Sukses

Pemerintah Pastikan Pulau Komodo Tak Jadi Ditutup

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) punya pertimbangan mengapa Pulau Komodo tak ditutup untuk wisatawan.

Jakarta - Wacana penutupan Pulau Komodo jadi sorotan banyak pihak, termasuk beberapa media asing, mulai dari kantor berita Amerika hingga Inggris. Pasal, turis asing yang berkunjung ke Indonesia, termasuk Labuan Bajo, tak bisa dikatakan sedikit.

Lalu, benarkah Pulau Komodo akan ditutup untuk sementara? Pertanyaan itu terjawab lewat siaran pers yang dirilis oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK di laman resmi mereka, Kamis (3/10/2019).

Wacana penutupan sementara Pulau Komodo dan relokasi penduduk Pulau Komodo di Taman Nasional Komodo (TNK) nyatanya sudah bergulir sejak akhir Januari 2019.

Situasi itu mendorong Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) membentuk Tim Terpadu untuk melakukan pengkajian perihal status Taman Nasional Komodo sebagai Kawasan Tujuan Wisata Alam Eksklusif.

TNK sendiri merupakan taman nasional yang mempunyai dua status internasional yang ditetapkan UNESCO, yaitu Cagar Biosfer (Biosphere Reserve) sejak 1977 dan Warisan Alam Dunia (Natural World Heritage Site) sejak 1991.

Selain itu, pada 2012, TNK mendapat predikat sebagai tujuh keajaiban baru dunia. Menyandang beberapa status internasional membuat Taman Nasional Komodo tak semata jadi milik Pemerintah Indonesia, namun juga dunia internasional.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Memicu Pertumbuhan Usaha

Setidaknya terdapat tiga desa dengan jumlah penduduk sekitar 4.842 jiwa di kawasan TNK. Sejak lima tahun terakhir, jumlah wisatawan ke TNK terus mengalami peningkatan signifikan.

Meningkatnya kunjungan ke TNK memicu pertumbuhan usaha terkait pariwisata di Labuan Bajo, seperti perhotelan, jasa transportasi, tur operator, dan masih banyak lagi.

Saat ini terdapat 84 unit hotel (47 berbintang, 17 melati, 19 losmen, dan 1 hostel), fasilitas kuliner di 72 lokasi (38 restoran dan 34 rumah makan), fasilitas angkutan laut macam kapal motor (813 unit), perahu motor tempel (216 unit), dan perahu tanpa motor (576 unit).

Sedangkan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata tercatat antara lain 67 pemandu wisata, 120 pedagang suvenir, dan 60 pengrajin patung komodo.

Berdasarkan hasil monitoring populasi Komodo oleh Balai Taman Nasional Komodo dan Komodo Survival Program (KSP), populasi Komodo selama lima tahun berfluktuasi dengan relatif stabil antara 2.400-3.000 ekor.

Aktivitas kunjungan wisatawan ke TNK diklaim tak jadi sebab menurunnya populasi Komodo. Penutupan Pulau Komodo dinilai akan menimbulkan kerugian bagi para pelaku usaha wisata.

Khusus untuk Pulau Komodo akan menghentikan pendapatan sekitar 144 pedagang cendera mata, 51 pemandu wisata, 65 pengrajin patung, 13 kelompok pemilik homestay,19 usaha transportasi laut, serta 42 kelompok kuliner.

3 dari 3 halaman

Tak Ada Alasan Kuat untuk Ditutup

Berdasarkan kunjungan tim terpadu pada 15 Agustus 2019 ke Desa Komodo di Pulau Komodo, secara nyata tim terpadu melihat, masyarakat Desa Komodo menolak wacana penutupan Pulau Komodo.

Hal itu dilakukan dalam bentuk aksi demonstrasi untuk menyampaikan pernyataan sikap penolakan terhadap adanya wacana penutupan Pulau Komodo dan relokasi penduduk dari Pulau Komodo.

Dari sisi pengelolaan, TNK harus dikelola dalam basis ekosistem. Masyarakat Desa Komodo merupakan salah satu unsur dari ekosistem Pulau Komodo sehingga pengelolaannya harus jadi satu kesatuan.

Saat ini sedang disusun Integrated Tourism Master Plan (ITMP) Labuan Bajo-Flores yang akan diselesaikan tahun 2020.

Berdasarkan kajian tim terpadu, Pulau Komodo tidak perlu ditutup karena tidak ada alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar penutupan, baik ditinjau dari aspek ekologi, sosial, dan ekonomi.

Pendekatan MAB dan World Heritage, serta IUCN dalam pengelolaan kawasan konservasi menghormati hak-hak masyarakat lokal jadi alasan tidak perlunya relokasi penduduk dari Pulau Komodo.

Relokasi masyarakat Desa Komodo dikatakan malah akan menurunkan citra Indonesia di mata Internasional karena negara tidak memberi perlindungan pada warga atas Hak Asasi Manusia (HAM).

Sementara itu, berdasarkan Rapat Terbatas tanggal 30 September 2019 di Kemenko Kemaritiman yang dipimpin Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut P. Panjaitan yang dihadiri Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat, telah disepakati untuk tidak dilakukan penutupan Pulau Komodo.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.