Sukses

Lawan Arus, Imas Pilih Tekuni Terapi Perilaku

Menangani anak terlambat bicara, hiperkatif, dan anak berkebutuhan khusus membutuhkan kesabaran dan cinta yang penuh.

Liputan6.com, Jakarta Di antara semua terapis, kesabaran dan kasih sayang terhadap anak-anak yang menjalani terapi terpancar dari wajah Masamah. Bahkan, ia pun sudah hadir di tempatnya bekerja, AMG Clinic di Jalan Mesjid Bendungan Nomor 28 A, Cawang, Jakarta Timur sejak pukul 08.00 WIB.

Masamah, 36, yang akrab dipanggil Imas sesekali mengecek jadwal anak-anak yang terapi perilaku (behaviour therapy). Wanita berhijab kelahiran Jakarta ini menggeluti dunia terapi perilaku untuk anak-anak yang hiperaktif dan berkebutuhan khusus. Ia juga menangani anak normal yang punya gangguan belajar (sulit konsentrasi), terlambat bicara, dan anak yang menderita autis.

Lulusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Jakarta seharusnya menjadi guru di Sekolah Luar Biasa (SLB), tapi justru itu tidak dipilihnya. Imas melawan arus dengan mengabdikan hidupnya menjadi terapi perilaku.

"Saya lebih memilih background ke terapis karena memang langsung ke anaknya (langsung menangani anak). Kalau ruang lingkup sekolah kan lebih banyak (anaknya), saya tidak mau seperti itu. Ingin ruang lingkup anak yang lebih khusus," ujar Imas saat berbincang dengan Health-Liputan6.com, Selasa (22/11/2016).

Jadi guru pendamping

Jadi guru pendamping

Selama kuliah, Imas sudah mengejar pundi-pundi rezeki sebagai guru pendamping untuk anak autis di Meruya, Jakarta Barat. Orangtua si anak membayar Imas menjadi guru pendamping. Jadi, ia bukan dibayar sekolah. Pihak sekolah tidak menyediakan guru pendamping sehingga orangtua si anak yang menyediakan guru pendamping.

"Orangtuanya datang ke UNJ bagian PLB. Kebetulan rumah orangtua si anak dekat dengan kampus. Akhirnya, mereka ketemu saya. Jadinya saya yang dikirim ke sekolah buat dampingi anaknya. Saya menemani si anak dari kelas 4 SD sampai dia SMP.

Tapi jadi guru pendamping itu pas sudah akhir semester. Jeda perkuliahan yang tertinggal masih bisa diikuti. Sampai dia SMP sudah mandiri dan tidak perlu didampingi lagi," kenang Imas mengingat pekerjaannya menjadi guru pendamping.

Dari pengalamannya tersebut, Imas melebarkan sayapnya bekerja di klinik terapi wicara dan terapi perilaku. Kemudian ia melamar di Prokids Indonesia di Sunter, Jakarta Utara. Satu setengah tahun di Prokids Indonesia, ia pindah ke tempat kerjanya yang sekarang, AMG Clinic.

Imas memfokuskan dirinya sebagai terapis perilaku, yang menangani anak-anak menangis maupun muntah-muntah akibat enggan di terapi. Bila anak yang menjalani terapi perilaku sudah mampu diajak tenang, mereka akan ditangani terapis wicara untuk melatih berbicara.

Pendekatan ke anak

Pendekatan ke anak

Menangani anak yang perilakunya masih sulit diatur dan hiperaktif butuh pendekatan intens. Imas mencontohkan saat menangani anak bernama Zidan. Waktu pertama kali datang, Zidan suka menangis.

"Saya gendong. Sampai ruangan didiemin nangisnya. 'Bu Imas punya mainan. Warna biru di mana ya?' Jadi, saya main sendiri dulu.  Proses anak nyaman ke kita itu lama. Kan kita tidak bisa memaksakan anak buat dekat ke kita," tutur Imas.

Pada awal-awal terapi, Zidan masih muntah-muntah. Ia baru merespons pada tiga minggu kemudian, dan mau mengambil warna yang diperintahkan.

Latihan mencintai dan sabar

Latihan mencintai dan sabar

Imas mengakui, ketertarikan masuk PLB terinspirasi dari sepupunya, yang berucap anak lucu-lucu dan membuat happy. Waktu pertama kali terjun Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC), Hang Tuah, Kebayoran sempat down menangani anak-anak. Tapi ia belajar perlahan-lahan untuk mencintai anak-anak berkebutuhan khusus. Latihan kesabaran pun diperolehnya.

"Waktu pertama itu ngelihatnya mau nangis ya. Kok begini (anak-anaknya) dan tidak ngebayangin juga. Misal, maaf bau iler mereka kan beda sama orang normal lainnya. Tapi karena lama-lama kita ngurus mereka jadi makin cinta sama pekerjaan ini," ungkapnya.

Saking cinta terhadap pekerjaanya, Imas tidak mengalami stres. Ia menilai, suatu pekerjaan yang dicintai harus dibawa enjoy dan senang. Efek cinta pekerjaan akan berimbas ke anak yang diterapi. Anak akan mengerti kalau terapis begitu aware.

Saat bad mood, anak yang diterapi oleh Imas pun tahu. Kalau terapis lagi tidak mood mengajar, anak bisa menebak.

"Karena kedekatan anak ke kita berubah. Seperti anak membuang-buang barang dan berteriak. Tidak mungkin dibiarkan atau ikut-ikutan seperti itu. Sikap yang diambil seharusnya berkata tidak dengan tegas dan jelas. Lama-lama anak juga mulai tenang. Terapis kasih instruksi untuk ambil barang yang dilempar atau stop lempar barang," ucapnya.

Menerapi anak autis

Menerapi anak autis

Penanganan anak autis yang pernah ditangani Imas termasuk sulit. Anak autis semestinya diterapi sejak kecil, karena pembentukan perilakunya sangat sulit.

"Saya megang anak autis umur lima tahun. Selama belajar sukanya diri-diri di bangku tempat duduk, terus gigit-gigit dan jambak-jambak. Karena dia masuk ke klinik ini telat dan berpindah-pindah. Kalau tidak bisa diterapi di klinik satu, orangtuanya akan memindahkan dia ke klinik lain," kata Imas.

Terapi perilaku memang membutuhkan kesabaran untuk pulih. Tidak bisa hanya tiga bulan diterapi, lalu pindah ke klinik terapi lain. Terapi perilaku si anak tidak akan berhasil. Padahal, penanganan anak autis membutuhkan terapis lebih cerewet dan proses respons lama.

Kalau anak normal sudah paham instruksi, mereka akan patuh pada instruksi yang diberikan. Anak autis disuruh menunggu, mereka akan pecicilan ke sana kemari. Mereka akan melempar barang-barang.

"Kita sudah harus prepare dengan barang-barang media buat ngajarin dia. Kalau anak autis, media terapi sudah disiapkan dulu. Nanti pas ditinggal ambil barang, yang ada mereka bakal loncat-loncat," tambah Imas sambil tersenyum.

Jika instruksi sederhana belum dipahami anak autis, mereka tidak boleh ditinggal sama sekali. Secara keseluruhan, menangani terapi perilaku anak harus membuat anak tenang terlebih dahulu. Selain itu, terapis harus memerhatikan kontak mata si anak kepada terapis dan media terapi.

"Tanpa kontak mata, maka terapi tidak akan berhasil. Kayak menyamakan gambar, dia harus lihat gambar. Kalau dia tidak bisa diam, kita bisa kasih instruksi: Lihat, perhatikan, dan Samakan," tutupnya.

Kini, yang hanya ada dipikiran Imas, bagaimana tiap hari berupaya memberikan terapi yang terbaik kepada anak-anak. Melihat mereka sudah mampu melaksanakan instruksi yang diberikan dan tidak hiperaktif adalah kebahagiaan tak terhingga. Ia pun tetap ingin menjadi terapi perilaku hingga ke masa mendatang.

PROFIL

PROFIL

Imas mencintai pekerjaannya dan sabar menangani anak-anak terapi (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

MASAMAH

Tempat/tanggal lahir: Jakarta, 9 Agustus 1980

Agama: Islam

Status: Menikah

Anak: Keysha Zhafirah dan Afiqa Azzahra

Riwayat Pendidikan:

SDN Bidaracina O2 Petang

SMP Muhammadiyah 4

SMU Negeri 9 Halim

Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Jakarta

Riwayat Pekerjaan:  

2004-2011 Guru pendamping

2010-2011 Terapis di Embun Pagi di Tebet

2011-2014 Terapis di Prokids di Sunter

2014- sekarang Terapis di AMG Clinic di Cawang

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.