Sukses

Heboh Mahasiswa Unhas Mengaku Gender Netral, Lidmi: Itu Bukan Keberanian, Itu Bentuk Penyimpangan

Beberapa waktu terakhir, publik dibikin heboh oleh video seorang mahasiwa Universitas Hasanuddin (Unhas) mengaku gender netral atau non-biner

Liputan6.com, Purwokerto - Beberapa waktu terakhir, publik dibikin heboh oleh video seorang mahasiwa Universitas Hasanuddin (Unhas) mengaku gender netral atau non-biner. Mendadak sontak, unggahan itu pun trending di berbagai linimassa.

Video ini memicu perdebatan dan polemik di kalangan masyarakat umum. Sebagian mengkritik perilaku mahasiswa tersebut dan sebaliknya ada pula yang mengkritik sikap dosen yang dianggap mendiskriminasi si mahasiswa yang jujur mengakui bahwa dia non-biner atau nonbinary.

Menanggapi video ini, Asrullah, Ketua Umum Pengurus Pusat Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (PP Lidmi) sangat menyayangkan sikap mahasiswa tersebut. Menurut dia tindakan tersebut justru amoral.

"Konstitusi benar memberikan jaminan terhadap kebebasan berekspresi dan bersikap, namun kebebasan itu juga tidak boleh melawan norma hukum, norma kesusilaan, norma sopan santun maupun norma agama. Bahkan secara spesifik jika membaca perdebatan risalah pembentukan konstitusi kita, konstruksi paradigma moral-agama itu sangat kental. Apa yang dilakukan oleh pimpinan kampus tersebut sudah tepat dan sejalan dengan spirit konstitusi serta tujuan pendidikan nasional," katanya, dalam keterangannya, dikutip Senin (22/8/2022).

“Negara kita mengakui bahwa hanya terdapat 2 jenis kelamin. Sehingga pertanyaan dari WD 3 yang merupakan pimpinan kampus itu sudah tepat. Bahkan mengeluarkan anak tersebut adalah bagian pembelajaran agar mahasiswa memahami dengan baik norma dan aturan yang ada,” lanjutnya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pergeseran Makna Gender

Dia mengakui, memang dalam diskursus dan kajian sosial, gender telah mengalami pergeseran makna. Pada awalnya gender dimaknai sama dengan jenis kelamin sebagai suatu yang teridentifikasi sejak lahir.

Namun, seiring dilakukannya berbagai riset, pendekatan gender kini dimaknai sebagai persoalan konstruk sosial.

Menurut Alumnus Fakultas Hukum Unhas ini, gender sebagai sebuah konstruk sosial tidak seharusnya diterima secara mentah-mentah tanpa adanya nalar kritis. Perlu kiranya kita memahami alur dan histori konstruksi metodologis dari bahasan gender, seks, dan seksualitas itu.

“Jika kita melihat sejarah fenomena dan diskursus gender, seks, dan seksualitas sebagai sebuah wacana maka kita harus melihat genealogi kelahirannya jauh pada abad ke-17 di Prancis. Tesis awal Barat berkaitan dalam melihat gender sangat tendensius diakibatkan isu dan pengalaman sejarah di Barat sendiri yang misogini dan penuh disparitas,” ungkapnya.

Oleh karena itu, problem terbesarnya terletak pada pemahaman dan interpretasi kita terhadap seks, gender, dan seksualitas. Jika hanya dibasiskan pada diskresi personal, maka akan sangat berpotensi meruntuhkan otoritas agama dalam mengkonstruksi gender yang telah ditetapkan.

Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia, lembaga yang dipimpin Asrullah, menyatakan dengan tegas penolakan terhadap segala jenis unsur LGBTQ+ yang berpotensi merusak moral bangsa. Kampanye LGBT ini pada akhirnya menjadi bumerang bagi terwujudnya insan bangsa intelektual dan beradab yang saat ini berada pada pundak para pemudanya.

3 dari 3 halaman

Non-biner atau Non-binary Adalah

Lantas apa itu sebenarnya non-binary atau nonbiner?

Umumnya identitas gender hanya ada dua yaitu laki-laki dan perempuan. Namun ada istilah identitas gender yang lain yaitu non-binary yaitu sebuah istilah untuk merujuk pada seseorang yang tidak mengidentifikasi dirinya sebagai laki-laki atau perempuan.

Sehingga kelompok non-binary ini tidak menggambarkan diri mereka secara khusus berdasarkan jenis kelamin pria ataupun wanita.

Bahkan kata ganti orang ketiga atau jamak dari orang-orang yang mengakui bahwa dirinya mempunyai identitas gender non-biner maka menyebut dirinya sebagai “mereka” bukan “dia”. Penggunaan kata “dia” dianggap sebagai kata ganti yang merujuk kepada satu jenis kelamin khusus saja sebagai pria ataupun wanita.

Orang yang mengakui bahwa dirinya adalah non-binary juga menganggap bahwa diri mereka tersebut mempunyai dua jenis kelamin sekaligus, meskipun mereka sebetulnya hanya punya satu jenis kelamin atau dua sekalipun.

Non-binary sendiri sangat berbeda dengan transgender sebab transgender merupakan orang yang mengakui jenis kelamin diri mereka berlawanan dengan anatomi seksualnya yang sudah ada sejak lahir.

Di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan beberapa negara lain memang sudah banyak orang-orang atau beberapa artis yang menganggap diri mereka adalah non-binary tapi untuk di Indonesia sendiri hal tersebut masih bertentangan sehingga pembahasan mengenai gender masih terus menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Tim Rembulan

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.