Sukses

Bertandang ke Masjid Raya Al-Osmani, Masjid Pertama di Kota Medan

Masjid pertama di Kota Medan ternyata sudah berusia 154 tahun. Saat perombakan pada masa Sultan Deli ke-8, pembuatan masjid itu melibatkan arsitek dari Jerman.

Liputan6.com, Medan - Selama ini, masyarakat menganggap Masjid Raya Al-Mashun atau Masjid Raya Medan yang terkenal di Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Medan Kota, sebagai masjid tertua. Ternyata, gelar sebagai masjid pertama di Kota Medan dimiliki oleh Masjid Raya Al-Osmani yang berada di Jalan KL Yos Sudarso, Medan Labuhan.

Jika Masjid Raya Al-Mashun mulai dibangun pada 1906 dan selesai pada 1909, Masjid Raya Al-Osmani dibangun pada 1854 oleh Raja Deli ke-7, yaitu Sultan Osman Perkasa Alam dengan menggunakan bahan kayu pilihan. Pada 1870 hingga 1872, masjid dibangun permanen oleh anak Sultan Osman, yakni Sultan Mahmud Perkasa Alam, Raja Deli ke-8.

Ketua Badan Kenaziran Masjid (BKM) Raya Al-Osmani, Ahmad Faruni mengatakan pada masa kejayaan Sultan Osman Perkasa Alam, masjid itu disebut dengan Masjid Raya Al-Osmani Labuhan Deli. Saat itu, masjid berbentuk panggung berbahan kayu dengan ukuran 16 meter x 16 meter.

"Mengapa bentuk panggung, karena melihat kondisi alam pada waktu itu memungkinkan seperti itu. Dengan masa kejayaan Sultan Osman mendirikan rumah ibadah yang sangat sederhana. Tujuannya untuk mengumpulkan umat Islam, terutama Suku Melayu yang berkembang saat itu," kata Faruni saat ditemui Liputan6.com, Rabu, 23 Mei 2018.

Pembangunan Masjid Raya Al-Osmani Labuhan Deli pada awalnya juga bertujuan sebagai tempat sultan dan rakyatnya bertemu. Sehabis masa Sultan Osman Perkasa Alam, ia digantikan dengan sultan ke-8, Sultan Mahmud Perkasa Alam, anak kandung Sultan Osman.

Pada masa Sultan Mahmud lah terjadi perombakan besar-besaran pada Masjid Raya Al-Osmani. Masjid panggung berbahan kayu diubah berbahan batu seperti yang terlihat hingga saat ini. Pembangunan di masa Sultan Mahmud memakan waktu dua tahun karena memikirkan model arsitekturnya.

Faruni mengungkapkan, arsitek yang membangun Masjid Al-Osmani secara permanen berasal dari Jerman. Kemudian, mereka berdiskusi bagaimana membuat masjid tersebut tersebut tidak hanya populer pada saat itu, tetapi juga awet pada masa-masa akan datang.

Sultan Mahmud kemudian memberi waktu tiga bulan kepada arsitek tersebut untuk mencari wawasan tentang masjid.

"Alhamdulilah, dengan keuletan dari arsitektur beserta Sultan Mahmud, akhirnya Masjid Raya Al-Osmani terbangun dengan memiliki unsur arsitektur dengan seni yang beragam, mulai dari seni India, Timur Tengah, Eropa, China dan diselimuti oleh Melayu," jelasnya.

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dari Deli hingga Eropa

Faruni menerangkan bila diamati satu per satu, sentuhan Eropa dapat dilihat dari bentuk bangunan masjid yang minimalis. Sementara, nuansa India terlihat di ruang utama masjid, yaitu bagian atas atau kubah yang mirip dengan Taj Mahal.

Kemudian dari sisi Timur Tengah bisa dilihat dari tiang-tiang yang mirip dengan masjid yang ada di Timur Tengah. Sedangkan, unsur budaya China terlihat dari pintu-pintu masjid dengan motif-motif China.

Terakhir, sentuhan Melayu Deli bisa dilihat dari dua warna pada Masjid Raya Al-Osmani, yaitu kuning dan hijau. Warna kuning pada masjid melambangkan suku Melayu Deli, sedangkan warna hijau melambangkan keislamannya.

"Artinya, Melayu sangat menjunjung tinggi adat budaya istiadat serta agama sebagai fondasi menegakkan agama Islam," kata Faruni yang sudah menjadi bagian BKM masjid sejak 2010.

Hingga kini, Masjid Raya Al-Osmani lebih kurang sudah tujuh kali direnovasi, yaitu mulai dari masjid didirikan pada 1854 dengan bahan kayu pilihan pada zaman Sultan Osman. Pada 1870 sampai 1872 dibangun menjadi bangunan permanen oleh Sultan Mahmud. Kemudian direhabilitasi oleh Deli Maatschappij pada 1927.

Selanjutnya pada 1963 sampai 1964, masjid direnovasi T Burhanuddin, Dirut Tembakau Deli II. Pada 1977 direhab dengan dana bantuan presiden di masa wali kota Madya KDH tingkat II Medan, yaitu Saleh Arifin. Pada 1991 sampai 1992 dipugar atas prakarsa Wali Kota Madya KDH tingkat II Medan, yaitu Bachtiar Djafar.

3 dari 3 halaman

Cagar Budaya

Menurut Faruni, Pemerintah Kota Medan sangat peduli dengan Masjid Raya Al-Osmani, karena memang merupakan bangunan bersejarah atau cagar budaya, serta berstatus sebagai masjid tertua di Kota Medan, sehingga harus dijaga bersama-sama.

"Masjidi ini masuk cagar budaya di 2016. Secara yuridis, Masjid Raya Al-Osmani merupakan masjid tertua. Namun diakui secara administrasi dan lainnya dijadikan cagar budaya Kota Medan," ucapnya.

Faruni juga mengatakan, pejabat setingkat menteri seperti Zulkifli Hasan, Gubernur, Pangdam, Lantamal dan beberapa pejabat lainnya, selain Wali Kota, juga pernah berkunjung ke Masjid Raya Al-Osmani. Mengingat masjid ini berada di pinggir kota, para pejabat pemerintahan masih banyak yang belum singgah ke masjid ini.

"Kalau secara geografis, letak masjid ini sekitar 20 kilometer sebelah utara dari Kota Medan. Jadi jaraknya ini mungkin yang buat masyarakat Medan, ataupun dari luar Medan banyak yang jarang mengunjungi. Mungkin begitu, ya. Padahal statusnya cagar budaya," Faruni mengatakan.

Usai wawancara dengan Faruni, Liputan6.com melakukan Salat Ashar di Masjid Al-Osmani. Seusai salat, Liputan6.com bertemu dengan seorang wanita bernama Endang. Wanita berusia 45 tahun ini mengaku datang jauh-jauh dari Surabaya, Jawa Timur, hanya untuk mengunjungi Masjid Raya Al-Osmani.

"Tadi saya berkunjung ke rumah saudara di Medan. Karena lagi di Medan, saya dan suami ingin wisata religi, dan ini salah satunya. Saya penasaran dengan masjid ini, kemudian direkomendasikan oleh saudara ke sini. Tadi saya juga sempat tadarusan, dan Salat Ashar berjemaah," tuturnya.

Menurut Endang, arsitektur Masjid Al-Osmani benar-benar mengagumkan, walaupun di beberapa bagian sudah dilakukan pemugaran, tetapi masih terlihat ciri khas bangunan lama. Hal ini membuatnya merasa tidak menyesal datang dari jauh-jauh untuk mengunjungi masjid yang usianya berkisar 154 tahun itu.

"Takjub, suasananya nyaman, sangat bersyukur bisa Salat Ashar di sini. Semoga masjid ini terus dirawat dengan baik, baik masyarakat Medan maupun pemerintah," ungkapnya.

Sementara, salah satu jemaah Masjid Al-Osmani, Zul Aceh berharap, Masjid Al-Osmani benar-benar lebih diperhatikan lagi. Tidak hanya pemerintah daerah, tetapi juga pemerintah pusat, karena Masjid Al-Osmani merupakan salah satu cagar budaya yang harus dipertahankan bangunannya.

"Kalau bisa, Pak Presiden Jokowi sekali-sekali jika ke Medan, kami harap sempatkan waktu berkunjung dan salat di sini. Itu kalau bisa. Agar masjid ini bisa lebih dikenal lagi oleh masyarakat luas. Tidak hanya Medan, tapi Indonesia, bahkan luar negeri," ujar Zull.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.