Sukses

Amalan sebelum Berangkat Haji 2025, Ini Bekal Paling Penting Menurut Ustadz Adi Hidayat

Ustadz Adi Hidayat mengingatkan bahwa Allah lebih melihat kepada kesiapan hati dan ketakwaan seseorang dibandingkan dengan banyaknya barang bawaan. Persiapan materi memang penting, tetapi bukan itu yang menjadi inti dari haji.

Diperbarui 28 Apr 2025, 11:30 WIB Diterbitkan 28 Apr 2025, 11:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Menunaikan ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang menjadi dambaan bagi setiap Muslim. Namun, dalam persiapannya, banyak orang lebih fokus pada bekal fisik ketimbang persiapan ruhani.

Pendakwah muda Ustadz Adi Hidayat (UAH), dalam salah satu ceramahnya, mengingatkan bahwa bekal paling utama dalam haji bukan hanya perlengkapan fisik, melainkan persiapan spiritual. Koreksi diri menjadi hal yang jauh lebih penting daripada sekadar mempersiapkan koper atau pakaian.

Dalam ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat menegaskan bahwa ketika seseorang sudah berkomitmen untuk berangkay ibadah haji, ia harus menyiapkan dirinya secara mental dan spiritual. Tidak boleh ada kata-kata kotor, tidak perlu berdebat dalam perkara tidak penting, dan harus menghindari perilaku yang menyimpang.

Pernyataan ini disampaikan Ustadz Adi Hidayat dalam video yang dikutip pada Jumat (26/04/2025) dari kanal YouTube @NgajiYuk720-d1w. Dalam video tersebut, Ustadz Adi Hidayat membahas secara rinci tentang apa yang menjadi prioritas utama dalam persiapan haji 2025 ini.

UAH mengingatkan bahwa Allah lebih melihat kepada kesiapan hati dan ketakwaan seseorang dibandingkan dengan banyaknya barang bawaan. Persiapan materi memang penting, tetapi bukan itu yang menjadi inti dari haji.

Menurut Ustadz Adi Hidayat, saat seseorang akan berhaji, ia harus memperbanyak amal kebaikan seperti tahajud dan membaca Al-Qur'an. Ini semua bagian dari meningkatkan takwa sebagai bekal utama saat berada di tanah suci.

Manasik haji yang dilaksanakan sebelum keberangkatan, kata Ustadz Adi Hidayat, bukan sekadar pelatihan teknis. Ia menjadi ajang untuk melatih diri memperkuat hubungan dengan Allah melalui ibadah-ibadah sunnah.

Malam-malam sebelum keberangkatan seharusnya diisi dengan tahajud yang lebih khusyuk dan tilawah Al-Qur'an yang lebih intensif. Dengan amalan sebelum berangkat haji ini, ruhani seseorang siap menghadapi perjalanan spiritual yang panjang.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Optimalkan Ibadah

Di tanah suci, semua amalan tersebut harus dioptimalkan. Bukan hanya sekadar menjalankan ritual, tetapi juga memperbaiki diri dan memperkuat keimanan.

Ustadz Adi Hidayat menekankan bahwa puncak evaluasi dari haji seseorang bisa dilihat setelah menyelesaikan amalan-amalan wajib seperti wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, dan melontar jumrah di Mina.

Setelah dua atau tiga hari di Mina, menurut Ustadz Adi Hidayat, seseorang harus mengevaluasi dirinya sendiri. Apakah ada perubahan positif dalam diri atau tidak.

Jika tidak ada perubahan, maka patut dipertanyakan kesungguhan dalam menjalani ibadah haji tersebut. Sebab haji yang mabrur adalah yang membawa perubahan nyata dalam perilaku.

Ustadz Adi Hidayat mengajak setiap jamaah untuk menjadikan haji sebagai momentum perubahan, bukan sekadar rutinitas ibadah tahunan yang diikuti banyak orang.

Bekal takwa, lanjut Ustadz Adi Hidayat, akan menjaga hati dari godaan syaitan, menguatkan tekad untuk memperbaiki diri, dan membentengi jiwa dari berbagai macam penyimpangan.

3 dari 3 halaman

Siapkan Bekal Ini

Seseorang yang berangkat dengan bekal materi tanpa bekal takwa, menurut Ustadz Adi Hidayat, akan kehilangan esensi haji itu sendiri.

Sementara orang yang mempersiapkan takwa dengan sungguh-sungguh, insya Allah akan mendapatkan haji yang diterima dan membawa keberkahan dalam hidupnya.

Dengan demikian, penting bagi setiap calon jamaah haji untuk meluruskan niat dan memfokuskan persiapan pada aspek ruhani selain materi.

Ustadz Adi Hidayat berharap agar setiap Muslim yang menunaikan haji benar-benar memahami misi besar di balik perjalanan suci tersebut.

Perjalanan haji adalah perjalanan jiwa menuju perbaikan diri dan puncak ketundukan kepada Allah, bukan sekadar perjalanan fisik semata.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul