Sukses

Kisah Robert Hanssen, Agen FBI yang Jadi Mata-Mata untuk Rusia Demi Berlian dan Berakhir Tewas di Penjara

Seperti peribahasa "sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga", agen FBI Robert Hanssen tertangkap basah bertukar pesan dengan agen Rusia. Ia dipenjara hingga akhir hayatnya.

Liputan6.com, Moskow - Nama Robert Hanssen tengah jadi perbincangan jagad internet. Pasalnya agen ganda Federal Bureau of Investigation (FBI) atau Biro Investigasi Federal yang dikenal diam-diam memberi 'makan' Rusia beberapa rahasia terdalam Amerika Serikat (AS) pada 1980-an dan 1990-an, meninggal di penjara dengan keamanan tinggi pada Senin 5 Juni 2023, kata pejabat penjara.

Pada tahun 1985, mengutip informasi dari AFP, Rabu (7/6/2023), Robert Hanssen menawarkan dirinya ke intelijen militer Soviet untuk memperdagangkan rahasia pemerintah dan jadi mata-mata untuk AS di pemerintah Soviet dan Rusia. Dengan imbalan berlian dan ratusan ribu dolar.

Karena dia berada di departemen kontra-intelijen FBI yang penting di New York, bertugas mengejar mata-mata asing, dia dapat menutupi jejaknya saat dia seolah-olah menyelidiki agen Moskow di Amerika Serikat.

Kendati demikian, seperti peribahasa "sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga", dia akhirnya tertangkap basah karena bertukar pesan dengan orang Rusia di pinggiran Kota Virginia di luar Washington pada 18 Februari 2001.

Setahun kemudian, dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.

Hanssen yang kini berusia 79 tahun, kemudian ditemukan tidak responsif pada Senin 5 Juni pagi di penjara AS dengan keamanan sangat tinggi di Florence, Colorado, dan kemudian dinyatakan meninggal, menurut pernyataan penjara.

FBI menyebutnya the most damaging spy in bureau history atau mata-mata paling merusak dalam sejarah biro.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rekam Jejak Sebelum Jadi Agen FBI dan Mata-Mata Rusia

Hanssen bergabung dengan FBI pada tahun 1976 setelah pertama kali bertugas sebagai polisi di Chicago.

Sembilan tahun kemudian, dia mengambil posisi sebagai agen kontra-intelijen di kantor Kota New York, di mana para agen menginvestasikan banyak waktu untuk melacak dan mencoba merekrut pejabat Soviet di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sebaliknya, dalam waktu singkat ia justru menawarkan jasanya ke pihak lain dengan nama "Ramon Garcia" dan bahkan orang Rusia yang berhubungan dengannya tidak mengetahui identitas aslinya.

Pada saat dia ditangkap, dia dianggap sebagai mata-mata paling merusak yang pernah membocorkan rahasia AS kepada pemerintah asing, dengan ribuan dokumen rahasia AS diserahkan ke Soviet, dan kemudian ke Rusia.

Itu termasuk rencana perang nuklir AS, perangkat lunak untuk melacak investigasi mata-mata, dan identitas sumber AS di Moskow, termasuk Dmitri Polyakov atau "Tophat", seorang jenderal Soviet yang memberikan rahasia negaranya ke Amerika Serikat antara tahun 1960-an dan 1980-an.

Polyakov ditangkap pada tahun 1986 dan dieksekusi beberapa tahun kemudian.

 

3 dari 4 halaman

Uang Diyakini Jadi Motivasi, Ideologi Diabaikan

Diyakini dimotivasi oleh uang dan intrik daripada ideologi, Hanssen meraup sekitar US$1,4 juta atau sekitar Rp208  juta dalam bentuk tunai dan berlian sebagai bayaran atas pengkhianatannya kepada AS.

Sementara selama beberapa tahun FBI dan Central Intelligence Agency (CIA) mengetahui ada informan yang ditempatkan dengan baik di jajaran mereka, Hanssen untuk waktu yang lama bukan tersangka utama.

Dia memiliki seorang istri dan enam anak, hidup hemat, dan bergaul erat dengan elit Katolik konservatif Washington.

Penyelidik AS akhirnya lebih memperhatikan Hanssen dengan sedikit informasi yang diberikan oleh seorang pembelot Rusia. Dia diam-diam dilacak dan direkam di kantornya selama berbulan-bulan sebelum ditangkap di Virginia.

 

4 dari 4 halaman

Akhirnya Mengaku Bersalah

Pada Mei 2002, dia mengaku bersalah atas 15 tuduhan spionase dengan imbalan perjanjian penuntutan untuk tidak menuntut hukuman mati.

"Saya minta maaf atas perilaku saya. Saya malu karenanya," kata Hanssen pada saat pengadilannya.

"Saya telah membuka pintu untuk fitnah terhadap istri dan anak-anak saya yang sama sekali tidak bersalah," katanya.

"Aku telah sangat menyakiti banyak orang."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini