Sukses

Walau Tewas, Pelaku Bom Bunuh Diri Surabaya Tetap Bisa Dapat Vonis Bersalah

Vonis bersalah atas pelaku bom bunuh diri Surabaya, yang tewas dapat diterapkan melalui suatu persidangan khusus.

Liputan6.com, Jakarta Vonis bersalah dapat dijatuhkan kepada pelaku bom Surabaya yang tewas. Pelaku bom Surabaya, yang bermodus bom bunuh diri ini meledakkan tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur pada Minggu, 13 Mei 2018.

Pernyataan vonis bersalah terhadap pelaku bom bunuh diri, yang diketahui satu keluarga, bisa didapatkan melalui persidangan pascakematian pelaku (posthumous trial, post-mortem trial).

"Adanya posthumous trial juga bagian dari keadilan, yang diidamkan para korban dan masyarakat. Bahwa negara berpihak pada korban," ungkap pakar psikolog forensik Reza Indragiri Amriel dalam pesannya kepada Health Liputan6.com, ditulis Senin (14/5/2018).

Persidangan pascakematian pelaku juga menindaklanjuti hukuman dan penghinadinaan atas diri pelaku oleh masyarakat (kecaman kepada pelaku bom bunuh diri) bukan sebatas sanksi sosial, melainkan justru dendam yang terinstitusionalisasi (norma atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat) secara legal.

 

 

Simak video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pulang dari Suriah

Satu keluarga pelaku bom bunuh diri Surabaya terdiri dari ayah, ibu dan empat orang anaknya. Keenam anggota keluarga ini adalah Dita Supriyanto (ayah), Puji Kuswati (ibu) dan anak-anaknya yakni, Fadila Sari (12), Pamela Riskika (9), Yusuf Fadil (18) dan Firman Halim (16).

Mereka juga diketahui baru saja pulang dari Suriah, markas ISIS. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan, ada sekitar 1.100 Warga Negara Indonesia (WNI) yang pergi ke Suriah. Ada 500 WNI yang sudah kembali. Sisanya ada yang tewas dan masih menetap di sana.

"Yang kembali dari Suriah 500, termasuk di antaranya keluarga (Dita) ini," jelas Kapolri Jenderal Tito dalam konferensi pers di RS Bhayangkara Surabaya, Minggu (13/5/2018).

Keluarga Dita bergabung dengan ISIS di Suriah, lalu pulang ke Indonesia. Ketika di markas ISIS, keluarga Dita belajar strategi teror, kemiliteran, dan membuat bom. Kembali ke Indonesia, Undang-Undang Teroris Indonesia tidak bisa menghukum tindakan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.