Sukses

Ingin Dekat dengan Tuhan, Biarawan Tinggal di Pucuk Tebing Tinggi

Selama 20 tahun, Maxime Qavtaradz menjalani hidup di pucuk tebing. Sendirian. "Di keheningan, seseorang bisa merasakan kehadiran Tuhan."

Butuh tekad dan kemauan kuat untuk menjadi seorang biarawan, hidup selibat demi mendekatkan diri pada Tuhan. Namun seorang pria menunjukkan ketaatannya yang tinggi -- dalam arti sebenarnya.

Sendirian dan terasing, Maxime Qavtaradze (59) menjalani hidupnya di puncak tebing tinggi, Katskhi Pillar, di bekas lokasi biara kuno. Sudah lama ia berada di sana. Selama 20 tahun.

Barang-barang kebutuhan hidup, juga makanan dikerek dari bawah oleh para pengikutnya. Dua kali dalam seminggu, Maxime menuruni Pilar Katskhi, lewat tangga kecil dan curam setinggi 40 meter, untuk berdoa dengan umat.

Mantan operator alat berat crane yang hidup dalam biara sejak 1993 itu sudah terbiasa dengan tempat tinggi. Namun, ia punya alasan untuk hidup di atas tebing. "Di sana, di keheningan, seseorang bisa merasakan kehadiran Tuhan," kata dia seperti dimuat Daily Mail, Jumat (6/9/2013).

Ia jarang sekali kedatangan tamu. Paling-paling hanya pendeta atau sekelompok pemuda bermasalah yang mencari kedamaian dengan berdoa di kaki pilar.

Kepada fotografer Amos Chapple yang mengunjungi kediamannya di atas tebing, Maxime  bercerita, ia memutuskan menjadi biarawan setelah lepas dari penjara. Ia ingin mengubah hidupnya.

Kali pertama ke atas bukit, Maxime terpaksa tidur di kulkas yang tak menyala, sebab, tak ada tempat tidur di dalam pondok.

Tebing Terlantar

Sebelum ditempati Maxime, Katskhi Pillar digunakan oleh stylite, pemeluk Kristen yang hidup di atas pilar untuk menghindari godaan duniawi sampai Abad ke-15 -- sampai praktik tersebut dihentikan menyusul invasi Ottoman dari Georgia.

Selama berabad-abad, pilar tinggi itu terlantar. Penduduk lokal hanya bisa menyaksikan reruntuhan misterius di atasnya, dari kejauhan.

Barulah pada tahun 1944, kelompok pendaki yang dipimpin Alexander Japaridze mendaki, mendokumentasikan, dan menemukan reruntuhan kapel, juga tengkorak manusia.

Sesaat setelah runtuhnya komunisme, dan bangkitnya kembali agama, Maxime memutuskan tinggal di sana. 

"Saat muda dulu aku minum-minum alkohol, menjual narkoba, apapun. Saat dijebloskan ke penjara, aku tahu, itu saatnya aku berubah."

Dulu, Maxime mengaku sering minum-minum di bawah bukit. Melihat lokasi biara di ketinggian, yang seakan bersentuhan dengan langit. "Kami tahu pernah ada biarawan yang hidup di sana dan kami sangat menghormatinya."

Sejak Maxime tinggal di sana, pemeluk Kristen di sekitarnya membuat tangga ke atas, membangun kembali gereja, juga pondok tempat sang biawaran tinggal, berdoa, membaca, dan 'mempersiapkan diri bertemu Tuhan."

Apa yang dilakukan Maxime menarik perhatian umat. Terbentuklah komunitas relijius di kaki pilar tempatnya mendekat dengan Yang Maha Kuasa. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini