Sukses

Menko PMK Muhadjir: Jangan Berpikir Setelah Masalah Stunting Selesai Maka Semuanya Beres

Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan, ketika kelak masalah stunting terselesaikan, bukan berarti semua masalah beres.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengingatkan bahwa pembangunan manusia perlu dilakukan secara berkelanjutan.

Pasalnya, ketika kelak masalah stunting terselesaikan, bukan berarti semua masalah beres.  

"Ini harus menjadi perspektif baru BKKBN untuk menyiapkan generasi Indonesia Emas 2045. Saya mohon Pak Kepala BKKBN bisa membuat platform itu. Jangan-jangan kita ini berpikiran bahwa setelah stunting selesai, (semuanya) beres,” kata Muhadjir dalam Gebyar Bina Keluarga Balita untuk 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) yang digelar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jakarta, Selasa 12 Desember 2023.

Muhadjir menekankan pentingnya membangun manusia Indonesia berkelanjutan guna memanfaatkan bonus demografi dan menghadapi Indonesia Emas 2045.

“Ini yang harus jadi pembangunan manusia Indonesia berkelanjutan, itu harus betul-betul dipastikan,” ucap Muhadjir.

Maka dari itu, lanjut Muhadjir, pemenuhan gizi tidak hanya selesai di baduta atau bayi di bawah dua tahun, tapi sampai balita, remaja, usia produktif, dan seterusnya.

"Sekarang ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia itu 72,3. Tetapi dari skor sebenarnya kita sudah lumayan bagus yaitu 72,3. Itu artinya apa? Artinya termasuk negara yang IPM tinggi. Jadi kan ada rendah, sedang, tinggi dan yang terakhir itu sangat tinggi.”

Untuk mencapai tingkat yang sangat tinggi, skornya harus 80 atau lebih. Sementara, di dunia ini tidak sampai 20 negara yang sudah mencapai tingkat IPM sangat tinggi.

“Nah Indonesia untuk bisa mencapai sangat tinggi itu berarti masih butuh sekitar 8 poin. Tapi luar biasa saya berkunjung ke beberapa daerah itu sudah banyak yang mendekati sangat tinggi," jelas Muhadjir Effendy.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Generasi Lebih Sehat dapat Terlihat dari Prestasi di Olimpiade

Muhadjir pun menyampaikan, generasi yang lebih sehat, lebih cerdas, lebih kuat, dan berbudi mulia, dapat dilihat salah satunya dari standar tinggi badan yang semakin tinggi.

“Selama kita nggak tinggi-tinggi, sepak bolanya ya kalah terus. Jadi ukurannya sebetulnya gampang. Kita akan maju tidaknya di Indonesia itu nanti sepak bolanya bisa lolos di Olimpiade atau nggak, kalau belum, belum maju menurut saya,” ujar Muhadjir.

Guna menuju Indonesia Emas 2045, Muhadjir mengatakan masih butuh waktu 22 tahun lagi.

“Ibu-ibu bisa menghitung, bayi yang lahir sekarang berarti tahun 2045 umurnya 22 tahun. Yang sekarang umur yang 10 tahun berarti nanti 32 tahun. Mereka harus disiapkan apa, sehingga nanti tahun 2045 mereka akan menjadi apa? Apa menjadi presiden, atau menjadi menteri, yang paling bahaya itu kalau ternyata kita tidak bisa menjadi apa-apa,” ujar dia.

3 dari 4 halaman

Dasar Kekhawatiran Soal Generasi Pengisi Indonesia Emas 2045

Kekhawatiran Muhadjir soal generasi yang akan mengisi Indonesia Emas 2045 didasari banyak contoh. Ada beberapa negara yang sudah memanen bonus demografi tetapi tidak membuat negaranya menjadi maju.

“Itu yang disebut dengan middle income trap. Seperti misalnya Afrika, beberapa negara Afrika, kemudian beberapa negara Amerika Selatan, itu banyak yang dulu sudah panen bonus demografi tapi tidak bisa memanen karena tidak bisa memanfaatkan momentum itu.”

“Dan ini tulang punggungnya adalah BKKBN. Dan seluruh stakeholder yang terlibat, mulai dari ibu-ibu TNI polri sampai bupati wali kota gubernur, kemudian masyarakat itu harus betul-betul bertanggung jawab," kata Muhadjir.

4 dari 4 halaman

Perlu Kehati-hatian Dalam Menyiapkan SDM

Senada dengan Muhadjir, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan bahwa perlu kehati-hatian dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

"Jadi 2035 terjadi aging population, pada tahun tersebut banyak orangtua yang pendidikannya rendah, ekonominya juga rendah. Nah, inilah yang menjadi PR (pekerjaan rumah) kita bersama.”

“Inilah yang perlu kita hati-hati bersama dalam menyiapkan sumber daya manusia,” kata Hasto.

Dia pun menitip pesan kepada para orangtua untuk betul-betul mendampingi keluarga di sekitarnya.

“Bangunlah jiwanya, bangunlah raganya, stunting baru membangun raganya, tetapi jiwanya belum. Karena apa gunanya kita gagah tinggi, tapi senyum sendiri ngomong sendiri? Apa gunanya kita tidak stunting, gagah tinggi besar, tetapi mental disorder error. Kalau ada dia pasti kacau, hati-hati, hari ini angkanya 9,8 persen," ucap Hasto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.