Sukses

Deteksi Dini Gangguan Metabolik, Kemenkes Anjurkan Masyarakat Terapkan Manajemen Obesitas

Dalam manajemen obesitas, masyarakat diharapkan tidak hanya fokus melulu pada berat badan, tapi lihatlah kelainan metabolik yang ditimbulkan.

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai deteksi dini diabetes, Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2TM) Kementerian Kesehatan menganjurkan manajemen obesitas bersama dokter dilakukan paling tidak satu tahun sekali.

"Untuk gerakan deteksi dini, memeriksakan paling tidak satu tahun satu kali," kata Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Direktorat P2PTM Kemenkes dr Esti Widiastuti M., MScPH pada sebuah diskusi bersama awak media di Jakarta, Jumat, dilansir Antara.

Mengenai biaya, Esti mengatakan sejauh itu dilayani di fasilitas pelayanan kesehatan primer, pemeriksaan itu akan ditanggung BPJS.

Wakil Ketua Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) Dr. dr. Gaga Irawan Nugraha, Sp.GK(K) menambahkan bahwa dalam manajemen obesitas, masyarakat diharapkan tidak hanya fokus melulu pada berat badan, tapi lihatlah kelainan metabolik yang ditimbulkan.

Semisal, belakangan sering bangun tidak dalam keadaan segar. Karena saat tidur, aluran pernapasan tertutupi lemak dan mengakibatkan dengkuran semakin keras.

Tidur mendengkur termasuk ciri kelainan metabolik yang penting untuk diatasi dengan manajemen obesitas bersama dokter.

"Jadi, lihatlah itu bukan hanya dari berat badannya, tapi juga keluhannya berkurang. Bisa juga berat badannya turun hanya lima kilogram, tetap kelainan metabolik berkurang," jelas Gaga.

Obesitas merupakan masalah global yang berdampak pada dua miliar penduduk dunia dan mengancam kesehatan masyarakat termasuk di Indonesia.

Pada 2030 diperkirakan 1 dari 5 wanita dan 1 dari 7 pria akan hidup dengan obesitas (setara dengan lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia). 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Prevalensi Obesitas pada Laki-Laki dan Perempuan Secara Global

 

Prevalensi obesitas global lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki dan jumlah terbesar orang dengan obesitas berada di negara berkembang, di mana beban ganda malnutrisi terus berlanjut dan sistem sangat kurang siap dan tidak dilengkapi dengan baik untuk mengatasi obesitas dan konsekuensinya secara efektif.

Secara global, lebih dari 160 juta tahun kehidupan sehat yang hilang disebabkan oleh indeks massa tubuh yang tinggi pada tahun 2019, dan angkanya kemungkinan akan lebih tinggi setiap tahun.

Ini berarti lebih dari 20 persen dari semua tahun kehidupan sehat yang hilang yang disebabkan oleh kesehatan kronis yang dapat dicegah.

Jika kita ingin mengatasi penyakit tidak menular, yang dapat dicegah, maka keberhasilan dalam mengatasi obesitas sangat penting.

 

3 dari 4 halaman

Peningkatan Obesitas di Indonesia

Di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terjadi peningkatan obesitas yang cukup signifikan, dari 10,5 persen di tahun 2007 menjadi 21,8 persen di tahun 2018.

Obesitas menjadi faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular seperti diabetes melitus, jantung, kanker, hipertensi dan penyakit metabolik maupun non metabolik lainnya serta berkontribusi pada penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular (5,87 persen dari total kematian), penyakit diabetes dan ginjal (1,84 persen dari total kematian).

Oleh karena itu, obesitas saat ini telah digolongkan sebagai penyakit yang perlu diintervensi secara komprehensif.

 

4 dari 4 halaman

Obesitas Masalah Multifaktor

Obesitas merupakan masalah multifaktor. Peningkatan asupan energi, perubahan pola makan dari tradisional ke modern, urbanisasi dan penurunan aktivitas fisik, semuanya berperan terhadap peningkatan obesitas.

Faktor tersebut didukung oleh kontribusi faktor lain seperti aspek sosial ekonomi, budaya, perilaku dan lingkungan.

Obesitas juga dipicu oleh kurangnya aktivitas fisik berkaitan dengan fenomena khas daerah urban yaitu berkurangnya ruang publik yang dapat dimanfaatkan sebagai arena bermain dan berolahraga.

Kemudahan mengakses sarana modern berteknologi tinggi juga menjadi faktor penyebab kurangnya aktivitas fisik remaja terutama di daerah perkotaan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.