Sukses

Penyakit Mulut dan Kuku Bikin Sapi Tak Produktif

Penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi tidak berbahaya bagi manusia, namun menjadi salah satu penyakit hewan menular paling berbahaya pada sapi.

Liputan6.com, Jakarta - Penyakit mulut dan kuku telah menyebar ke belasan provinsi di Indonesia. Data Kementerian Pertanian pada 22 Mei 2022 menyebut, sebanyak 16 provinsi dan 82 kabupaten/kota terjangkiti penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak dengan total 5.454.454 ekor terdampak dan 20.723 ekor sakit. Semula, penyakit yang mengintai hewan ternak berkuku belah itu hanya mewabah di Provinsi Jawa Timur dan Aceh pada awal Mei 2022.

Penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi tidak berbahaya bagi manusia, namun menjadi salah satu penyakit hewan menular paling berbahaya pada sapi. Penyakit tersebut juga memiliki daya tular yang sangat cepat, seperti disampaikan Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Jawa Timur drh Deddy F Kurniawan.

"Penyakit mulut dan kuku ini memang faktanya menjadi salah satu penyakit sapi yang paling ditakuti di dunia," ujar Deddy di Jakarta, Senin (30/5/2022).

Sapi yang tertular PMK akan mengalami luka lesi atau lepuh pada bagian mulut, puting dan sekitar kuku kaki dalam waktu kurang dari sepekan. Kondisi tersebut akan menyulitkan sapi untuk makan dan minum.

"Sapi yang tadinya demam sampai muncul lesi-lesi itu butuh waktu kurang dari seminggu saja. Jadi ini begitu cepat ya efeknya," kata Deddy.

Jika kondisi tersebut tidak segera ditangani, sapi dapat berujung kematian karena mengalami kekurangan nutrisi.

Penyakit mulut dan kuku disebabkan oleh virus dari family Picornavirdae yang ditularkan melalui secara langsung maupun tak langsung pada hewan ternak berkuku belah seperti sapi, kambing, domba, kerbau, dan babi.

Deddy mengatakan, PMK dapat ditularkan melalui semua jalur yakni melalui udara (airborne) dan seluruh sekresi cairan sapi baik itu lendir, urine, feses, susu ataupun cairan dari lepuh pada mulut dan kaki sapi serta melalui benda yang terkontaminasi virus.

"Itu semuanya mengandung virus," kata Deddy. 

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tidak Menular pada Manusia

Meski disebarkan oleh virus, penyakit mulut dan kuku bukanlah penyakit zoonosis. Artinya penyakit tersebut tidak menular pada manusia. 

"Semua ahli sepakat menyatakan bahwa penyakit mulut dan kuku pada sapi ini bukan zoonosis. Jadi tidak akan menyebabkan penularan ke manusia," jelas Deddy.

Oleh karena itu, masih sangat aman bagi manusia untuk mengonsumsi susu atau pun daging sapi, kambing, domba, kerbau. 

 

3 dari 4 halaman

Berdampak pada Sosial Ekonomi Masyarakat

Meski diketahui PMK tidak bersifat zoonosis atau menular pada manusia, PMK berdampak terhadap sosial ekonomi masyarakat.  

"Bukan hanya terhadap peternaknya saja, tapi juga secara tidak langsung terhadap masyarakat yang menjadi konsumen dari produk-produk (ternak)-nya," Deddy menjelaskan.

PMK pada sapi berdampak sangat besar pada kerugian ekonomi peternak. Kerugian tersebut antara lain berasal dari penurunan berat badan, produktivitas susu, biaya pengobatan, kematian hingga jumlah sapi yang harus di-afkir guna menghindari kerugian ekonomi lebih lanjut.

Indonesia tercatat memiliki 17 juta ekor sapi dan saat ini masih mempunyai ketergantungan tinggi terhadap daging dan susu impor. Gangguan terhadap nilai ekonomi ini akan menyebabkan ancaman terhadap mata pencaharian peternak, khususnya peternak mikro.

Deddy mengatakan, berat badan sapi yang terinfeksi PMK dapat berkurang 10-15 persen. Sedangkan produktivitas susu pada sapi perah dapat berkurang hingga 50 persen bila terkena penyakit mulut dan kuku. Bahkan pada praktiknya di lapangan, jumlah susu sapi yang terinfeksi bisa berkurang hingga 80 persen.

 

4 dari 4 halaman

SAPIMOO Tawarkan Solusi bagi Peternak

Menurut Deddy, salah satu permasalahan utama dalam penanganan PMK pada sapi adalah minimnya pemahaman peternak tentang penyakit tersebut sehingga seringkali deteksi dan laporan tidak bisa dilakukan dini. Hal itu tentunya akan mengurangi kecepatan penyembuhan sapi yang terinfeksi. 

Mencermati hal tersebut, platform digital SAPIMOO hadir menawarkan solusi. SAPIMOO menyediakan layanan interaktif berbasis mahadata dan kecerdasan buatan guna mencatat tanda dan gejala gangguan kesehatan serta reproduksi pada sapi. 

"SAPIMOO itu platform digital untuk kesehatan dan reproduksi ternak. Saat ini kita masih fokus di sapi," tutur Deddy. 

"Saat ini kita akan membantu peternak untuk menyediakan expertise yang kami miliki dengan tim kesehatan--dokter hewan--di belakang layar untuk bisa membantu konsultasi kepada peternak, terutama kaitannya dengan PMK ini," lanjutnya.

Platform SAPIMOO, sebut Deddy akan menyediakan berbagai tips dan informasi seputar kesehatan sapi yang diperlukan peternak.

Sementara dari sisi reproduksi ternak, SAPIMOO menjadi platform digital yang membantu peternak dalam pencatatan perlakukan-perlakukan reproduksi. Pencatatan itu akan diolah oleh sistem yang akan memberi bantuan manajerial kontrol kepada peternak untuk mendapatkan kelahiran sapi yang seefisien mungkin. Dengan demikian, diharapkan para peternak pun akan bisa menjadi lebih sejahtera.

Praktisi kesehatan sekaligus Komisaris Utama PT Bundamedik, Tbk. dr Ivan Sini, mengatakan, layanan konsultasi secara daring dengan menghubungkan peternak dengan petugas kesehatan hewan yang mumpuni diharapkan dapat menjembatani masalah gap komunikasi yang ada. Menurutnya, pengalaman telemedisin dalam penanganan pandemi COVID-19 telah dirasakan oleh masyarakat dan praktisi kesehatan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini