Sukses

Emmanuel Macron Minta Orang Tua Jauhkan Anak-anak dari Kerusuhan di Prancis

Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta para orang tua untuk menjauhkan anak-anak mereka dari kerusuhan.

Liputan6.com, Paris - Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta para orang tua untuk menjauhkan anak-anak mereka dari kerusuhan.

Peringatan ini disampaikan oleh Macron mengingat ada beberapa dari anak-anak dan remaja yang ikut dan terlibat kerusuhan, dikutip dari laman BBC, Jumat (30/6/2023).

Pejabat Prancis mengatakan ratusan orang ditangkap pada Kamis (29/6) setelah negara tersebut mengalami kerusuhan selama tiga malam berturut-turut.

Kerusuhan itu dipicu penembakan fatal dari jarak dekat terhadap seorang remaja keturunan Maroko dan Aljazair oleh polisi saat penyetopan lalu lintas.

Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mengatakan bahwa penembakan itu “tidak dapat dibenarkan.” Macron kemudian mengadakan rapat darurat kabinet pada Jumat (30/6) untuk membahas krisis, kata kantor berita Prancis AFP mengutip kantor presiden.

40 ribu polisi dikerahkan di berbagai penjuru negara dalam upaya memadamkan protes yang mencakup pembakaran mobil dan bangunan umum di berbagai kota termasuk Paris, Marseille, Lyon dan Toulouse.

Jumlah polisi yang dikerahkan pada Kamis (29/6) itu empat kali lebih banyak daripada yang dikerahkan pada Rabu (28/6), kata pihak berwenang.

Namun, peningkatan keamanan tersebut tidak menghentikan para demonstran untuk keluar mengungkapkan kemarahan mereka mengenai penembakan Nahel yang masih berusia 17. Ia tewas pada Selasa kemarin di Nanterre, di pinggiran barat kota Paris.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aduan Warga Soal Prilaku Polisi

Insiden maut ini menyebabkan bermunculannya pengaduan mengenai aktivitas polisi yang ditujukan pada warga nonkulit putih.

“Masalahnya adalah bagaimana membuat kita memiliki pasukan kepolisian yang ketika mereka melihat orang-orang kulit hitam dan Arab, tidak cenderung meneriaki mereka, menggunakan kata-kata rasis terhadap mereka dan pada sejumlah kasus, menembak kepala mereka,” kata Dominique Sopo, kepala organisasi SOS Racisme kepada AP.

Dalam demonstrasi di Nanterre, ibu Nahel mengatakan kepada stasiun televisi France 5, “Saya tidak menentang polisi, saya hanya berurusan dengan satu orang, yang membunuh putra saya.”

Tahun lalu tercatat sebagai rekor tertinggi di mana 13 orang yang menolak berhenti ketika distop polisi tewas di tangan aparat tersebut di Prancis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.