Sukses

Mandatory Spending Hilang, Kemenkes: Sekarang Bikin Program Dulu, Baru Duitnya Disiapkan

Anggaran kesehatan sekarang berbasis kinerja dengan perencanaan program terlebih dahulu, baru uangnya disiapkan.

Liputan6.com, Jakarta Sejalan dengan dihapuskannya besaran anggaran wajib atau mandatory spending dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, anggaran kesehatan akan berbasis kinerja. Mekanisme ini istilahnya money follow program, yang berarti penganggaran akan mengikuti program yang direncanakan.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Mohammad Syahril menjelaskan, implementasi anggaran kesehatan money follow program nanti terlihat dalam rencana induk bidang kesehatan yang sedang dibahas antara pemerintah pusat dan daerah.

Dalam hal ini, dimasukkan ke dalam suatu daftar perencanaan, program apa saja yang akan dilakukan. Setelah itu, baru disiapkan anggarannya.

"Sekarang itu, programnya apa, kegiatannya apa, jadi dievaluasi bareng-bareng antara pusat dan daerah. Kita nanti ketemu deh di satu wadah, lalu di acc (accedere), disetujui," jelas Syahril saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Kamis, 10 Agustus 2023.

"Jadi jangan ke balik ya, money follow program. Kalau dulu kan, program follow money, berapa duitnya dihabiskan dulu. Sekarang program dulu, baru uangnya disiapkan gitu."

Lagi Disiapin Semua

Rencana induk bidang kesehatan saat ini juga masih dipersiapkan. Perencanaan ini nanti dilaporkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Iya, rencana induk kesehatan sedang dibahas terus. Disiapin semua juga, dan ini bukan hanya (sektor) kesehatan, tapi yang lain juga. Kita ke Kemenkeu, karena semua anggarannya dari Kementerian Keuangan," lanjut Syahril.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Banyak Program yang Tidak Menyasar Langsung

Mekanisme money follow program diterapkan lantaran banyak pemanfaatan anggaran kesehatan tidak menyasar terhadap penanganan kesehatan langsung secara jelas.

Misalnya, anggaran untuk stunting sebesar Rp10 miliar malah ada yang dipakai untuk perbaikan pagar Puskesmas.

"Makanya, Bapak Presiden menyoroti, banyak program yang tidak bersentuhan langsung dengan sasarannya. Contoh kemarin kan disebutkan stunting, ada yang (anggarannya) untuk perjalanan dinas, untuk pertemuan, buat pagar Puskesmas, macam-macam gitu," Mohammad Syahril menerangkan.

"Akhirnya, yang diberikan ke pasiennya ya hanya 20 persen, sekitar Rp2 miliar untuk beli telur dan makanan tambahan untuk stunting."

3 dari 4 halaman

Percepat Program Prioritas Kesehatan

Pada konferensi pers Sabtu (15/7/2023), Mohammad Syahril mengatakan, penganggaran di bidang kesehatan akan mengikuti program yang direncanakan (money follow program) selepas Undang-undang (UU) Kesehatan disahkan.

Seperti diketahui dalam UU tersebut, pemerintah dan DPR RI sepakat menghapus anggaran wajib (mandatory spending) di bidang kesehatan sebesar 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD di luar gaji.

Syahril menilai, mekanisme penganggaran money follow program akan lebih efektif untuk mempercepat program prioritas di bidang kesehatan. Sebaliknya, jika dipatok harus sekian persen, maka anggaran akan terbuang percuma, tanpa mengintensifkan program yang disasar.

"Jadi kesimpulannya adalah money follow program. Jangan di balik, kalau dulu program follow money, berapa duit kita habiskan, enggak jelas," paparnya.

"Sekarang, saatnya kita melakukan perbaikan demi untuk kemaslahatan ke depan."

4 dari 4 halaman

Tak Perlu Harus Mandatory Spending

Melalui mekanisme money follow program, anggaran di bidang kesehatan akan berbasis pada kinerja.

Menurut Mohammad Syahril, saat ini adalah waktu yang tepat untuk segera melakukan perbaikan, termasuk di bidang anggaran.

"Insya Allah, dengan UU Kesehatan ini memberikan keyakinan kita bahwa termasuk tadi, penganggaran tidak perlu harus mandatory spending, tapi dengan berbasis kinerja program transformasi layanan," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini