Sukses

Putin Tangguhkan Perjanjian dengan AS, Berpotensi Picu Perang Nuklir?

Para ahli menyampaikan pandangannya bahwa Putin kini sudah melangkah lebih jauh setelah menangguhkan partisipasinya di kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat (Stategic Arms Reduction Treaty/New Start).

Liputan6.com, Moskow - Para ahli menyampaikan pandangannya bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin kini sudah melangkah lebih jauh setelah menangguhkan partisipasinya di kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat (Stategic Arms Reduction Treaty/New Start).

Pengamat juga menganggap langkah ini sebagai pukulan telak bagi Amerika Serikat, dikutip dari Guardian, Rabu (22/2/2023).

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken merespons langkah Putin yang menangguhkan perjanjian nuklir dengan AS.

"Rusia menangguhkan partisipasinya di New Start dan ikut sangat disayangkan serta tidak bertanggung jawab," kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, kepada wartawan dalam kunjungan ke Athena.

"Kami akan mengawasi dengan cermat dan melihat apa yang sebenarnya dilakukan Rusia. Kami tentu saja akan memastikan tetap berada dalam posisi yang tepat untuk keamanan negara kami sendiri dan sekutu kami."

Perjanjian New Start pada 2010 berisi soal batasan pada persenjataan nuklir strategis yang dikerahkan dari dua kekuatan terbesar di dunia (Amerika Serikat-Rusia).

Kemudian, membatasi aset nuklir strategis. Perjanjian itu juga berisikan aturan pemantauan bersama atas kepemilikan persenjataan nuklir yang dikerahkan masing-masing pihak, serta koordinasi melalui komisi konsultatif bilateral.

Ditangguhkannya partisipasi Rusia inilah yang kemudian menjadi kekhawatiran jika perang nuklir akan pecah.

Sementara itu, Ketua Dewan Yayasan untuk Pengembangan dan Dukungan Club Valdai, Andrey Bystritsky menyampaikan analisanya terkait alasan Rusia menangguhkan partisipasinya di kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat (Stategic Arms Reduction Treaty/New Start).

Bystritsky menyebut Rusia telah menangguhkan partisipasinya karena sejumlah alasan kepada situs TASS, berikut ini di antaranya:

Meningkatnya konfrontasi dengan blok NATO secara keseluruhanKeberadaan persenjataan nuklir negara anggota NATO lainnyaInformasi tentang dugaan niat AS di bidang senjata nuklirKetidakpatuhan Washington terhadap aturan perjanjian ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Vladimir Putin: Rusia dan Ukraina Korban Kesepakatan Ganda Barat

Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (21/2/2023), menuduh Barat memicu dan mempertahankan perang Ukraina. Hal tersebut disampaikan Putin dalam pidato kenegaraannya, tiga hari sebelum peringatan setahun invasi Rusia ke Ukraina.

Putin menekankan bahwa Rusia dan Ukraina adalah korban kesepakatan ganda Barat. Rusia, sebut Putin, adalah pihak yang memperjuangkan keberadaannya, bukan Ukraina.

"Kami tidak memerangi rakyat Ukraina," tegas Putin seperti dikutip dari AP. "Ukraina telah menjadi sandera rezim Kyiv dan penguasa Barat, yang secara efektif menduduki negara itu."

Pemimpin Rusia itu berjanji tidak akan menarik militernya dari daerah-daerah yang telah dianeksasi. Pernyataan ini kemudian diduga menyiratkan penolakannya atas setiap tawaran perdamaian, membangkitkan kembali kekhawatiran tentang Perang Dingin baru.

"Elite Barat tidak berusaha menyembunyikan tujuan mereka untuk menimbulkan kekalahan stategis bagi Rusia," kata Putin. "Mereka bermaksud mengubah konflik lokal menjadi konfrontasi global."

Terkait hal itu, Putin menegaskan bahwa Rusia siap menghadapinya.

"Karena ini merupakan soal eksistensi negara kita," ujarnya.

Sementara konstitusi mengamanatkan presiden untuk menyampaikan pidato kenegaraan setiap tahun, Putin tidak melakukannya pada tahun 2022 menyusul dimulainya invasi Rusia ke Ukraina, tepatnya pada 24 Februari 2023.

3 dari 3 halaman

Serangan Informasi Agresif

"Merekalah yang memulai perang. Dan kami menggunakan kekerasan untuk mengakhirinya," ujar Putin di hadapan anggota parlemen, pejabat, dan militer.

Putin menuduh Barat meluncurkan serangan informasi agresif dan membidik budaya, agama, dan nilai-nilai Rusia karena sadar bahwa tidak mungkin mereka mengalahkan Rusia di medan perang.

Dia juga menuding Barat melancarkan serangan terhadap ekonomi Rusia dengan sanksi, tetapi Putin menyatakan Barat tidak mencapai apapun dan tidak akan mencapai apapun.

Kremlin tahun ini telah melarang media dari negara-negara yang "tidak bersahabat", termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara di Uni Eropa hadir dalam pidato tahunannya. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, wartawan dari negara-negara tersebut dapat meliput pidato Putin dengan menontonnya dari siaran langsung.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.