Sukses

Heboh Virus Polio dari Vaksin Sebabkan Lumpuh Layu, Kemenkes Jelaskan Ini

Penjelasan Kemenkes RI mengenai virus Polio dari vaksin yang menyebabkan lumpuh layu.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar narasi di media sosial mengenai penularan virus Polio dari vaksin yang menyebabkan lumpuh layu. Narasi ini diunggah akun platform X @Ted*** pada 6 Januari 2024, disertai tautan artikel Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berjudul, Circulating vaccine-derived poliovirus type 2 (cVDPV2) - Indonesia.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dituding menyembunyikan fakta kasus-kasus polio karena rendahnya cakupan imunisasi polio. Menurut keterangan akun di platform X tersebut, kasus polio di Indonesia disebabkan vaksin Polio.

Menanggapi narasi adanya virus Polio dari vaksin, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi angkat bicara. 

Ditegaskan, vaksin Polio memberikan perlindungan terhadap jenis virus Polio Tipe 1, 2 dan 3 termasuk mutasinya. Adapun mutasi virus Polio yang dapat menimbulkan gejala lumpuh layu bisa terjadi pada daerah-daerah dengan anak-anak yang tidak diimunisasi lengkap.

"Vaksin Polio memberikan perlindungan untuk jenis virus Polio Tipe 1, 2, dan 3, tetapi harus diberikan lengkap imunisasi Oral Polio Vaccine (OPV) dan Inactivated Polio Vaccine (IPV)," tegas Nadia saat dikonfirmasi Health Liputan6.com pada Selasa, 9 Januari 2024.

"Virus mutasi yang berisiko menyebabkan infeksi dan muncul gejala lumpuh, terjadi di daerah yang di mana selama bertahun-tahun banyak anak tidak diimunisasi lengkap dan tidak tepat waktu."

Vaksin nOPV2 sudah Disetujui WHO dan BPOM RI

Untuk diketahui, vaksin Polio yang digunakan di Indonesia dalam Sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio saat ini menggunakan jenis vaksin novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2). Vaksin ini merupakan hasil penelitian dari Bio Farma.

WHO telah menyetujui penggunaan nOPV2 dalam keadaan darurat (Emergency Use Listing/ EUL) pada 13 November 2020. Secara uji klinis, nOPV2 memberikan perlindungan yang sama terhadap virus Polio Tipe 2.

Sebelum penerbitan EUL dari WHO, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI pada 12 November 2020 juga sudah mengeluarkan Persetujuan Penggunaan Obat dalam Kondisi Darurat (Emergency Use Authorization/EUA) untuk vaksin Polio nOPV2.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Isi Narasi Penularan Virus Polio dari Vaksin

Berikut ini narasi lengkap dalam unggahan akun platform X @Ted*** pada 6 Januari 2024 terkait virus Polio dari vaksin dan Kemenkes yang dianggap menyembunyikan penyebab kasus polio di Indonesia:

 

SKANDAL yang luar biasa!

Kemenkes menyatakan KLB Polio untuk mendorong vaksinasi Polio.

Tapi semua kasus adalah Polio tipe2 yang justru DISEBABKAN OLEH VAKSIN!!!

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20240105/1944584/temukan-kasus-lumpuh-layu-akut-akibat-virus-polio/

Sudah ada WARNING resmi oleh WHO yang disembunyikan oleh Kemenkes!

https://www-who-int.translate.goog/emergencies/disease-outbreak-news/item/2023-DON458?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=en-US&_x_tr_pto=wapp

Klaim bohong Kemenkes: Kasus2 itu disebabkan oleh rendahnya cakupan Imunisasi Polio.

Fakta: Kasus2 itu disebabkan oleh vaksin.

Penjelasan oleh WHO: "Virus polio yang diturunkan dari vaksin adalah strain virus polio yang terdokumentasi dengan baik dan bermutasi dari strain aslinya yang terkandung dalam OPV (vaksin polio). OPV mengandung virus polio hidup yang dilemahkan yang bereplikasi di usus"

Kebohongan dan tindakan Kemenkes adalah tindak pidana dan harus diadili. Hal ini sangat membahayakan anak-anak dan berpotensi menimbulkan pembunuhan jika ada di antara anak-anak tersebut yang meninggal.

 

3 dari 4 halaman

Laporan Kasus Virus Polio dari Vaksin

Adapun pada artikel Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berjudul, Circulating vaccine-derived poliovirus type 2 (cVDPV2) - Indonesia yang diunggah 17 April 2023, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia  menginformasikan kepada WHO tentang virus poliovirus jenis 2 (cVDPV2).

cVDPV2 merupakan strain virus polio yang bermutasi. Strain virus tersebut ditemukan pada tubuh anak usia 48 bulan yang menderita lumpuh layu akut (Acute Flaccid Paralysis/AFP) di Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Laporan Kemenkes RI ini diterima WHO pada 17 Maret 2023.

Penyelidikan lapangan segera diluncurkan oleh otoritas kesehatan, baik dari Dinas Kesehatan dan pemerintah pusat dengan dukungan dari mitra Global Polio Eradication Initiative (GPEI). Kasus di atas dimulai anak mengalami kelumpuhan pada 16 Februari 2023.

Hasil penyelidikan menunjukkan, anak tersebut diketahui belum pernah menerima dosis vaksin virus polio oral (OPV) atau vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV) sebelumnya. Spesimen tinja dikumpulkan pada 21 Februari 2023 dan dipastikan sebagai cVDPV2 pada 14 Maret 2023. 

Saran WHO dan Kemenkes RI, Pentingnya Cakupan Vaksinasi Polio

Virus polio yang diturunkan dari vaksin adalah strain virus polio yang terdokumentasi dan bermutasi dari strain aslinya, yang terkandung dalam vaksin OPV. OPV mengandung virus polio hidup yang dilemahkan yang bereplikasi di usus untuk jangka waktu terbatas, sehingga membentuk kekebalan dengan membangun antibodi. 

Kadang-kadang, ketika berkembang biak di saluran pencernaan, strain OPV berubah secara genetik dan dapat menyebar di komunitas yang tidak menerima vaksinasi polio sepenuhnya, terutama di daerah dengan kebersihan yang buruk, sanitasi yang buruk, atau kepadatan penduduk, tulis laporan Kemenkes ke WHO.

Semakin rendah imunitas penduduk, maka semakin lama virus ini bertahan dan semakin banyak pula perubahan genetik yang dialaminya.

 

Atas laporan Kemenkes RI, WHO memberikan saran kepada setiap negara harus mempertahankan cakupan imunisasi rutin yang tinggi dan merata di tingkat kabupaten/kota untuk meminimalkan dampak masuknya virus baru, termasuk mutasi virus Polio.

"Oleh karena itu, penting semua anak mengikuti bila ada program Sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio, di mana semua anak diberikan imunisasi polio, terutama pada daerah yang ada kasus atau Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio," Siti Nadia Tarmizi menambahkan.

 

4 dari 4 halaman

Cakupan Imunisasi Polio Minimal 95 Persen

Merespons Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio, daerah yang melaporkan kasus harus melakukan Outbreak Response Immunization (ORI), yaitu pemberian imunisasi polio massal kepada seluruh sasaran kelompok rentan.

Untuk memutus rantai penularan virus Polio, harus dipastikan cakupan ORI tinggi minimal 95 persen dan merata di seluruh wilayah. ORI dilaksanakan sekurang-kurangnya dua putaran.

"Setiap anak harus melengkapi imunisasi polio dengan cakupan tinggi minimal 95 persen dan merata supaya benar-benar terlindungi," terang Siti Nadia Tarmizi.

Sementara itu, pemberian imunisasi polio secara gratis dilakukan di seluruh fasilitas kesehatan pemerintah.

Kemenkes telah memperbarui jangka waktu pemberian imunisasi polio menjadi 6 kali, yaitu:

  1. Vaksin polio tetes (OPV) diberikan 4 kali, di usia 1, 2, 3, 4 bulan
  2. Vaksin polio suntik (IPV) diberikan 2 kali di usia 4 dan 9 bulan

Bila anak belum mendapat imunisasi, maka segera datang ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan imunisasi. Imunisasi polio lengkap dapat diberikan hingga usia 5 tahun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini