Sukses

6 Fakta Menarik tentang Ende, Tempat Tercetusnya Nama Pancasila

Selama masa pengasingannya, Bung Karno berhasil merumuskan Pancasila di Ende.

Liputan6.com, Jakarta - Ende merupakan sebuah kabupaten yang ada di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan ibu kota Kota Ende. Kabupaten Ende memiliki luas wilayah 2.067,75 kilometer persegi yang terdiri dari 21 kecamatan. Pemandangan indah nan memesona, membuat Ende terkenal dengan potensi pariwisatanya.

Namun pariwisata bukanlah potensi Ende satu-satunya. Kabupaten ini juga memiliki potensi lain seperti hutan yang dipertahankan untuk memberikan manfaat besar bagi rakyatnya, pertanian dan perkebunan sebagai peningkatan produksi menuju kemampuan swasembada secara merata, pertambangan berupa mata air panas, fumarol, dan batuan teralterasi. Sementara, sektor perindustrian dan perdagangan menjadi nilai tambah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berusaha.

Menariknya, Ende menjadi salah satu kabupaten yang menginspirasi daerah lain yang ada di Indonesia, lantaran toleransi dan hubungan kekeluargaan antarwarga di kabupaten ini sangatlah tinggi. Meskipun warga yang tinggal di Ende berasal dari suku dan agama yang berbeda-beda, mereka tetap mencerminkan kebinekaan, toleransi, dan santun.

Tentunya bukan itu saja hal-hal menarik seputar Ende. Berikut enam fakta menarik tentang Ende yang telah dirangkum dari berbagai sumber.

1. Kota Pancasila

Pada 1934, Soekarno atau kerap disapa Bung Karno diasingkan ke Ende. Kala itu, Bung Karno yang berusia 35 tahun dibawa ke Ende bersama sang istri, Inggit Ganarsih, mertuanya yang bernama Amsih, dan dua anak angkatnya yaitu Ratna serta Kartika.

Selama masa pengasingannya, Bung Karno berhasil merumuskan Pancasila di Ende. Oleh karena itu, Ende dikenal sebagai Kota Pancasila.

Rumah yang ditempati Bung Karno bersama keluarganya saat pengasingan saat ini telah dijadikan situs bersejarah yang berdiri sejak 1954. Rumah ini dibuat menyerupai museum kecil yang berisi barang-barang Bung Karno dan juga foto keluarga selama pengasingan.

Taman di rumah itu dimanfaatkan Bung Karno untuk merenung, tepatnya di bawah sebuah pohon sukun. Renungannya membuahkan hasil, Pancasila. Saat ini taman tersebut dikenal dengan Taman Renungan Bung Karno atau Taman Renungan Pancasila.

Sejumlah fakta itu sempat memunculkan wacana agar hari jadi Ende seharusnya tanggal 1 Juni, bersamaan dengan hari lahirnya Pancasila. Namun sampai saat ini, ulang tahun Ende masih di tanggal 20 Desember 1958. Hal itu berdasarkan penetapan NTT sebagai salah satu provinsi di Indonesia dan penerapan daerah tingkat II di NTT yang salah satunya adalah Kabupaten Ende.

2. Kerajinan Tertua

Tenun ikat menjadi kerajinan tertua yang ada di Kabupaten Ende. Masyarakat Suku Ende-Lio mayoritas memiliki bakat usaha di bidang industri kain tenun tradisional.

Proses pembuatan tenun masih kental dengan adat istiadat yang erat kaitannya dengan hal mistis dan gaib. Kain ini hanya dibuat oleh wanita dengan menggunakan bahan-bahan dasar alami sehingga pewarnaannya pun masih alami. Proses pembuatannya pun masih manual tanpa menggunakan mesin.

Tenun ikat dibuat dengan corak pilihan benang atau serat kapas serta pewarnaan yang khas menggunakan kulit kayu, akar, batang, dan dedaunan. Tenun ikat ini memiliki tiga warna utama, yaitu putih, biru, dan merah sesuai dengan warna Danau Kelimutu.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

3. Kampung Adat Berusia 800 Tahun

Kampung Adat Wologai yang terletak di Ende Pulau Flores merupakan kampung adat yang terletak di ketinggian 1.045 meter di atas permukaan laut. Konon, kampung adat ini telah berusia 800 tahun lamanya.

Dahulu, sebelum dimulai pembangunan rumah harus dilaksanakan Ritual Naka Wisu, yaitu menyembelih seekor ayam kemudian menebang pohon di hutan pada pukul 12 malam. Pohon tersebut akan digunakan sebagai tiang penyangga rumah nantinya.

Rumah yang ada di Kampung Wologai terbagi menjadi tiga, yaitu rumah adat, rumah suku, dan rumah besar. Rumah suku digunakan untuk menyimpan benda pusaka atau peninggalan suku, sedangkan rumah besar ditempati saat proses ritual berlangsung. Atap rumah yang ada di Kampung Adat Wologai terbuat menjulang tinggi yang bermakna sebagai kewibawaan ketua adat yang dipandang lebih tinggi dari masyarakat adat biasa.

4. Raja Pertama di Ende

Jari Jawa atau Husein Djajadiningrat adalah seseorang yang memiliki jasa besar bagi rakyat Ende. Jari Jawa mendapat kepercayaan untuk memimpin suku-suku yang ada di Ende. Hal itu membuat Jari Jawa menjadi raja pertama di Kerajaan Islam Ende yang berdiri sekitar 1630 setelah Portugis terusir dari Pulau Ende.

Sejak berdirinya Kerajaan Islam Ende, tak lagi ada kekuatan asing selama kurang lebih 163 tahun lamanya. Kerajaan Islam Ende berkuasa tanpa gangguan besar sejak 1630 hingga 1793.

3 dari 4 halaman

5. Danau Tiga Warna

Danau Kelimutu atau yang biasa disebut Danau Tiga Warna merupakan danau yang terletak di puncak Gunung Kelimutu. Danau ini memiliki tiga warna, yaitu hijau, putih, dan merah.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, warna yang dilihat pada danau tersebut memiliki arti serta kekuatan dalam tersendiri dan merupakan tempat keramat serta pemberi kesuburan. Masyarakat biasanya melakukan upacara adat untuk memberi persembahan hasil bumi kepada arwah danau.

Warna biru atau “Tiwu Nuwa Muri Koo Fai” dipercaya menjadi tempat berkumpul arwah dari orang-orang yang meninggal pada usia muda. Lalu, warna merah atau “Tiwu Ata Polo” diyakini sebagai tempat berkumpul arwah dari orang-orang yang semasa hidupnya kerap berbuat jahat. Sedangkan, warna putih atau “Tiwu Ata Mbupu” dipercaya sebagai tempat berkumpulnya para leluhur yang meninggal ketika tua.

6. Pesona Pantai Batu Biru

Pantai Batu Biru menjadi salah satu objek wisata di Ende dengan memiliki deburan ombak yang eksotis. Pantai berpasir putih ini dihiasi dengan bongkahan batu warna biru. Bahkan, bukan hanya biru tetapi ada juga yang berwarna hijau, ungu, kuning, dan merah. Bentuk batuan yang ada di Pantai Batu Biru juga beragam, ada yang berbentuk segitiga, kotak, bundar, dan juga lonjong.

Konon, bebatuan yang ada di kawasan pantai berasal dari dasar laut lalu terseret ombak dan terdampar di pinggir pantai. Penduduk yang berprofesi sebagai penambang batu biasanya mensortir batu berdasarkan warna, bentuk, dan ukurannya. Kemudian, batu tersebut dijual kepada pengepul. Harga batu tersebut berkisar antara Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram. (Dinda Rizky Amalia Siregar)

4 dari 4 halaman

5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.