Sukses

[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Vaksinasi COVID-19, Tuberkulosis dan Diabetes Melitus

Dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19 sekarang ini ada catatan khusus untuk pasien tuberkulosis (TB) dan juga pasien Diabetes Mellitus (DM), tentang bagaimana prosedur pemberian vaksin nya

Liputan6.com, Jakarta - Dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19 sekarang ini ada catatan khusus untuk pasien tuberkulosis (TB) dan juga pasien Diabetes Mellitus (DM), tentang bagaimana prosedur pemberian vaksinnya. Sebagaimana tertera dalam SK Dirjen P2P Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/4/1/2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Untuk Pasien TB dalam pengobatan dapat diberikan vaksinasi, minimal setelah dua minggu mendapat Obat Anti Tuberkulosis. Sementara itu, pasien DM tipe 2 terkontrol dan HbA1C di bawah 58 mmol/mol atau 7,5 persen dapat diberikan vaksinasi.

Aturan ini dapat dibaca dari dua sisi, pertama untuk aspek keamanan dan kedua juga menunjukkan bahwa TB dan DM adalah bentuk faktor risiko untuk COVID-19, sehingga memang perlu dapat vaksinasi asal memenuhi syarat tertentu. Di sisi lain, perlu pula diketahui bahwa bahkan sebelum ada COVID-19 maka hubungan antara TB dan DM sudah menjadi masalah kesehatan penting, dan bahkan ada yang menyebutnya sebagai “Dual Epidemic TB and Diabetes”.

Orang dengan daya tahan tubuh rendah karena penyakit kronik seperti DM memang punya risiko lebih tinggi (bahkan dapat sampai tiga kali lipat) untuk mendapat TB, dibanding masyarakat pada umumnya.  Sekitar 15 persen kasus TB di dunia berhubungan dengan DM. TB juga dapat mempengaruhi toleransi glukosa yang merupakan faktor risiko untuk DM. Ternyata pada pasien DM ada peningkatan jumlah mikobakterial pada awal pengobatan, kadar obat TB rifampisin juga 53 persen lebih rendah pada pasien DM serta IFN-γ pada pasien DM juga berhubungan dengan penurunan respon imun pada infeksi TB.

DM juga secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya resisten multi obat (Multi Drug Resistance – MDR TB). Penelitian meta analisa dari 24 studi observasional di 15 negara menunjukkan bahwa DM meningkatkan asosiasi secara bermakna terjadinya MDR-TB, dengan Odds Ratio = 1.97 (95 persen CI = 1.58–2.45).

Secara umum, kemungkinan pasien TB menjadi berat, kambuh atau bahkan meninggal juga jadi lebih tinggi kalau pasiennya memiliki DM juga, apalagi yang tidak terkontrol dengan baik. Di sisi lain, di dunia -dan juga di negara kita- belum semua pasien TB dan juga pasien DM terdiagnosis sesuai waktunya dan tertangani dengan baik.

Simak Juga Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Delapan penanganan

Dalam hal ini, ada setidaknya delapan hal penting yang dapat dan perlu dilakukan.

Pertama, perlu dilakukan deteksi dini baik untuk TB maupun DM agar penanganan dan pengobatannya dapat dilakukan dengan baik.

Kedua, sebaiknya semua pasien TB dicek tentang kemungkinan ada tidaknya DM, khususnya pada negara prevalensi TB > 100 per 100.000 penduduk; dan setiap pasien DM juga di cek apakah ada kemungkin juga mengidap TB, setidaknya mereka yang usianya 40 tahun ke atas.

Ketiga, terapi sesuai rekomendasi WHO perlu diterapkan pada mereka yang dengan kena TB dan juga DM.

Keempat, amat penting untuk dilakukan penanganan DM dengan baik untuk meminimalisir risiko mendapat TB.

Kelima, pasien TB dan DM perlu mendapat konsultasi mendalam tentang pola hidup sehat yang setidaknya meliputi pola makan yang baik, jangan merokok serta olahraga yang memadai.

Keenam, upaya pencegahan DM pada populasi juga akan berperan penting dalam pencegahan TB di komuntas pula.

Hal ketujuh, perlu dilakukan upaya bersama (joint response) untuk menjamin adanya koordinasi manajemen klinik dan juga menanggulangi masalah dalam implementasi di sistem kesehatan serta juga aspek sosial yang berpengaruh, yang dikenal social determinants of health.

Hal kedelapan, di era pandemi COVID-19 sekarang ini maka pasien TB dan juga pasien DM perlu mendapat vaksinasi COVID-19, sesuai dengan kaidah yang sudah diatur. Jangan sampai keadaan penyakit TB dan atau DM nya harus diperberat lagi dengan tertular COVID-19. 

 

 

** Prof Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI/Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

3 dari 3 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.