Sukses

Pandemi COVID-19 Picu Kemunduran Penanganan Tuberkulosis ke Situasi 5-8 Tahun Lalu

Pandemi COVID-19 membelenggu dunia pada 2020 dan dampaknya terhadap penanganan tuberkulosis cukup besar.

Liputan6.com, Jakarta Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes, Prof. Tjandra Yoga Aditama menyampaikan pemodelan terkait dampak COVID-19 terhadap penanganan tuberkulosis (TB).

Menurutnya, pandemi COVID-19 membelenggu dunia pada 2020 dan dampaknya terhadap penanganan TB cukup besar. Pemodelan di bawah ini menggambarkan situasinya:

-Pemodelan yang dibuat Stop TB Partnership dan Imperial College, Avenir Health, Johns Hopkins University, Maryland, Amerika dan USAID menyebutkan bahwa diperkirakan disrupsi akibat COVID-19 dapat membuat indikator kemajuan program TB dunia mundur ke situasi di 2013-2016.

“Jadi kemunduran 5 sampai 8 tahun,” kata Tjandra dalam pesan tertulis kepada Health Liputan6.com, Rabu (24/3/2021).

-Publikasi lain menyebutkan bahwa kalau deteksi TB global menurun rata-rata 25 persen dalam 3 bulan saja maka akan ada peningkatan kematian akibat TB sebanyak 190.000 orang.

“Artinya untuk kawasan WHO Asia Tenggara akan ada penambahan 100.000 kematian.”

-Kalau pada 2018 ada 1,49 juta kematian akibat TB di dunia, maka akibat pandemi COVID-19 di 2020 dapat terjadi 1,85 juta kematian di dunia.

Ia pun menyebutkan 7 upaya yang dapat dilakukan guna memperbaiki masalah TB akibat pandemi COVID-19 yakni tes, contact tracing, infection prevention control, surveillance, health service strengthening, risk communication, dan community engagement.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sebelum Pandemi COVID-19

Sebelum pandemi COVID-19, penanganan TB di kawasan WHO Asia Tenggara termasuk Indonesia sudah cukup baik, kata Tjandra.

Hal ini dibuktikan dengan tiga data yang menunjukkan bahwa:

-Angka notifikasi kasus TB naik dari 2,6 juta pada 2015 menjadi 3,36 juta pada 2018, kenaikan sekitar 20 persen.

-Keberhasilan pengobatan pada TB sensitif obat naik dari 79 persen pada kohort 2014 menjadi 83 persen pada kohort 2017.

-Jumlah kematian juga terus menurun, dari 758.000 di 2015 menjadi 658.000 pada 2018.

Bahkan, telah disusun beberapa kesepakatan global untuk membuat berbagai target yang cukup penting yang harus dicapai di dunia, 2 di antaranya adalah:

1.       UN High-level meeting (2018- 2022):

-Menemukan dan mengobati 40 juta orang.

-Terapi pencegahan pada setidaknya 30 juta orang.

-Peningkatan anggaran pengendalian TB.

2.       End TB Strategy:

-Penurunan insiden 80 persen pada 2030.

-Penurunan kematian 90 persen pada 2030.

“Kemajuan yang sudah dicapai dunia sampai 2019 dan dengan berbagai target yang sudah dibuat, maka tadinya diharapkan pada 2020 akan ada berbagai kemajuan amat penting dalam pencapaian dan situasi epidemiologi tuberkulosis.”

“Tetapi, seperti kita ketahui, pandemi COVID-19 membelenggu dunia pada 2020 dan dampak pandemi COVID-19 pada TB tentu cukup besar,” ujar Tjandra.

3 dari 3 halaman

Infografis Perbandingan Vaksin COVID-19 Sinovac dengan AstraZeneca

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.