Sukses

Menkes Budi Akui Pendapatan Dokter di Indonesia Belum Merata

Pendapatan dokter di Indonesia termasuk dari sisi jasa pelayanan dan tunjangan belum merata.

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah problem persebaran dokter yang tidak merata, rupanya pendapatan dokter di Indonesia sendiri pun belum merata. Pendapatan ini diperoleh dalam berbagai jenis seperti gaji, pemasukan jasa pelayanan (jaspel), tunjangan ataupun Take Home Pay (THP).

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengakui pendapatan dokter (income) di Indonesia belum merata. Padahal, menjadi dokter tentu mempunyai ekspektasi terhadap jumlah minimum pendapatan lebih tinggi.

Income dokter itu belum merata, saya enggak bilang kecil. Kenapa? Karena ada (profesi) yang sangat besar (income-nya),” ujarnya saat sesi ‘Dialog Nusantara: Mewujudkan Sila ke-5 Pancasila Melalui Pembangunan Layanan Kesehatan yang Merata di Seluruh Indonesia’ pada Minggu, 9 April 2023.

“Dan jujur saya lihat ekspektasi mungkin lebih tinggi dibandingkan profesi lain. Jadi dokter memiliki ekspektasi terhadap ya minimal income-nya mereka lebih tinggi.”

Problem Database Pendapatan Dokter

Selain itu, Budi Gunadi melanjutkan, database jumlah pendapatan dokter di Indonesia sangat kurang. Hal ini membuat masih kurangnya gambaran informasi, berapa kisaran pendapatan dokter.

“Berbeda dengan banyak profesi, profesi ini (dokter) database-nya enggak bagus. Saya udah pernah kerja di profesi lain (di perbankan). Itu bisa dengan mudah kita bandingkan,” katanya.

“Misalnya, customer service BCA, customer service Bank Mandiri, customer service Bank Danamon, itu ada salary survey-nya setiap tahun. Jadi kita tahu berapa."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tidak Ada Pencatatan Pendapatan Dokter

Disampaikan kembali oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin, database pendapatan dokter di Indonesia sangat sulit terlihat. Sebab, tidak ada pencatatan secara pasti.

“Kalau yang contoh customer bank tadi itu bener-bener real dan tiap tahun diupdate (diperbarui), sedangkan (database pendapatan) dokter itu enggak ada, kecuali dilakukan research (penelitian),” ujarnya.

Wajibkan Pencatatan di RS

Demi melihat gambaran pendapatan dokter, Budi Gunadi nantinya akan mewajibkan pencatatan tersebut. Pencatatan ini dapat dilakukan di Rumah Sakit (RS), khususnya RS Vertikal milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

“Nah, jadi saya nih saya mau wajibkan agar datanya nanti masuk, at least Rumah Sakit saya bisa suruh kan, ya kalau Rumah Sakit Kemenkes,” ucapnya.

“Nanti didata, berapa pendapatan dari gaji, dari penghasilan kalau dianya Pegawai Negeri Sipil (PNS), ditambah pendapatan dari jasa pelayanan.”

3 dari 3 halaman

Tunjangan Dokter Spesialis

Dari sisi pendapatan, Kemenkes telah memberikan suntikan tunjangan bagi dokter spesialis yang mengikuti program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS). Program PGDS merupakan program sukarela yang ditujukan untuk pemerataan layanan dokter spesialis. 

“Kita dengan sukarela menggunakan program PGDS, pendayagunaan dokter-dokter spesialis. Mereka itu kita itu berikan (insentif) kepada dokter spesialis sekitar Rp30 jutaan ya. Nah daerah juga memberikan tambahan insentif,” kata Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya di Hotel Gran Melia, Jakarta beberapa waktu lalu.

Besaran Tunjangan Dokter Spesialis per Bulan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/545/2019 tentang Besaran Tunjangan Peserta Penempatan Dokter Spesialis Dalam Rangka Pendayagunaan Dokter Spesialis terpapar besaran tunjangan per bulan.

Tunjangan dokter spesialis dilihat sesuai rumah sakit daerah penempatan. Berikut ini besaran tunjangan per bulan dari program Pendayagunaan Dokter Spesialis: 

  1. Rumah sakit daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan: Rp30.012.000
  2. Rumah sakit rujukan regional: Rp25.505.000
  3. Rumah sakit provinsi: Rp24.050.000
  4. Rumah sakit pemerintah daerah lainnya: Rp27.043.000
  5. Rumah sakit pemerintah pusat lainnya: Rp22.500.000

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini