Sukses

Tidak Qadha Puasa hingga Datang Ramadhan Berikutnya, Bagaimana Cara Menggantinya?

Mungkin ada beberapa orang yang memliki utang puasa, namun belum menqadha atau mengganti puasanya di hari-hari yang lain sehingga sampai pada Ramadan berikutnya

Liputan6.com, Cilacap - Mungkin ada beberapa orang yang memliki utang puasa, namun belum menqadla atau mengganti puasanya di hari-hari yang lain sehingga sampai pada Ramadan berikutnya. Jikalau hal ini terjadi, maka pertanyaanya ialah bagaimana cara mengqadlanya? Apakah orang tersebut juga harus membayar fidyah?

Menukil NU Online, ada beberapa uzur yang memperbolehkan seseorang tidak puasa di bulan Ramadhan, seperti orang yang sakit, bepergian jauh, ibu hamil, dan lain sebagainya.

Terdapat tata cara qadha puasa bagi orang yang telah meninggalkan puasa karena uzur. Orang yang telah meninggalkan puasa di bulan Ramadhan harus mengganti atau qadha di bulan selain Ramadhan.

Dalam fiqih Islam qadha puasa Ramadhan yang ditinggalkan tidak boleh sampai datangnya bulan Ramadhan berikutnya.

Apabila sudah melewati masa tersebut, ada beberapa tata cara qadha puasa Ramadhan yang perlu dilakukan. Simak tata cara qadha puasa berikut ini.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Melakukan Qadha Puasa dan Membayar Fidyah

Ketika sudah datang Ramadhan berikutnya, tetapi seseorang masih memiliki tanggungan hutang puasa maka yang harus ia lakukan adalah dengan cara berpuasa dan ditambah membayar fidyah sebesar satu mud, kurang lebih tujuh ons bahan makanan pokok seperti beras, untuk setiap satu hari yang ditinggalkan.

وَمَنْ) أَيْ وَكَمَنْ (قَدْ أَمْكَنَهُ) قَضَاءُ مَا فَاتَهُ مِنْ رَمَضَانَ (وَأَخَّرَ الْقَضَاءَ عَنْ كُلِّ سَنَةٍ) إلَى رَمَضَانَ ثَانٍ فَإِنَّهُ يَلْزَمُهُ لِكُلِّ يَوْمٍ مُدٌّ بِمُجَرَّدِ دُخُولِ رَمَضَانَ لِخَبَرِ أَبِي هُرَيْرَةَ: مَنْ أَدْرَكَهُ رَمَضَانُ فَأَفْطَرَ لِمَرَضٍ، ثُمَّ صَحَّ وَلَمْ يَقْضِهِ حَتَّى أَدْرَكَهُ رَمَضَانُ آخَرُ صَامَ الَّذِي أَدْرَكَهُ ثُمَّ يَقْضِي مَا عَلَيْهِ، ثُمَّ يُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا. رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ وَالْبَيْهَقِيُّ

Artinya, “Orang yang memungkinkan qadha puasa yang ia tinggalkan (tetapi) ia tunda hingga bulan Ramadhan berikutnya, maka dia terkena kewajiban fidyah satu mud tiap satu hari disebabkan sudah masuk bulan Ramadhan (yang kedua) dengan dalil hadits yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah. “Barang siapa yang menemui bulan Ramadhan, dan ia tidak berpuasa karena sakit, kemudian ia sembuh dan tidak mengganti (qadha) puasanya hingga menemui bulan Ramadhan berikutnya, maka ia harus (tetap) menggantinya dikemudian hari serta memberi makan orang miskin (membayar fidyah) tiap satu hari (satu mud).” Diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruquthni dan Imam Baihaqi.” (Zakariya Al-Anshari, Al-Ghurarul Bahiyyah, [Mesir, Al-Mathba'ah Al-Maimuniyyah], jilid II, halaman 234).

 

 

3 dari 4 halaman

Tidak Wajib Membayar Fidyah Jika Tidak Memiliki Kesempatan Mengqadha Puasa

Kewajiban qadha puasa beserta membayar fidyah seperti di atas berlaku dengan syarat apabila memiliki kesempatan mengganti (qadha) puasa sebelum datang bulan Ramadhan berikutnya.

Apabila tidak berkesempatan, seperti orang yang bekerja menjadi sopir (terus menerus menjadi musafir), orang yang sakit menahun hingga datang bulan Ramadhan berikutnya, maka tidak mempunyai kewajiban membayar fidyah.

وَخَرَجَ بِالْإِمْكَانِ الْمَزِيدِ عَلَى الْحَاوِي مَا إذَا لَمْ يُمْكِنْهُ الْقَضَاءُ بِأَنْ اسْتَمَرَّ مُسَافِرًا، أَوْ مَرِيضًا حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ بِالتَّأْخِيرِ

Artinya, “Dikecualikan dari orang yang berkesempatan yang ditambahkan dalam redaksi kitab Al-Hawi yakni orang yang tidak berkesempatan mengqadhanya sebagaimana orang yang terus-terusan bepergian, orang yang sakit hingga datang bulan Ramadhan (berikutnya), maka mengakhirkannya tidak wajib membayar fidyah.” (Al-Anshari, II/234).

 

4 dari 4 halaman

Niat Qadha Puasa Ramadhan dan Niat Membayar Fidyah

Adapun tata cara niat puasanya adalah wajib berniat di malam hari dan lafalnya sebagaimana berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah swt.

Sementara lafal niat membayar fidyah sebagaimana berikut:

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu an ukhrija hādzihil fidyata ‘an ta’khiri qadhā’I shaumi Ramadhāna fardhan lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan, fardhu karena Allah”. Wallahu a’lam.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.