Sukses

Awal Mula Kolak Jadi Menu Buka Puasa

Ada cerita menarik dan penuh makna dibalik kolak yang kerap hadir sebagai menu buka puasa.

Liputan6.com, Jakarta Kolak merupakan salah satu menu andalan buka puasa. Setelah membatalkan puasa dengan air putih, dilanjutkan dengan makan kolak hangat atau dingin bakal terasa nikmat.

Pernah tidak memikirkan awal mula kehadiran kolak sebagai menu buka puasa? Rupanya cerita kolak yang seakan wajib jadi menu berbuka amatlah menarik.

Kolak sebenarnya berasal dari kata Khalik, yang berarti Sang Pencipta Langit dan Bumi, Allah SWT. Kolak diartikan dengan maksud mendekatkan diri kepada Sang Kuasa, Allah SWT.

Pada awal penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, para ulama biasanya menggunakan cara yang sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat setempat. Kolak sebagai makanan yang memiliki citarasa manis kerap digunakan sebagai media untuk menyebarkan ajaran agama Islam.

 

 

Saksikan juga video menarik berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Makna mendalam isi kolak

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kolak seperti pisang dan ubi, ternyata juga menyimpan makna dan memiliki pengaruh dalam penyebaran Islam kala itu. Pisang kepok yang kemudian diplesetkan menjadi kapok memiliki makna agar yang memakan bisa kapok sehingga harus bertaubat dan kembali ke jalan yang diridhoi Allah.

Sedangkan ubi yang oleh masyarakat Jawa Tengah disebut 'ketelo pendem' atau ketela yang terpendam. Itu memiliki makna setiap individu harus mengubur kesalahan yang pernah diperbuat dalam hidupnya.

Sebenarnya di masa lalu, kolak selalu disajikan mulai dari bulan Sya'ban atau satu bulan sebelum memasuki Ramadan. Namun, kemudian kebisaan tersebut berlanjut hingga memasuki bulan puasa dan dijadikan sebagai menu takjil yang populer hingga saat ini.

Selain menggunakan pisang dan ubi, saat ini modifikasi kolak juga telah banyak ditemui. Mulai dari gabungan penggunaan pacar cina, tapai singkong dan kolang kaling, hingga ubi yang diolah menjadi biji salak (ubi dicampur tepung tapioka dan dibentuk hingga menyerupai biji buah salak) kemudian dihidangkan dengan campuran kuah santan. (Dari berbagai sumber)

 

 

Penulis:  Ervina

Sumber: Dream.co.id

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.