Sukses

PPKM Level 1 Diperpanjang, Masih Cukupkah untuk Redam Kasus COVID-19 di RI?

PPKM Level 1 di Tanah Air masih berlanjut. Di sisi lain, penambahan kasus COVID-19 harian sudah cukup signifikan dan melebihi angka enam ribu.

Liputan6.com, Jakarta Data himpunan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per 8 November 2022 menunjukkan penambahan kasus COVID-19 harian yang signifikan. Pasalnya, COVID-19 dalam satu hari, tepatnya pada Selasa, 8 November 2022 mencapai 6.601 kasus.

Belum lagi angka kematian yang terus-menerus melewati angka 30 dalam sepekan belakangan. 

Di samping itu, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) masih berlaku. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa Indonesia secara keseluruhan masih berada dalam PPKM Level 1.

Saat kasus COVID-19 naik secara perlahan selama beberapa hari terakhir, tak sedikit yang was-was level PPKM akan naik kembali. Namun ternyata, level PPKM masih berada dalam ambang batas aman.

Lalu, apakah aturan pada PPKM Level 1 saat ini dapat dikatakan cukup untuk meredam penambahan kasus COVID-19 di Tanah Air?

Merespons itu, Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia sekaligus Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa meredam kasus sekadar lewat level PPKM dapat dikatakan sulit.

"Kalau bicara kasus saat ini kita banyak sekali. Perbandingan saja, Singapura dengan jumlah kasus yang lebih banyak, angka kematiannya hanya dibawah lima. Kita kasus infeksinya lebih sedikit dari Singapura tapi angka kematiannya lebih banyak," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Rabu (9/11/2022).

"Artinya, Indonesia kecolongan banyak dari kasus-kasus infeksinya yang ada di masyarakat dari lemahnya surveilans dan deteksi. Tapi itu juga tidak usah kaget, karena kita sudah sering kecolongan," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Hal yang Perlu Diperhatikan

Terlebih menurut Dicky, bila bicara tentang COVID-19 dan infeksi varian baru seperti XBB, maka tidak bisa sekadar infeksi kemudian sembuh. Melainkan ada dampak jangka panjang yang mungkin muncul.

"Masalahnya sekarang yang harus dipahami bahwa bicara COVID-19, infeksi oleh XBB, atau the next variant, itu bukan masalah orang terinfeksi kemudian pulih. Enggak, ini ada masalah jangka panjang," kata Dicky.

"Kalau kita pahami, orang bisa takut sekali dengan kualitas kesehatan satu generasi di masa depan karena adanya potensi long COVID-19, menurunkan kualitas kesehatan masyarakat setidaknya seperlima dari penyintas."

Tak berhenti di sana, ada pula beban untuk biaya pemulihan kesehatan. Sehingga menurut Dicky, hal yang selalu perlu diperkuat adalah mekanisme untuk deteksi. Serta, penguatan untuk kelompok yang berisiko.

"Bagaimana memastikan bahwa kelompok-kelompok yang rawan di masyarakat sudah bisa mendapatkan vaksinasi booster dosis ketiga atau keempat," ujar Dicky.

3 dari 4 halaman

PPKM Level 1 Masih Bisa Efektif, Asal...

Lebih lanjut Dicky mengungkapkan bahwa sebenarnya PPKM Level 1 sendiri masih bisa efektif. Asalkan setiap pihak dapat konsisten dalam mengimplementasikan aturan yang berlaku.

"Asal kriteria yang ditetapkan dalam aturan itu dipatuhi. Misalnya, bicara vaksinasi booster. Ada di situ kan, status vaksinasinya harus di-upgrade ke vaksinasi booster meskipun tidak spesifik," kata Dicky.

"Nah kemudian juga bahwa ada kelonggaran, bahkan banyaknya 100 persen di Level 1 itu, ini tidak menghilangkan kewajiban dari penyelenggara kegiatan yang sifatnya entertainment atau belajar mengajar untuk memperhatikan konteks kapasitas atau kondisi ruangan," tambahnya.

Menurut Dicky, hal-hal seperti itulah yang perlu untuk tetap diperhatikan. Apalagi PPKM dalam konteks saat ini pun dapat dijadikan alat untuk mengingatkan masyarakat bahwa kondisi belum sepenuhnya aman.

"Situasi ini masih sangat bisa kembali rawan ketika adanya pembatasan atau aturan-aturan dalam upaya meredam tidak ditaati. Esensinya dari PPKM ini adalah payung dari penguatan 3T dan 5M," ujar Dicky. 

4 dari 4 halaman

Modal Imunitas Masyarakat Indonesia

Dalam kesempatan yang sama, Dicky mengungkapkan bahwa modal imunitas dari masyarakat Indonesia saat ini sudah berada pada kategori baik dibandingkan satu atau dua tahun lalu.

"Bagaimanapun modal imunitas kita saat ini sudah jauh lebih baik dibanding satu dua tahun lalu dengan vaksinasi yang ada," kata Dicky.

"Tapi PR-nya saat ini vaksinasinya yang booster belum memenuhi harapan, masih dibawah 30 persen, dan ini berbahaya. Berbahaya sekali. Ini yang harus dikejar," sambungnya.

Pada waktu berbeda, Dicky mengungkapkan bahwa PR lainnya adalah deteksi COVID-19 yang masih lemah. Serta, adanya penurunan kedisiplinan tadi.

"Jadi ini PR besar, tantangan besar meskipun tentu tidak akan menyamai seperti Delta. Tapi sekali lagi, kerawanan ini relatif jauh lebih tinggi ketika kedatangan bahkan Omicron awal, BA.1 dan BA.2," kata Dicky.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.