender dari World Benchmarking Alliance (WBA) menunjukkan bahwa hampir dua per tiga dari 35 merek fesyen dunia belum secara terbuka mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Hanya 14 perusahaan tercatat menerapkan kebijakan khusus gender.

Indeks yang memeriksa faktor-faktor, seperti kesenjangan upah gender, keterwakilan dalam kepemimpinan, dan kebijakan untuk menghentikan kekerasan dan pelecehan, memberi perusahaan skor rata-rata 29 poin. Angka itu disebut WBA sebagai "mengkhawatirkan."

Adidas, GAP, dan VF Corp yang dikenal dengan merek-merek, seperti The North Face, Timberland, juga Vans adalah tiga raksasa industri mode yang mencetak lebih dari 50 poin pada indeks WBA. "Kami melihat perbedaan mencolok antara apa yang perusahaan katakan dan lakukan pada isu-isu vital," kata Pauliina Murphy, direktur keterlibatan di WBA, sebuah organisasi nirlaba global.

Isu yang dimaksud, termasuk gaji, keseimbangan gender dalam kepemimpinan, dan penanganan kekerasan, serta pelecehan seksual. "Lip service ini harus dihentikan," ungkapnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kesenjangan Signifikan

Industri garmen diperkirakan mempekerjakan lebih dari 60 juta pekerja di seluruh dunia, dan kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Dari waktu ke waktu, kelompok pekerja ini telah mendapat sorotan atas eksploitasi tenaga kerja dan pelecehan seksual.

Aktivis mengatakan bahwa tekanan dari merek pada pemasok untuk mengirimkan pakaian dengan cepat dan murah memicu eksploitasi. Itu termasuk berkurangnya waktu istirahat, bahkan pelecehan verbal dan seksual, dan fenomena ini diperburuk pandemi global.

WBA mengatakan, penelitiannya, berdasarkan informasi publik dan data rahasia dari perusahaan, mengungkap "kesenjangan yang signifikan" antara komitmen dan tindakan terhadap kesetaraan gender dalam industri mode.

Kurang dari sepertiga dari 35 perusahaan telah memberi pelatihan mengatasi kekerasan dan pelecehan untuk staf mereka, sementara hanya tiga merek yang mengambil tindakan untuk mengatasi kesenjangan upah gender, menurut temuan WBA.

3 dari 4 halaman

Merek dengan Skor Terendah

Dominique Muller, direktur kebijakan di kelompok kampanye Labour Behind the Label, mengatakan, temuan indeks itu tidak mengejutkan. Pasalnya, merek telah berulang kali gagal mengatasi diskriminasi dan kekerasan gender dalam rantai pasokan mereka.

"Kemajuan telah terhenti dan pandemi telah menunjukkan kelemahan janji-janji sukarela dan tidak efektif dari merek-merek fesyen," kata Muller.

Perusahaan dengan skor terendah dalam indeks, termasuk Urban Outfitters, The Foschini Group (TFG), pemilik G-Star Raw, dan Zhejiang Semir Garment, raksasa retail pakaian di China. Berdasarkan penelitian ini, retailer belum memberi komentar.

Etis dalam proses pembuatan pakaian ini sebenarnya juga telah digaungkan dalam bagian fesyen berkelanjutan. Jadi, kategori itu tidak hanya soal pemilihan bahan maupun alat produksi ramah lingkungan, namun bagaimana perusahaan menghargai pekerjanya untuk menciptakan ekosistem berkelanjutan yang aman untuk semua.

4 dari 4 halaman

Infografis Cara Pakai Masker Dobel yang Benar

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.