Sukses

Nakal Mau Cuti, Banyak Pasien Minta Surat Sakit dengan Jangka Waktu Panjang

Terhalang jatah cuti yang habis, tak sedikit pasien meminta sepucuk surat sakit dengan jangka waktu berlebihan pada dokter.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam setahun, masing-masing karyawan biasanya sudah memiliki jatah cuti tersendiri. Namun ternyata tak sedikit yang merasa jatah tersebut tidak cukup dan ingin menambahnya dengan sepucuk surat sakit.

Ketua Bidang Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr dr Beni Satria mengungkapkan bahwa sejatinya surat sakit dibuat karena berkaitan dengan kondisi sakit seseorang. Serta, ditujukan untuk upaya pemulihan.

Tetapi, ada saja pasien yang meminta surat sakit dibuatkan dengan jangka waktu panjang. Padahal kondisinya tidak mengharuskan pasien istirahat dalam waktu lama. 

"Maaf, mungkin nakalnya karena mau cuti, mau liburan, mau menambahkan imun. Akhirnya karena tidak masuk satu hari, minta surat keterangan sakit dokter," ujar Beni dalam media briefing ditulis Rabu, (28/12/2022).

"Hati-hati. Kenapa saya sampaikan hati-hati? Di dalam kode etik kedokteran, di Pasal 7 ada ketentuan yang mengatur kalau dokter dilarang mengeluarkan surat keterangan sakit ada atau tidak adanya penyakitnya sementara dia tidak ketahui kebenarannya."

Beni menjelaskan, seringkali di lapangan, memang banyak pasien yang justru meminta sendiri surat sakitnya. Termasuk surat sakit dengan jangka waktu istirahat yang lama atau tidak sesuai dengan kebutuhan pasien.

"Kebanyakan di lapangan saya berpraktik, pasien itu kondisinya berjalan baik, masih bisa beraktivitas. Setelah dilakukan pemeriksaan, 'Dok, bisa minta surat sakit enggak? Untuk enam hari' katanya. Nah tentu di sini dokter harus berhati-hati," kata Beni.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Surat Sakit Ada Aturan Hukumnya

Kehati-hatian dokter sendiri mengacu pada konsekuensi etik dan hukum yang berlangsung. Jikalau terbukti melanggar, maka bukan tidak mungkin dokter akan terkena sanksi etik dan hukum atas surat sakit tersebut.

Beni mengungkapkan bahwa ada larangan untuk dokter mengeluarkan surat sakit ada atau tidaknya penyakit, jika dokter tidak benar-benar mengetahui kondisi orang yang bersangkutan.

"Dokter tersebut bisa dikenakan sanksi etik karena melanggar Pasal 7 Kode Etik Kedokteran yaitu mengeluarkan surat keterangan atau membuat surat keterangan medis yang tidak didasarkan pada hasil pemeriksaan," ujar Beni.

Sebelumnya, Beni pun menjelaskan, surat sakit idealnya tidak boleh diminta apalagi request waktunya oleh pasien. Hal tersebut harus disarankan sendiri oleh dokternya berdasarkan hasil pemeriksaan.

"Prinsipnya, surat keterangan itu diberikan, bukan diminta. Maksudnya apa? Surat keterangan itu seharusnya kita tidak diminta oleh pasien, idealnya," tegas Beni.

3 dari 4 halaman

Ketentuan Memberikan Surat Sakit

Lebih lanjut Beni mengungkapkan bahwa saat dokter kedatangan pasien, ada serangkaian pemeriksaan yang perlu dilakukan. Mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tunjangan, pembentukan diagnosis, dan penatalaksanaan.

"Jadi begitu ada dokter menerima pasien dan dia melihat kondisi pasiennya itu membutuhkan istirahat, maka dokter baru mengeluarkan surat keterangan agar yang bersangkutan istirahat," ujar Beni.

Sedangkan dalam hal menentukan durasinya, Beni menjelaskan jikalau lamanya surat sakit berlaku sepenuhnya adalah kewenangan dokter yang memeriksa. Lagi-lagi, seharusnya tidak bisa diminta oleh pasien.

"Mengenai hari, berapa lama sih? Ada yang tiga hari, dua hari, mungkin seminggu, ada yang mungkin sebulan. Itu kewenangan mutlak seorang dokter," ujar Beni.

"Contoh, jika pasien itu hanya pusing, demam, keseleo, masuk angin, tiga hari maksimal cukup. Silahkan dia kontrol kembali (jika) setelah habis dan membutuhkan istirahat (tambahan). Nanti dokter akan memeriksa lagi."

4 dari 4 halaman

Dokter yang Membuat Harus Sesuai Kompetensi

Dalam kesempatan yang sama, Beni mengungkapkan bahwa dokter yang membuat surat sakit pun harus sesuai dengan kompetensi. Misalnya, dokter umum seharusnya tidak bisa mengeluarkan surat untuk pasien yang sakit gigi dan menyarankannya untuk istirahat selama beberapa hari.

Bila merujuk pada aturan yang berlaku, masing-masing dokter hanya diperbolehkan memberi surat sakit yang sesuai dengan profesinya. Terlebih, ada serangkaian proses yang harus ditempuh jikalau dokter hendak mengeluarkan surat itu.

"Dokter gigi pun dalam mengeluarkan surat keterangan hanya terkait dengan profesinya sebagai dokter gigi --- Itu wewenangnya dokter gigi, bukan dokter umum," ujar Beni.

"Jadi masing-masing harus sesuai dengan kewenangan dan profesi masing-masing. Itu dulu yang perlu diluruskan. Artinya, dokter umum juga tidak boleh mengeluarkan terkait istirahat seorang pasien yang dia sakit gigi."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.