Sukses

Presiden Palestina di Sidang ke-79 Majelis Umum PBB: Tangguhkan Keanggotaan Israel

Tuntutan ini muncul saat ketegangan di Timur Tengah, tepatnya antara Israel dan Hizbullah di Lebanon, meningkat.

Liputan6.com, New York - Presiden Mahmoud Abbas menuntut penangguhan keanggotaan Israel hingga negara itu memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional. Hal tersebut disampaikannya dalam pidatonya di hadapan Sidang ke-79 Majelis Umum PBB pada Kamis (26/9/2024).

"Israel, yang menolak melaksanakan resolusi PBB, tidak layak menjadi anggota organisasi internasional ini, dan Israel, yang perwakilannya di organisasi internasional ini mengatakan bahwa gedung PBB ini, tempat kita berada sekarang, harus disingkirkan, tidak layak menjadi anggota organisasi ini .... Israel harus melaksanakan Resolusi Majelis Umum 181 dan 194 sebagai syarat keanggotaannya ... namun tidak melakukannya. Oleh karena itu, saya meminta majelis yang terhormat menangguhkan keanggotaan Israel ... sampai Israel memenuhi kewajibannya dan persyaratan keanggotaannya, serta melaksanakan semua resolusi PBB dan badan-badannya," ujar Abbas, seperti dilansir kantor berita Palestina, Wafa, Jumat (27/9).

Pada kesempatan yang sama, Abbas menyampaikan 12 visi pemerintahan Otoritas Palestina yang dipimpinnya, yaitu:

  1. Gencatan senjata yang menyeluruh dan permanen di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.
  2. Masuknya bantuan kemanusiaan yang mendesak dan teratur dalam jumlah yang cukup dan tanpa syarat, dan pendistribusiannya ke semua wilayah Jalur Gaza.
  3. Penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza, penolakan pembentukan zona penyangga atau aneksasi atas bagian mana pun dari tanahnya, penghentian prosedur pemindahan paksa di dalam atau di luar Jalur Gaza, pengembalian para pengungsi ke daerah tempat tinggal mereka, dan penyediaan tempat berlindung bagi mereka.
  4. Melindungi UNRWA dan organisasi kemanusiaan lainnya dari kesewenang-wenangan Israel dan memberikan dukungan politik dan material kepada mereka sehingga dapat menjalankan peran dan layanannya kepada para pengungsi Palestina hingga kembali ke rumah mereka.
  5. Memberikan perlindungan internasional kepada warga Palestina di tanah negara mereka yang diduduki.
  6. Negara Palestina mengemban tanggung jawabnya di Jalur Gaza untuk melaksanakan yurisdiksinya secara penuh, termasuk perlintasan perbatasan, terutama Perlintasan Internasional Rafah antara Mesir dan Palestina, sebagai bagian dari rencana yang komprehensif.
  7. Dalam kerangka proses reformasi nasional yang komprehensif, Otoritas Palestina akan membangun kembali infrastruktur dan lembaga negara yang dihancurkan oleh Israel, menghidupkan kembali ekonomi, pembangunan berkelanjutan, dan membangun kembali Jalur Gaza, serta meminta pertanggungjawaban negara pendudukan atas hal tersebut.
  8. Memperluas kewenangan Negara Palestina, pemerintah Palestina, dan Organisasi Pembebasan Palestina, satu-satunya perwakilan sah rakyat Palestina, atas semua wilayah Palestina di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur, sebagai persiapan untuk menyelenggarakan pemilu presiden dan legislatif di sana, dan membentuk pemerintahan Palestina, sesuai dengan hasil pemilihan.
  9. Terus memobilisasi dukungan internasional sebesar-besarnya agar Negara Palestina dapat memperoleh keanggotaan penuh di PBB sesegera mungkin.
  10. Pelaksanaan penuh resolusi Majelis Umum tentang pendapat penasihat hukum (legal advisory opinion) Mahkamah Internasional (ICJ), yang mengarah pada berakhirnya pendudukan (Israel) dalam waktu 12 bulan, sebagaimana dinyatakan dalam pendapat penasihat tersebut.
  11. Menyelenggarakan konferensi perdamaian internasional di bawah pengawasan PBB dalam waktu satu tahun untuk melaksanakan solusi dua negara (two state solutions), dan mewujudkan kemerdekaan Negara Palestina sesuai (kesepakatan) perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, dan pengembalian pengungsi Palestina, berdasarkan hukum internasional, resolusi legitimasi internasional, dan Prakarsa Perdamaian Arab.
  12. Mengadopsi pasukan penjaga perdamaian internasional melalui resolusi Dewan Keamanan PBB antara Negara Palestina dan Israel, untuk memastikan keamanan kedua negara.
2 dari 2 halaman

Peringatan Abbas

Abbas menambahkan, "Seluruh dunia bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada rakyat kami di Gaza, juga di Tepi Barat, yang terus-menerus menjadi sasaran agresi Israel setiap hari, kampanye permukiman yang brutal dan biadab, serta terorisme oleh gerombolan pemukim yang disponsori dan didukung oleh pemerintah Israel dan tentara pendudukan."

"Baru-baru ini, seorang menteri teroris ekstremis Israel menyerukan pembangunan sinagoge di Masjid Al-Aqsa. Menteri yang gegabah ini ... ingin memicu perang agama yang akan membakar segalanya harus dikutuk dan dihentikan. Masjid Al-Aqsa dan sekitarnya adalah milik eksklusif umat Islam, dan ini telah disetujui oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1930 dan kami tidak akan menerima yang lain, apa pun keadaannya."

"Kami telah berulang kali memperingatkan di hadapan hadirin yang terhormat bahwa situasi di Negara Palestina yang diduduki terancam akan meledak dan ledakan ini terjadi pada tanggal 7 Oktober tahun lalu dan setelahnya."

Pernyataan Abbas merujuk pada serangan kelompok militan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 ke Israel selatan. Israel mengklaim serangan tersebut menewaskan setidaknya 1.200 orang dan menyandera 251 orang. Saat ini sedikitnya 154 sandera telah dibebaskan Hamas, diselamatkan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), ditemukan tewas, atau terbunuh dalam pertempuran.

Mengakhiri pidatonya, Abbas mengatakan, "Palestina akan merdeka dan rakyat kami akan melanjutkan kehidupan di tanah leluhur mereka sebagaimana yang telah mereka lakukan selama lebih dari 6.000 tahun, serta akan melanjutkan perjuangan sah mereka untuk meraih kemerdekaan. Pendudukan pasti akan berakhir."

 

 

Video Terkini