Sukses

Raja Yordania Peringatkan Israel Jika Serang Gaza Saat Ramadan, Perang Regional Bisa Meluas

Bulan suci Ramadan akan segera tiba, namun perang Israel-Hamas di Gaza belum terlihat akan berakhir.

Liputan6.com, Amman - Bulan suci Ramadan akan segera tiba, namun perang Israel-Hamas di Gaza belum terlihat akan berakhir.

Raja Yordania Abdullah II pada Minggu (25/2/2024) kemudian memperingatkan akan terjadinya perang regional yang lebih luas, jika Israel melanjutkan kampanye militernya di Jalur Gaza selama bulan suci Ramadan pada bulan Maret.

Ramadan akan dimulai pada 10 atau 11 Maret, tergantung pada hilal.

Pada pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas, "Raja Abdullah memperingatkan berlanjutnya perang di Gaza selama bulan suci Ramadan yang akan meningkatkan ancaman perluasan konflik," lapor kantor berita resmi Yordania, Petra seperti dikutip Senin (26/2).

Adapun Israel telah memperingatkan bahwa jika militan Hamas yang didukung Iran tidak membebaskan sisa sandera yang ditahan di Gaza pada awal Ramadan, maka Israel akan terus berperang selama bulan suci tersebut, termasuk di Rafah di sepanjang perbatasan Mesir di mana sekitar 1,4 juta warga Gaza mencari perlindungan.

Sementara itu, perundingan untuk gencatan senjata di Gaza telah dilanjutkan di Doha, media Mesir melaporkan pada hari Minggu, namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kesepakatan apa pun tidak akan mencegah serangan di Rafah.

Hal ini, kata PM Netanyahu, akan menempatkan Israel dalam beberapa minggu menuju "kemenangan total" atas Hamas yang serangannya pada tanggal 7 Oktober 2023 terhadap Israel memicu perang.​

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tuai Keprihatian

 

Rencana serangan yang tetap dilakukan pada Ramadan juga memantik keprihatinan sejumlah negara asing.

"Melanjutkan agresi dalam situasi seperti ini menjelang Ramadan akan menempatkan seluruh wilayah pada risiko ledakan," kata Menteri Luar Negeri Ayman Safadi mengatakan pada konferensi pers bersama di Amman dengan timpalannya dari Bulgaria Mariya Gabriel.

"Setiap hari yang berlalu ketika perang terus berlanjut meningkatkan risiko ledakan dan meningkatkan korban jiwa," tambah Ayman Safadi.

Menteri Luar Negeri Bulgaria juga menyuarakan keprihatinannya mengenai kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza.

"Yordania telah membuktikan dirinya sebagai pembawa perdamaian di kawasan dan kami mendukung upayanya," ucap Mariya Gabriel.

Perang Israel di Gaza telah menyebabkan 85% penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60% infrastruktur di wilayah tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Keputusan sementara pada bulan Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

3 dari 4 halaman

Israel Menolak Berhenti Serang Hizbullah Sekalipun Capai Kesepakatan Gencatan Senjata dengan Hamas

Sementara itu, Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Yoav Gallant pada Minggu (25/2/2024) berjanji meningkatkan serangan terhadap kelompok militan Hizbullah di Lebanon sekalipun jika gencatan senjata tercapai dengan Hamas.

Hizbullah sendiri telah mengatakan mereka akan menghentikan serangan yang hampir setiap hari dilakukan terhadap Israel jika gencatan senjata tercapai di Jalur Gaza.

Namun, Menhan Gallant menuturkan bahwa siapa pun yang berpikir gencatan senjata di Jalur Gaza juga akan berlaku di front utara "salah".

 

"Kami akan terus melakukan serangan ... sampai kami mencapai tujuan kami," kata Gallant, seperti dilansir AP, Senin (26/2).

Gallant mengklaim tujuan mereka sederhana: mengusir Hizbullah dari perbatasan Israel, baik melalui perjanjian diplomatik atau dengan kekerasan.

Hizbullah mulai menyerang Israel setelah perang Hamas Vs Israel meletus pada 7 Oktober 2023. Puluhan ribu warga sipil di kedua sisi perbatasan Israel-Lebanon telah mengungsi akibat siklus serangan roket dan rudal Hizbullah yang terus berlanjut serta serangan udara dan tembakan artileri Israel.

Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dalam pidatonya awal bulan ini mengatakan bahwa kelompok tersebut akan mematuhi gencatan senjata di Lebanon selatan jika gencatan senjata dicapai di Jalur Gaza. Namun, dia menegaskan pihaknya akan melanjutkan dan meningkatkan serangan jika Israel terus melakukan serangan di Lebanon setelah ada kesepakatan dengan Hamas.

 

4 dari 4 halaman

Israel Setuju Lanjutkan Pembicaraan soal Gencatan Senjata Gaza di Qatar

Di sisi lain, kabinet perang Israel, Sabtu (24/2), setuju untuk mengirim juru runding ke Qatar guna melanjutkan pembicaraan mengenai gencatan senjata dan pemulangan sekitar 130 sandera yang ditahan di Gaza. Hal itu diungkapkan oleh para pejabat dan media lokal.

Delegasi Israel kembali pada Sabtu dari perundingan perdamaian di Paris, Prancis. Dalam perundingan yang berlangsung pada Jumat (23/2), para mediator Israel bertemu dengan mediator dari Qatar, Mesir dan Amerika Serikat (AS), yang telah membantu menyusun gencatan senjata pada November. Saat itu, sejumlah tawanan Hamas dibebaskan dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina.

Penasihat keamanan nasional Israel, Tzachi Hanegbi, mengatakan kabinet perang bertemu pada Sabtu untuk mendengarkan perkembangan terkini mengenai perundingan tersebut, dikutip dari VOA Indonesia, Senin (26/2/2024).

“Mungkin ada ruang untuk mencapai kesepakatan,” kata Hanegbi kepada televisi N12 News dalam sebuah wawancara, tanpa menjelaskan lebih lanjut, seperti yang dikutip oleh kantor berita AFP.

Israel menginginkan pembebasan semua sandera yang ditahan dalam serangan pada 7 Oktober, dimulai dari para wanita. Namun Hanegbi menambahkan: "Perjanjian seperti itu tidak berarti akhir perang."

Dia juga mengindikasikan bahwa Israel tidak akan menerima kesepakatan apa pun antara Amerika Serikat dan Arab Saudi untuk negara Palestina.

Laporan media mengindikasikan perwakilan Palestina yang telah melihat rencana tersebut telah menolaknya. Beberapa bagian dari rencana tersebut juga bertentangan dengan apa yang Washington bayangkan untuk kawasan ini, yaitu solusi dua negara yang melibatkan negara Palestina merdeka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini