Sukses

Vladimir Putin Penjarakan Kritikus Pemerintah ke Siberia

Kritikus pemerintah Rusia, Alexei Navalny, dikirim ke Arctic.

Liputan6.com, Moskow - Pemerintah Rusia mengirim Alexei Navalny ke penjara Siberia yang berada di Arctic. Navalny merupakan sosok yang kerap mengkritik rezim Vladimir Putin yang sudah lama berkuasa. 

Navalny telah dipenjara sejak 2021 dan pada awal 2022 ia divonis sembilan tahun penjara karena dituduh penipuan. Amnesty International menyebut tuduhan itu bersifat politis. Tetapi kini hukumannya menjadi 19 tahun karena dituduh mendukung organisasi ekstrem.

Dilaporkan BBC, Rabu (27/12/2023), pihak Navalny menuliskan di situs X bahwa ia menjadi Santa Claus baru, pasalnya ia dipindahkan ke koloni hukuman IK-3 yang berada di kawasan Arctic. Lokasi itu dijuluki "Serigala Kutub" dan berlokasi di kota Kharp, distrik otonom Yamalo-Nenets.

IK-3 dikenal sebagai salah satu penjara paling keras di Rusia dan mayoritas narapidana di tempat itu didakwa atas kejahatan-kejahatan serius.

Navalny berkata ia ditransportasi dengan sangat hati-hati melalui "rute yang amat aneh".

Meski demikian, Navalny mengaku dalam keadaan sehat. 

"Terima kasih banyak atas dukungan kalian!" ujarnya. "Jangan khawatir tentang saya. Saya baik-baik saja."

Namun, kepala staf dari Navalny, Leonid Volkov, mengaku tetap khawatir atas nyawa Navalny, sebab sebelumnya Navalny juga pernah diracun. Volkov juga berkata pemindahan ke Siberia bersifat paksa.

"Kami khawatir. Kami tidak lupa sedetik pun bahwa ia ditahan oleh orang yang sama yang mencoba membunuhya tiga setengah tahun lalu dan bahwa ia merupakan tahanan politik yang sangat pribadi milik Putin," kata Volkov.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Politisi Anti-Perang Dilarang Jadi Capres di Pemilu Rusia 2024

Sebelumnya dilaporkan, kandidat presiden yang tidak setuju perang di Ukraina dilarang untuk maju pemilihan umum 2024 di Rusia. Penolakan itu datang dari komisi pemilihan dengan alasan ada seratus "kesalahan" di formulir politisi tersebut.

Sosok politisi itu adalah Yekaterina Dunstova yang dulunya merupakan jurnalis TV. Ia berniat menantang Presiden Vladimir Putin di pemilu berikutnya.

Vladimir Putin dapat maju lagi sebagai capres meski sudah berkuasa selama 20 tahun lebih sebagai presiden dan perdana menteri. Hal ini karena ada perubahan konsitusi Rusia.

Dilaporkan BBC, Minggu (24/12), Duntsova berkata pihaknya akan banding ke Mahkamah Agung di Rusia karena pelarangan ini.

Kepala komisi pemilihan di Rusia, Ella Pamfilova, berharap agar penolakan ini bisa menjadi pelajaran positif bagi Dunstova.

"Kamu adalah wanita mudah, kamu punya segalanya di depanmu. Segala minus selalu bisa berubah menjadi plus. Setiap pengalaman tetap merupakan sebuah pengalaman," ujar Pamfilova.

Jika tahap formulir ini lolos, maka seharusnya Duntsova lanjut ke pengumpulan tanda tangan.

Yekaterina Duntsova berkata dirinya tidak takut terhadap aksi penolakannya dalam menjadi capres Rusia.

"Setiap orang waras yang mengambil langkah ini akan takut, tetapi ketakutan tidak boleh menang," ujarnya kepada Reuters.

Duntsova terkenal karena suaranya yang oka untuk menghentikan perang di Ukraina, serta membebaskan para tahanan politik.

Komisi pemilihan Rusia menyebut sudah ada 29 orang yang mendaftar menjadi presiden, tetapi hingga kini hanya Vladimir Putin yang lolos untuk menjadi capres.

Pemilu Rusia berikutnya akan digelar pada Maret 2024. Ini akan menjadi pemilu pertama di negara itu sejak Presiden Vladimir Putin melancarkan invasi ke Ukraina.

3 dari 4 halaman

Ukraina Butuh 500 Ribu Tentara Baru untuk Lawan Rusia

Sementara, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy kini sedang mencari hingga setengah juta tentara tambahan untuk bertempur. Ia mengakui bahwa isu ini sensitif. 

Saat ini, Ukraina sedang mengalami masalah aliran pendanaan, sebab bantuan dari Amerika Serikat diblokir oleh Partai Republik, sementara bantuan dari Uni Eropa diblokir oleh pemerintah Hungaria. 

Dilaporkan BBC, Rabu (19/12/2023), Ukraina juga menghadapi kekurangan pasokan amunisi karena masih terus melawan invasi Rusia yang dimulai pada Februari 2022. Alhasil, ada ketakutan bahwa Rusia bisa mengalahkan Ukraina akibat persediaan senjata.

Angka tentara yang disebut Presiden Zelenskyy,yakni 450 ribu hingga 500 ribu orang, merupakan masukan dari para komandan militer Ukraina.

Presiden Ukraina juga menambahkan bahwa negaranya akan bisa memproduksi drone pada 2024 mendatang. Ukraina masih menolak negosiasi perdamaian dengan Rusia, kecuali wilayah Ukraina yang dianeksasi Rusia dikembalikan.

Ibu Negara Ukraina Olena Elenska berkata bahwa Ukraina sangat terancam jika tidak mendapatkan dukungan dari Barat.

Di lain pihak, Presiden Rusia Vladimir Putin masih percaya diri bahwa ia bisa menang di pernag Ukraina. Namun, Putin mengakui bahwa tentara Rusia mengalami kendala di sistem pertahanan udara dan komunikasi, serta Rusia perlu menambah produksi drone.

Pada laporan-laporan sebelumnya, Rusia memakai narapidana sebagai tentara. Para pemuda Rusia berbondong-bondong pergi ke luar negeri setelah Vladimir Putin mengumumkan butuh prajurit-prajurit baru.

4 dari 4 halaman

Putin soal Pernyataan Biden bahwa Rusia Berencana Menyerang NATO: Tidak Masuk Akal

Selain itu, Vladimir Putin menolak klaim Amerika Serikat (AS) bahwa Rusia dapat menyerang NATO di masa depan. Dia menyebut itu omong kosong dan mengatakan bahwa konflik semacam itu akan bertentangan dengan kepentingan negaranya.

Pernyataan tersebut disampaikan Putin dalam wawancara dengan TV pemerintah Rusia pada Minggu (17/12), beberapa pekan setelah Presiden AS Joe Biden memperingatkan bahwa jika Putin meraih kemenangan di Ukraina maka dia mungkin berani menyerang sekutu NATO, sehingga memicu Perang Dunia III.

"Benar-benar tidak masuk akal dan saya rasa Presiden Biden memahami itu," ungkap Putin kepada stasiun televisi Rossiya, seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (19/12).

"Rusia tidak punya alasan, tidak punya kepentingan--tidak punya kepentingan geopolitik, ekonomi, politik atau militer - untuk berperang dengan negara-negara anggota NATO."

Putin menambahkan bahwa Biden mungkin mencoba mengobarkan ketakutan untuk membenarkan kebijakannya yang salah di kawasan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.