Sukses

Perang Ukraina: Burger King Masih Beroperasi di Rusia padahal Janji Mau Angkat Kaki

Sejak pecahnya perang Ukraina, perusahaan-perusahaan Barat telah berada di bawah tekanan untuk angkat kaki dari Rusia.

Liputan6.com, Moskow - Burger King tetap beroperasi seperti biasa di Rusia hingga hari ini, meski pemilik merek telah berjanji untuk meninggalkan Negeri Beruang Merah lebih dari setahun lalu.

Restaurant Brands International (RBI), yang memiliki 15 persen bisnis waralaba makanan cepat saji tersebut di Rusia, menuturkan kepada BBC bahwa mereka belum ada kabar terbaru untuk diumumkan terkait keputusan hengkang dari negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu.

Sejak pecahnya perang Ukraina, perusahaan-perusahaan Barat telah berada di bawah tekanan untuk angkat kaki dari Rusia.

Kritikus pun menuduh RBI melanggengkan rezim Putin karena belum kunjung meninggalkan negara itu.

RBI, salah satu perusahaan restoran cepat saji terbesar di dunia, menyebut perjanjian waralaba yang rumit menyebabkan kesulitan dalam upaya keluar dari Rusia. Kesepakatan tersebut merupakan usaha patungan dengan tiga mitra lainnya untuk sekitar 800 restoran.

Presiden RBI David Shear mengatakan pada Maret 2022 bahwa operator utama Burger King di Rusia telah "menolak" menutup gerainya pasca serangan pertama ke Ukraina. Namun, dia menambahkan bahwa perusahaan telah "memulai proses" untuk melepaskan 15 persen kepemilikan sahamnya dan hal itu akan memakan waktu.

Steven Tian, ​​bagian dari tim peneliti di Universitas Yale yang melacak apa yang telah dilakukan perusahaan dalam menanggapi perang Ukraina, berpendapat bahwa menggunakan perjanjian waralaba sebagai "alasan" adalah kedok yang aman. Dia mengambil contoh bagaimana perusahaan seperti Starbucks berhasil mengakhiri kesepakatannya di Rusia dan keluar.

"Mengatakan mereka (RBI) ingin pergi tetapi kemudian menunda-nunda tidak sama dengan benar-benar keluar dari Rusia dan dengan terus melakukan bisnis di Rusia 18 bulan setelah invasi Putin ke Ukraina, mereka mempertahankan rezim Putin," kata Tian, seperti dilansir BBC, Rabu (4/10/2023).

Juru bicara RBI mengatakan perusahaannya menolak investasi baru dan dukungan rantai pasokan, serta belum memperoleh keuntungan apapun dari Burger King di Rusia sejak awal tahun 2022.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

McDonald's dan KFC Sudah Angkat Kaki

Mark Dixon, pendiri Badan Pemeringkat Moral, yang berkampanye menentang perusahaan-perusahaan yang melakukan bisnis di Rusia, meminta RBI mengungkapkan tindakan spesifik apa yang telah mereka ambil dalam upayanya keluar dari Rusia.

"(Perusahaan) harus bersedia melanggar perjanjiannya ... Perusahaan harus menerima risiko hukum akibat melakukan hal yang benar," ujar Dixon.

Saingan terbesar Burger King, McDonald's dan perusahaan induk KFC Yum! Brands adalah di antara merek Barat yang telah meninggalkan Rusia pasca perang Ukraina.

Perusahaan induk KFC Yum! Brands dilaporkan menjual lebih dari 100 restorannya ke operator lokal di Rusia, yang kemudian berganti nama menjadi Rostic's, pada April.

3 dari 3 halaman

Siapa yang Menjalankan Burger King di Rusia?

Perusahaan patungan yang memegang waralaba Burger King di Rusia terdiri dari RBI dan tiga pihak lainnya.

Pertama adalah pengusaha Alexander Kobolov, yang bertanggung jawab atas operasi sehari-hari dan pengawasan 800 restoran. Dia memiliki 30 persen saham dalam bisnis tersebut.

Kolobov sebelumnya mengatakan kepada BBC bahwa dia tidak memiliki "wewenang atau kekuasaan" untuk menghentikan operasi Burger King di Rusia dan penutupan apapun harus disetujui oleh semua investor dalam bisnis tersebut. Dia menekankan bahwa porsinya "selalu berada jauh di bawah kendali".

Kedua adalah ICU Group, sebuah perusahaan investasi besar Ukraina, yang memiliki 35 persen saham. ICU Group mengungkapkan kepada BBC bahwa mereka tidak memiliki kendali atas usaha patungan atau operasi di Rusia dan negara-negara lain yang tercakup dalam perjanjian waralaba. Disebutkan bahwa perusahaan itu "pada tahap akhir untuk keluar" dari perjanjian waralaba dengan persyaratan yang disepakati dengan pembeli.

ICU Group menambahkan bahwa pihaknya belum menerima dividen apapun sejak perang dimulai.

Ketiga adalah VTB Capital, afiliasi dari VTB Bank - lembaga keuangan terbesar kedua di Rusia yang telah mendapat sanksi dari AS, Inggris, dan negara-negara Eropa lainnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini