Sukses

Beberapa Pakar Ragu Bila Kecanduan Gim Termasuk Gangguan Mental

Beberapa pakar mengatakan tidak cukup bukti untuk bisa memasukkan kecanduan gim sebagai gangguan mental.

Liputan6.com, Jakarta Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada hari Senin minggu lalu telah mengklasifikasikan kecanduan gim sebagai bagian dari gangguan kesehatan mental. Keputusan WHO ini masih jadi perdebatan oleh beberapa ahli.

"Ada kekhawatiran yang cukup luas bahwa ini, tidak benar-benar memiliki landasan penelitian yang sangat kuat," ujar Christopher Ferguson, psikolog dan peneliti media di Stetson University di DeLand, Amerika Serikat seperti dikutip dari USA Today pada Selasa (26/6/2018).

American Psychiatric Association (APA) misalnya, mereka berpegang pada posisi awal bahwa tidak ada bukti untuk memasukkan kecanduan gim sebagai gangguan mental.

Begitu juga The Society for Media Psychology and Technology yang merupakan divisi dari APA. Mereka merilis pernyataan bahwa prihatin dengan keputusan WHO.

Beberapa ahli kesehatan juga mengatakan bahwa hal tersebut lebih didasari masalah moral ketimbang sains.

Menurut Ferguson, gejala-gejala kecanduan gim menurut WHO tidak jelas dan tidak ada perawatan yang didesain untuk diagnosis tersebut. 

 

Simak juga video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penyebab Utama Kecanduan Gim

Klasifikasi kecanduan gim sendiri menurut WHO yakni apabila pasien terputus secara koneksi dengan teman dan keluarga, menunjukkan gangguan akademik dan ketidakpedulian terhadap kehidupan di luar gim selama setidaknya 12 bulan.

Menurut Heather Senior Monroe, Direktur Pengembangan Program di Newport Academy mengatakan, para praktisi medis profesional harusnya lebih fokus diri pada alasan yang menyebabkan seseorang kecanduan gim.

"Karakter utamanya sangat mirip dengan gangguan penyalahgunaan zat dan judi," ujarnya.

"Perilaku itu seperti melukai diri sendiri, cara untuk melarikan diri dari kenyataan," ujar Monroe.

"Seharusnya bertanya tentang 'mengapa'. Mengapa orang itu begitu ingin melarikan diri dari realitas?" tambah Monroe.

Menurut Monroe, jawaban sesungguhnya adalah depresi dan kecemasan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.