Sukses

Putin Tolak Hidupkan Kembali Kesepakatan Biji-bijian Sampai Barat Penuhi Tuntutannya

Kesepakatan biji-bijian memungkinkan Ukraina mengekspor gandum dengan aman melalui Laut Hitam di tengah perang.

Liputan6.com, Moskow - Vladimir Putin pada Senin (4/9/2023) menegaskan bahwa kesepakatan yang memungkinkan Ukraina mengekspor gandum dengan aman melalui Laut Hitam di tengah perang tidak akan terwujud sampai negara-negara Barat memenuhi tuntutan serupa atas ekspor pertanian Rusia.

Pernyataan Putin tersebut memupus harapan bahwa pembicaraannya dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dapat menghidupkan kembali perjanjian yang dianggap penting bagi pasokan pangan global tersebut, terutama di Afrika, Timur Tengah, dan Asia.

Rusia pada Juli 2023 telah menyatakan menolak memperpanjang perjanjian tersebut. Moskow mengeluhkan bahwa perjanjian paralel yang menjanjikan menghilangkan hambatan ekspor terhadap ekspor makanan dan pupuk Rusia tidak dipenuhi.

Kemudian pada Senin, Putin kembali menggarisbawahi bahwa jika komitmen menghilangkan hambatan ekspor terhadap Rusia dihormati maka pihaknya bersedia menghidupkan kembali kesepakatan dengan Ukraina.

Dalam pertemuannya dengan Putin, Erdogan menyampaikan harapannya agar progres dapat segera terjadi. Dia mengakui bahwa pihaknya dan PBB, dua perantara kesepakatan awal, telah menyusun proposal baru untuk mengatasi isu ini.

"Kami yakin bahwa kami akan mencapai solusi yang memenuhi harapan dalam waktu singkat," ujar Erdogan dalam konferensi pers bersama Putin di Sochi, Rusia, seperti dilansir AP, Selasa (5/9).

Ukraina dan Rusia sama-sama merupakan pemasok utama gandum, jelai, minyak bunga matahari, dan sejumlah barang lain yang diandalkan negara-negara berkembang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Harga Biji-bijian Sempat Melonjak

Data dari Pusat Koordinasi Gabungan di Istanbul, yang mengatur pengiriman berdasarkan kesepakatan biji-bijian, menunjukkan bahwa 57 persen gandum dari Ukraina dikirim ke negara-negara berkembang, dengan tujuan utama adalah China.

Harga biji-bijian melonjak setelah Rusia menarik diri dari kesepakatan tersebut, namun kondisi itu tidak bertahan lama. Saat ini dilaporkan tidak terjadi krisis besar di pasar.

Menurut peneliti dari think tank Chatham House, Galip Dalay, kegagalan untuk menghidupkan kembali kesepakatan akan berdampak drastis terhadap sejumlah negara seperti Somalia dan Mesir, yang sangat bergantung pada biji-bijian Laut Hitam.

"Putin sedang mencari keringanan sanksi dan pada saat yang sama terlibat dalam perang narasi," kata Dalay, karena menurutnya pemimpin Rusia itu tidak ingin terlihat jahat di mata negara-negara terkait akibat kerawanan pangan ini.

Diduga merespons tuduhan telah menyebabkan banyak negara berkembang berada dalam kesulitan, Putin pada Senin mengatakan bahwa Rusia hampir menyelesaikan perjanjian untuk menyediakan gandum gratis ke enam negara Afrika.

Bulan lalu, Putin menjanjikan pengiriman ke Burkina Faso, Zimbabwe, Mali, Somalia, Eritrea, dan Republik Afrika Tengah. Pemimpin Rusia tersebut menambahkan bahwa negaranya akan mengirimkan 1,1 juta ton biji-bijian murah ke Turki untuk diproses dan dikirim ke negara-negara miskin.

3 dari 3 halaman

Ukraina Desak Rusia Kembali ke Kesepakatan Biji-bijian

Selain menarik diri dari kesepakatan biji-bijian, Rusia telah berulang kali menyerang wilayah Odessa, tempat pelabuhan utama Laut Hitam Ukraina berada. Beberapa jam sebelum pertemuan Putin dan Erdogan di Sochi, pasukan Rusia melancarkan serangan kedua dalam dua hari di wilayah tersebut.

Rusia dinilai berharap dapat menggunakan kekuasaannya atas ekspor Ukraina di Laut Hitam sebagai alat tawar-menawar untuk mengurangi sanksi ekonomi Barat.

Beberapa perusahaan disebut enggan berbisnis dengan Rusia karena sanksi tersebut, meskipun Barat telah menjamin bahwa pangan dan pupuk dikecualikan.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba pada Senin mendesak Moskow untuk kembali ke kesepakatan tersebut.

Kuleba menegaskan, "Tidak ada dasar hukum dan politik bagi Rusia untuk menarik diri dari perjanjian tersebut."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini