Sukses

Kasus Gangguan Ginjal Akut Misterius Meningkat, Terkait COVID-19?

Kasus gangguan ginjal akut pada anak meningkat sejak Januari hingga September 2022. Namun, puncaknya terjadi dalam dua bulan terakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam dua bulan terakhir, kasus gangguan ginjal akut pada anak mengalami peningkatan. Sejak Januari hingga September, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut ada 131 anak Indonesia mengalami gangguan ginjal akut.

Namun puncak kasus gangguan ginjal akut ada pada dua bulan terakhir. Dokter spesialis anak konsultan nefrologi, Henny Andriani mengungkapkan bahwa gangguan ginjal akut yang terjadi pada anak belakangan ini berjalan dengan perburukan yang lebih cepat.

"Yang menarik dari gangguan ginjal akut ini adalah perjalanan penyakitnya. Kita melihat perjalanan penyakitnya itu cepat, terjadi gangguan ginjal akut mendadak, kemudian perburukan cepat. Itu yang membuat kami terutama dokter anak yang bergerak di bidang ginjal melihat hal yang tidak biasanya," ujar Henny dalam sesi bincang di IDAI TV pada Senin, 10 Oktober 2022. 

Henny menjelaskan, penyebab dari gangguan ginjal akut ini belum diketahui secara pasti. Sehingga disebut sebagai gangguan ginjal akut misterius. Istilah aslinya sendiri adalah gangguan ginjal akut progresif atipikal.

Namun, gangguan ginjal akut misterius ini banyak terjadi pada anak dibawah usia 6 tahun dan belum memiliki kekebalan terhadap COVID-19. Hal tersebut lantaran hingga saat ini anak-anak dibawah usia 6 tahun belum mendapatkan vaksinasi COVID-19, kecuali pernah terinfeksi COVID-19 sebelumnya.

"Kita melihat bahwa sebagian besar anak-anak ini punya bukti terhadap infeksi COVID-19 baik yang saat ini terjadi atau sebelumnya. Lalu, kita berpikir apakah ini berhubungan? Kita belum bisa mengonfirmasi hubungannya, tapi kita tetap berpikir ini adalah sesuatu yang berkaitan," kata Henny.

Dalam kesempatan berbeda, Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI, dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil tes yang dilakukan, belum ada kesimpulan yang dapat ditarik terkait virus apa yang jadi penyebabnya. 

"Tidak bisa disimpulkan penyebabnya adalah satu virus. Kemudian kami juga melakukan swab rectal dari anus untuk mencari infeksi-infeksi yang biasa menyebabkan diare atau infeksi pencernaan. Itu kami tidak mendapatkan virus yang konsisten, jadi tidak bisa menyebutkan ini mengarah ke infeksi tertentu," kata Eka dalam konferensi pers bersama IDAI, Selasa (11/10/2022).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gejala Umum: Berawal dari Infeksi Lalu Tidak Pipis

Lebih lanjut Eka mengungkapkan bahwa gejala awal gangguan ginjal akut pada anak diawali dengan infeksi.

"Kurang lebih seragam gejalanya. Mereka ini diawali dengan gejala infeksi seperti batuk, pilek, atau diare dan muntah. Infeksi tersebut tidak berat," ujar Eka.

"Itulah yang membuat kami heran. Dia hanya beberapa hari timbul batuk, pilek, diare atau muntah, dan demam kemudian dalam tiga sampai lima hari mendadak tidak ada urinenya. Jadi tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sampai sekali buang air kecilnya. Hampir semuanya datang dengan tidak buang air kecil atau buang air kecilnya sangat sedikit."

Sebelumnya, Henny juga mengungkapkan bahwa gejala awal dapat terlihat pada produksi urine anak, yang menurun hingga tidak keluar sama sekali. Selain itu, umumnya pasien anak akan datang dengan riwayat keluhan demam dan diare.

Ada pula yang disertai dan tidak disertai dengan gejala saluran napas. Misalnya batuk dan pilek.

"Tapi sebagian besar itu demam dan diare."

3 dari 4 halaman

Orangtua dan Tenaga Kesehatan Harus Peka pada Gejala

Berkaitan dengan hal tersebut, Henny mengungkapkan bahwa orangtua dan tenaga kesehatan perlu untuk peka terhadap gejala-gejala yang sudah dijelaskan di atas. Terutama bila Anda memiliki anak usia dibawah enam tahun yang mengalami demam, diare, gangguan saluran napas, dan muntah. Selanjutnya harus dipantau buang air kecilnya. 

"Kita harus, harus memperhatikan produksi air kencing dari anak kita. Kita harus memastikan dia dapat cairan yang cukup, kemudian kita harus rajin-rajin cek popoknya. Ada kencingnya enggak ya, berkurang enggak ya daripada biasanya," ujar Henny.

"Kalau anaknya sudah bisa berkemih sendiri, kita harus pastikan melihat anak ini sudah pipis berapa kali, ke kamar mandi berapa kali. Biar kita bisa memantau, karena kalau begitu jumlah kencingnya berupa, maka harus dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat."

Frekuensi umum anak harus buang air kecil adalah tiga hingga empat jam sekali. Sehingga setiap tiga hingga empat jam sekali, orangtua perlu memeriksa popok anak dan melihat produksi urin yang dikeluarkan.

Jika produksi urine berkurang atau warna urin mengalami perubahan, penting untuk segera memeriksakan ke tenaga kesehatan seperti ke dokter maupun dokter anak. 

4 dari 4 halaman

Kalau Ada Gejala Serupa, Harus Apa?

Apabila Anda menyadari bahwa anak mengalami gejala-gejala yang disebutkan, Henny mengharuskan para orangtua untuk segera membawa anak ke fasilitas kesehatan terdekat dan memeriksakan kondisi.

"Kita bawa periksa. Kalau gangguan ginjal akutnya sudah berat, artinya anaknya sudah mengalami enggak ada kencingnya nih enam jam, anak saya enggak pipis enam jam, sudah langsung pergi ke rumah sakit," kata Henny.

"Dicari apa penyebabnya, karena penyebabnya banyak. Belum tentu semua gangguan ginjal akut atau anaknya enggak bisa pipis enam jam itu karena gangguan ginjal akut misterius ini, belum tentu. Tapi kita harus waspada."

Bila dalam proses pemantauan dokter sudah mencukupkan cairan dan mengobati, namun tidak kunjung memberi respons pada anak, Henny mengungkapkan bahwa dokter akan berusaha mencari fasilitas yang bisa memberikan terapi lebih advanced.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.