Sukses

Ilmuwan Ungkap Sikat Gigi Sebabkan Kiamat Lebih Cepat, Bagaimana Perspektif Islam?

Hal yang sangat mengejutkan, ternyata penelitian menyebutkan, penggunaan sikat gigi yang terbuat dari bahan yang tak ramah lingkungan dan tingkat penggunaannya yang sangat tinggi ini menyebabkan dampak mengerikan bagi bumi.

Liputan6.com, Cilacap - Kepastian waktu kiamat hanya Allah saja Yang Maha Tahu. Manusia hanya bisa mengetahui semakin dekatnya waktu kiamat melalui tanda-tanda yang disebutkan Rasulullah SAW dalam sabda-sabdanya.

Adapun salah satu tanda-tanda kiamat ini salah satunya terlihat dari kerusakan-kerusakan yang mulai terjadi di bumi.

Demikian halnya maraknya gempa bumi yang terjadi ini juga merupakan salah satu tanda-tanda kiamat. Rasulullah SAW bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَكْثُرَ الزَّلاَزِلُ

Artinya: ‘Tidak akan tiba hari Kiamat hingga banyak terjadi gempa bumi."

Fenomena kerusakan bumi berdasarkan keterangan Al-Qur’an disebabkan oleh perilaku manusia itu sendiri.

Hal yang sangat mengejutkan, ternyata penelitian menyebutkan, penggunaan sikat gigi yang terbuat dari bahan yang tak ramah lingkungan dan tingkat penggunaannya yang sangat tinggi ini menyebabkan dampak mengerikan bagi bumi.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Tanda Kiamat Perspektif Sains

Mengutip CNBC Indonesia, tanda kiamat sudah sering dibahas dan makin hari kehadirannya kian dirasakan makhluk Bumi.

Salah satunya adalah perubahan iklim. Menurut PBB, perubahan iklim mengacu pada perubahan suhu dan pola cuaca dalam jangka panjang.

Perubahan ini sebetulnya bersifat alami. Namun, sejak tahun 1800-an aktivitas manusia telah memicu perubahan iklim global, seperti pembakaran bahan bakar fosil, efek gas rumah kaca, sampai yang paling tidak diduga, yakni penggunaan sikat gigi.

3 dari 6 halaman

Sikat Gigi Sebabkan Perubahan Iklim

Pada titik ini sikat gigi mendorong perubahan iklim, setidaknya sejak sikat gigi modern ditemukan pada 1900-an.

Sikat gigi awalnya menggunakan bahan alami, seperti bambu atau kulit kayu, salah satu yang mungkin kita kenal adalah siwak. Lalu seiring berjalannya waktu mulai ada variasi, seperti menggunakan tulang hewan sebagai gagang dan kulit hewan sebagai sikat.

Namun, sejak tahun 1900-an, semua itu berubah. Setelahnya, sikat gigi mengandung bahan yang sangat tidak ramah lingkungan. Gagangnya dari plastik dan bulu sikatnya dari nilon. Menurut Greenbiz, kedua bahan tersebut masuk dalam benda yang tidak dapat diperbaharui dan sangat sulit untuk terurai dalam waktu singkat, sehingga berbahaya bagi manusia.

4 dari 6 halaman

Limbah Sikat Gigi Bisa Lebih Cepat Hancurkan Bumi

Menurut National Geographic, permasalahan ini yang membuat sikat gigi menjadi bagian dari krisis yang bisa menghancurkan bumi lebih cepat.

Perlu diketahui, sikat gigi adalah benda yang tidak awet. Laman American Dental Association (ADA) menganjurkan sikat gigi diganti setiap 3-4 bulan sekali. Artinya, setiap tahun seseorang membuang sikat gigi lama dan menggantikannya dengan yang baru selama 3-4 kali.

Jika penduduk Indonesia ada 273 juta dan diasumsikan rutin mengganti sikat gigi, maka ada lebih dari 1 miliar sampah sikat gigi dalam setahun. Belum lagi jika menghitung berdasarkan jumlah seluruh orang di dunia sebanyak 8 miliar orang. Maka, ada 24 miliar limbah sikat gigi dalam setahun.

Lebih dari itu, apabila asumsi pergantian itu rutin terjadi maka setiap manusia sampai usia 75 tahun akan menggunakan 280-300 sikat gigi. Itu baru seorang, dan belum dikalikan dengan jumlah manusia di bumi. Tentu hasilnya akan sangat fantastis.

5 dari 6 halaman

Ada yang Terbuat dari Zat yang Tidak Ramah Lingkungan

Bahkan National Geographic menyebut sampah sikat gigi Amerika Serikat (AS) berpenduduk 331 juta jiwa mampu melilit bumi dalam 4 lilitan dalam setahun saja.

Menurut perusahaan Haeckels, yang memproduksi barang ramah lingkungan, di Inggris saja ada 264 juta sikat gigi yang dibuang karena lewat batas pakai. Kalkulasi ini belum memperhitungkan model sikat gigi listrik yang di dalamnya terdapat baterai yang tentu sangat tidak ramah lingkungan.

Sama seperti plastik, sikat gigi pun baru bisa terurai setelah 200-700 tahun. Selama itu, tulis Massachusetts Institute of Technology, plastik akan mengeluarkan gas rumah kaca. Dan jika berada di laut akan mematikan kehidupan zooplankton yang memiliki peran untuk menyerap karbon.

Sayang, mengurai permasalahan limbah sikat gigi tidak seperti benda-benda lain, alias sangat sulit. Sebab, sikat gigi memiliki peran yang tidak tergantikan. Jika mengganti gagangnya dengan bambu pun, tetap saja bulu sikatnya menggunakan nilon.

"Sangat sulit untuk menemukan opsi sikat bebas plastik. Plastik biodegradable tidak selalu lebih baik untuk bumi daripada plastik yang lebih tradisional," tulis jurnalis Alejandra Borunda di National Geographic.

Beranjak dari sini, mungkin kita harus memikirkan kembali menyikat gigi menggunakan bahan alam semacam siwak atau beralih sepenuhnya ke sikat gigi ramah lingkungan, meski harus merogoh kocek lebih dalam.

6 dari 6 halaman

Penyebab Kerusakan Alam Semesta Perspektif Islam

Menukil Istiqlal.or.id, Peristiwa perubahan pola cuaca di berbagai kawasan memakan korban jiwa tidak sedikit. Kerusakan di muka bumi dan di lautan tidak lain terjadi karena buah tangan manusia. Dampak dari kerusakan ini kemudian berimbas kepada bukan hanya pelaku kerusakan, tetapi juga kepada seluruh semesta raya. Allah dalam Surat Ar-Rum/30 ayat 41, memperingatkan manusia:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Surat Ar-Rum/30: 41).

Ayat ini umumnya dijadikan sebagai pengingat bahwa pemiliharaan keseimbangan ekosistem adalah tanggungjawab manusia. Adapun sahabat Abu Bakar As-Shiddiq menafsirkan kerusakan di darat dan di laut sebagai kerusakan ucapan dan qalbu manusia. Kerusakan lisan dan qalbu melalui kemungkaran-kemungkaran itu diratapi manusia dan malaikat. Penafsiran Abu Bakar RA itu berbeda dengan pemahaman sepintas yang biasa dipahami kebanyakan pembaca teks Al-Qur'an. Menurutnya:

البر هو اللسان والبحر هو القلب فإذا فسد اللسان بالسب مثلا بكت عليه النفوس أى الأشخاص من بني آدم وإذا فسد القلب با لر ياء مثلا بكت عليه الملاءكة

Artinya : “Darat adalah lisan dan laut adalah qalbu. Jika lisan telah rusak dengan caci maki misalnya, maka jiwa-jiwa anak Adam menangis. Jika qalbu telah rusak sebab riya misalnya, maka malaikat menangis”.

Hati manusia memiliki kedalaman dan keluasan sebagaimana lautan. Manusia bisa memasukkan apa saja kedalam hatinya, kebaikan ataupun keburukan. Dan bila telah rusak hati manusia karena terlalu banyak memasukkan kebesaran dunia sehingga melupakan kebesaran Allah Yang Maha Besar maka yang keluar dari lisannya akan rusak. 

Lisan seharusnya dipergunakan untuk dzikrullah, mengatakan hanya kalimat yang penting dan kalimat yang baik saja. Dengan rusaknya hati, lisan memproduksi banyak fitnah dan bencana.

Terlepas dari itu semua, bahwa alam semesta berperilaku sesuai dengan perintah dan izin dari Allah subhanahu wata'ala. Maka ketika manusia sangat terkejut dan terheran-heran dengan terjadinya gonjang-ganjing bumi, bumi menjawab;

بِاَنَّ رَبَّكَ اَوْحٰى لَهَاۗ ٥

Artinya : “Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya." (QS. Az-Zalzalah/99 : 5)

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.