Sukses

RI Segera Masuk Endemi COVID-19 pada 2023, Ini Respons Menkes Budi

Tanggapan soal kabar Indonesia akan masuk endemi COVID-19 pada 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Akhir tahun 2022 yang tinggal menghitung hari, kabar Indonesia segera masuk endemi COVID-19 pada 2023 kembali mencuat. Bahkan, ada juga informasi yang beredar bahwa Indonesia akan mengakhiri status pandemi COVID-19 pada Maret 2023 mendatang.

Lantas, apakah sudah ada keputusan terbaru pemerintah soal perubahan status pandemi COVID-19 tahun depan?

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menanggapi informasi tersebut. Menurut dia, belum ada keputusan resmi mengenai hal tersebut.

Status pandemi dan endemi akan dikoordinasikan bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebab, kondisi pandemi bersifat global.

"Kalau masalah pandemi dan endemi kan kita harus koordinasi sama WHO juga. Karena pandeminya kan (bersifat) global, bukan lokal," kata Budi Gunadi saat diwawancarai Health Liputan6.com usai acara "Anugerah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) Awards Tahun 2022" di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI Jakarta pada Selasa (6/12/2022).

Untuk saat ini, Budi Gunadi bersyukur situasi COVID-19 di Indonesia sudah terkendali. Walaupun ada kenaikan kasus COVID-19 akibat varian XBB dalam beberapa bulan terakhir ini, kondisi tetap terkendali dan Indonesia masih berada di Level 1 Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). PPKM Level 1 di seluruh Indonesia pun diperpanjang sampai 9 Januari 2023.

"Tapi yang ingin saya sampaikan, Alhamdulillah sampai sekarang situasi terkendali untuk penyebaran COVID-19 di Indonesia," ucap Budi Gunadi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Belum Ada Keputusan Pemerintah

Terkait perubahan status menjadi endemi COVID-19 di Indonesia tahun 2023 juga mendapat sorotan dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto. Ia menegaskan bahwa pemerintah belum memutuskan mengenai perubahan status tersebut.

Pengendalian COVID-19 tetap dilakukan dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan percepatan vaksinasi COVID-19.

"Belum ada keputusan apa pun termasuk status (perubahan) pandemi," tegas Suharyanto saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat baru-baru ini.

Ada juga muncul kabar di internet yang memuat pemberitaan bahwa Satgas COVID-19 akan segera dibubarkan pada tahun 2023 mendatang. Dikatakan, pembubaran Satgas Penanganan COVID-19 seiring dengan perubahan status pandemi menjadi endemi COVID-19 di tahun depan.

Suharyanto menanggapi, pihaknya belum mendapat informasi rinci soal pembubaran tersebut.

Sampai saat ini, Satgas Penanganan COVID-19 terus bekerja. Terlebih lagi situasi global masih berstatus pandemi COVID-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga belum mencabut status pandemi.

"Belum ada info itu, Satgas COVID-19 masih bekerja," terang Suharyanto yang juga selaku Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Nasional.

3 dari 4 halaman

Butuh Kesiapan Masyarakat

Perihal endemi COVID-19, Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Amin Soebandrio mengatakan, kesiapan masuk dengan adanya perubahan status pandemi bukan hanya Pemerintah tapi juga masyarakat.

“Yang harus mempersiapkan diri terhadap perubahan dari pandemi ke endemi itu tidak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat, fasilitas dan tenaga kesehatan,” ujar Amin saat diskusi, Rabu (5/10/2022).

Meski pandemi COVID-19 berakhir, tetap masih ada kemungkinan ancaman dari patogen virus lain yang serupa.

“Mungkin pandemi COVID-19-nya akan berakhir, tapi ada kemungkinan patogen atau virus lain yang serupa. Artinya, turunannya entah dari Omicron atau hasil mutasi dan sebagainya, yang kemudian menyebabkan muncul kembali (pandemi).”

Kasus COVID-19 bisa saja tidak bertambah, tapi ada patogen-patogen lain yang bisa juga terjadi seperti dengue. Dari beberapa pengamatan, ada sejumlah kasus berat yang mendadak. Kasus ini secara serologi terdeteksi positif COVID-19, namun gejalanya bukan COVID-19 atau ada gejala-gejala lain yang memberatkan.

“Sampai saat ini itu yang kita sebut sebagai post-COVID dan sebagainya, tapi kemungkinan ini juga karena ada co-infection atau infeksi berdampingan dengan mikroba lain yang menyebabkan kerusakan jaringan, kerusakan organ yang lebih parah.”

4 dari 4 halaman

Sadar untuk Periksakan Gejala

Untuk strategi mempercepat endemi COVID-19, Amin Soebandrio menekankan, salah satunya berupa peningkatan pengetahuan masyarakat soal penularan virus Corona. Selama angka reproduksi di atas 1, maka COVID-19 masih bisa menular.

Sejauh ini, Pemerintah sangat melonggarkan masyarakat dalam menjalankan mobilitas. Masyarakat sudah tak perlu tes PCR atau antigen, artinya potensi penularan virus Corona semakin kecil.

Meski begitu, masyarakat harus mencoba mencegah penularan terutama jika setelah berada di kerumunan atau bertemu dengan orang yang tak serumah.

"Strategi mempercepat endemi juga berkaitan dengan kesadaran masyarakat untuk melakukan self assessment (penilaian sendiri), lanjut Amin.

Artinya, masyarakat perlu sadar jika telah kontak dengan orang lain, yang kemudian timbul gejala. Meski gejala itu belum tentu berkaitan dengan kontak yang dilakukan sebelumnya, tetap saja hal ini perlu menjadi perhatian.

“Kalau setiap ada gejala dia periksakan diri supaya bisa memastikan dirinya aman, maka dia juga memastikan bahwa dirinya aman pula bagi orang lain," sambung Amin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.