Sukses

BPOM Tingkatkan Pengawasan Farmakovigilans Lewat Perencanaan Manajemen Risiko

Penerapan kewajiban penyusunan dokumen RMP dilakukan secara bertahap.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus berupaya meningkatkan pengawasan farmakovigilans melalui Perencanaan Manajemen Risiko (Risk Management Plan/RMP).

Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan, revitalisasi farmakovigilans menjadi salah satu inovasi yang dilakukan oleh pihaknya.

"Salah satu inovasi yang dilakukan BPOM adalah revitalisasi sistem farmakovigilans yang efektif melalui terbitnya Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2022 tentang Penerapan Farmakovigilans," tutur Penny.

Salah satu tahapan implementasi farmakovigilans yang sesuai peraturan tersebut, kata Penny, adalah penyusunan RMP oleh industri farmasi yang merupakan bagian dari pengawasan pre-market. 

Untuk itu, BPOM menyelenggarakan workshop RMP selama tiga hari pada 19-21 September 2023 di Jakarta. Dalam workshop tersebut, para pakar memaparkan materi teknik penyusunan RMP, review dan evaluasi, serta penilaian risiko lingkungan untuk sektor farmasi. Sejumlah 350 peserta yang mengikuti workshop pun diminta menyusun dokumen untuk dipresentasikan secara berkelompok.

Penny menjelaskan, RMP merupakan dokumen yang dirancang untuk mengidentifikasi, menentukan karakteristik, mencegah atau meminimalisasi risiko obat sebelum diedarkan sehingga farmakovigilans bisa diimplementasikan dengan efektif pada saat obat beredar.

"Industri farmasi memiliki kewajiban untuk menyusun dokumen RMP secara holistik yang mencakup proses pengembangan hingga distribusi produk. Dokumen ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen registrasi produk," tutur Penny. 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penerapan Kewajiban Penyusunan RMP Dilakukan Bertahap

Penerapan kewajiban penyusunan dokumen RMP dilakukan secara bertahap. Berdasarkan data periode Januari-Agustus 2023, persentase penyerahan dokumen RMP baru mencapai 30% dari seluruh permohonan registrasi obat baru yang diterima oleh BPOM. Hal ini menjadi alasan BPOM menyelenggarakan workshop.

Selain untuk membantu industri farmasi dalam penyusunan dokumen RMP sebagai bagian dari dokumen registrasi, workshop ini juga bertujuan untuk memperkuat kapasitas BPOM dan industri farmasi dalam penerapan RMP, termasuk environmental risk assessment (ERA) di tahap registrasi obat sekaligus memperkuat pengetahuan dan kapasitas evaluator BPOM dalam evaluasi dokumen RMP.

 

3 dari 3 halaman

RMP untuk Identifikasi Risiko Produk

Secara garis besar, penyusunan dokumen RMP bertujuan untuk mengidentifikasi dini risiko produk dan area yang memerlukan evaluasi lebih lanjut. Selain itu RMP juga dibutuhkan untuk melakukan perencanaan penelitian/studi baru untuk mengidentifikasi dan mengenali risiko. Selain mengidentifikasi risiko obat pada pasien, RMP juga dapat mengidentifikasi risiko agar tidak memberikan efek atau dampak buruk pada lingkungan.

“Satu persyaratan registrasi yang mensyaratkan adalah dokumen RMP yang di dalamnya terdapat satu aspek yaitu ERA. Mengidentifikasi dari awal kira-kira risiko/dampaknya pada lingkungan, dan apa plan of actionnya agar risiko itu tidak terjadi,” ujar Kepala BPOM.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini