Sukses

Ancaman Konten Media Sosial pada Kebiasaan Anak Konsumsi Makanan Cepat Saji

Dalam sebuah penelitian, tak sedikit video di YouTube yang menampilkan produk makanan cepat saji dibawakan influencer anak.

Liputan6.com, Jakarta - Kebiasaan makan anak bisa dibentuk ragam faktor, tak terkecuali media sosial yang sekarang sudah sebegitu lekat dengan keseharian. Mengulik seberapa kuat jejaring sosial berpengaruh pada kultur konsumsi anak, sebuah penelitian pun dirilis. 

Melansir laman Foxnews, Selasa, 27 Oktober 2020, penemuan ini dipublikasikan pada Senin, 26 Oktober 2020, dalam laporan berjudul "Influencer Media Sosial Anak dan Penempatan Produk Makanan Tidak Sehat" di jurnal Pediatrics.

Dalam pengamatannya, peneliti melihat lebih dari 400 video YouTube influencer anak antara usia 3--14 tahun yang populer lewat ulasan makanan atau mainan. Mereka menghitung menit makanan atau minuman muncul di layar, mencatat merek, dan mengidentifikasi kandungan nutrisi dalam makanan yang ditampilkan.

 

Dari 418 video YouTube yang dianalisa, 179 di antaranya menampilkan makanan dan minuman tak sehat dari restoran, seperti McDonald's, Taco Bell, dan Check E. Cheese. Juga, merek minuman, termasuk Coca-Cola, serta makanan dari sereal Froot Loops dari M & M's, Skittles, Hershey's dan Kellogg.

90 persen di antaranya merupakan makanan tak sehat, seperti hot dog, kentang goreng, burger, dan soda. Video berisi produk makanan cepat saji ini rata-rata telah dilihat lebih dari satu miliar kali.

"Influencer anak menghasilkan jutaan tayangan untuk merek makanan dan minuman tak sehat," ungkap para peneliti. "Komisi Perdagangan Federal (Amerika Serikat) harus memperkuat peraturan terkait penempatan produk di video YouTube yang menampilkan anak-anak kecil."

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bikin Anak Jadi Audiens Rentan

Padahal, penting untuk menanamkan kebiasaan makan makanan sehat pada anak-anak, dan studi tersebut menemukan bahwa mereka adalah audiens rentan terhadap pemasaran influencer. Dukungan influencer anak dapat menghasilkan jutaan penayangan.

Data industri menunjukkan bahwa promosi produk ini dapat meningkatkan penjualan hingga 28 persen untuk produk makanan yang didukung, kata penulis.

"Seiring meningkatnya penggunaan media daring di kalangan anak-anak, influencer anak membawa potensi meningkatkan paparan anak-anak terhadap promosi makanan tidak sehat yang dapat meningkatkan perilaku diet buruk," tulis para peneliti.

Pada penelitian terpisah ditemukan bahwa pola makan buruk pada tahap awal masa kanak-kanak dapat meningkatkan kemungkinan obesitas dan diabetes tipe dua, menempatkan mereka pada risiko terkena penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Epidemi obesitas di kalangan anak-anak di Amerika Serikat telah jadi krisis kesehatan berkelanjutan, terutama dipicu makanan cepat saji dalam beberapa tahun terakhir.

Sebanyak 13,8 persen asupan kalori harian anak antara 2015 hingga 2018 berasal dari makanan seperti burger, kentang goreng, nugget ayam, dan makanan cepat saji lain. Persentasenya naik dari 12,4 persen antara 2011 dan 2012, menurut laporan Pusat Pengendalian Penyakit dan Pencegahan. (Vriskey Herdiyani)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.