Sukses

Psikolog: Bohong demi Kebaikan Itu Tidak Ada

Enggak ada itu 'bohong untuk kebaikan'. Daripada bohong, mending jujur

Liputan6.com, Jakarta 'Bohong demi kebaikan' sering dipakai untuk memuji orang lain yang sebenarnya tidak sesuai kenyataan. Kita beralasan agar orang itu merasa dihargai.

Menurut Psikolog Klinis Dewasa dari PION, Rena Masri, bohong demi kebaikan tetap saja bohong, sebuah sifat yang mesti dihindari karena merugikan, tidak hanya diri sendiri, tapi banyak orang.

"Kita harus menghindar dari yang namanya bohong. Enggak ada itu 'bohong untuk kebaikan'. Daripada bohong, mending jujur. Yang penting bagaimana cara kita menyampaikannya," kata Rena saat dihubungi Health Liputan6.com pada Rabu (11/10/2017).

Misal, tak ingin menyakiti perasaan yang rasanya agak gemukan, kita kemudian mengatakan bahwa tak ada yang berubah dari dia. Atau bahkan kita menyebut dia kurusan, padahal tidak sama sekali.

"Kita harus mengatur bagaimana cara kita berbicara dengan orang, sehingga orang lain tidak tersinggung dengan perkataan kita," kata Rena.

"Bisa diubah dengan 'Kamu kelihatan lebih segar. Pipi kamu agak chubby, tapi segar dan merona'. Jadi, harus kayak gitu. Jangan malah bohong, dengan (embel-embel) untuk kebaikan," kata Rena menambahkan.

Jangan juga jujur tapi kita malah menyakiti hati orang lain. Apalagi seorang teman perempuan yang sedang mengalami kenaikan berat badan.

"Ya, kalau kita ketemu orang langsung bilang 'Kamu gendut', jelas marahlah. Omongan itu mesti diatur," kata Rena.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.