Sukses

Ancaman Serius Perang Nuklir Rusia Vs Ukraina, Indonesia Harus Siaga

Lokasi Rusia dan Ukraina memang jauh dari Indonesia, namun pakar hubungan internasional mengingatkan agar Indonesia tidak lengah, sebab tak ada yang bisa memprediksi di mana jatuhnya bom nuklir tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Ancaman senjata nuklir semakin terdengar dari Rusia. Negara-negara G7 pun telah memperingatkan Rusia agar tidak mengambil langkah yang bisa memicu perang nuklir tersebut. 

"Kami menegaskan bahwa penggunaan senjata-senjata kimia, biologis, atau nuklir oleh Rusia akan menghadapi konsekuensi-konsekuensi keras," tulis pernyataan bersama G7.

Lokasi Rusia dan Ukraina memang jauh dari Indonesia, namun pakar hubungan internasional mengingatkan agar Indonesia tidak lengah, sebab tak ada yang bisa memprediksi di mana jatuhnya bom nuklir tersebut.

Pakar hubungan internasional dan pendiri Synergy Policies Dinna Prapto Raharja juga menilai ancaman nuklir Presiden Rusia Vladimir Putin tidak gertak sambal. Ukraina pun sudah menyadari hal tersebut.

"Rusia serius. Sanksi untuk Rusia dari kubu Eropa dan AS pada Rusia juga serius. Ukraina juga serius mendorong-dorong terus agar kubu Eropa & AS mau all-out melakukan pre-emptive strike atas Rusia, artinya Ukraina meminta Eropa & AS untuk segera menyerang Rusia agar hilanglah potensi serangan nuklir dari Rusia. Ini mengerikan karena artinya Ukraina membuka undangan untuk menggunakan serangan nuklir," ujar Dinna Prapto Raharja kepada Liputan6.com, Kamis (13/10/2022). 

Dinna menilai kondisi Eropa kini sedang galau sebab secara geografis posisi mereka masih terancam, namun pihak pemimpin Eropa masih belum mengendurkan ketegangan. 

Pada Kamis sore ini, ada juga tweet baru dari Presiden Prancis Emmanuel Macron yang berkata tidak ingin terjadi Perang Dunia, dan meminta Rusia pergi dari Ukraina.

"Kami tidak ingin Perang Dunia. Kami membantu Ukraina untuk melawan di tanah airnya, tak pernah menyerang Rusia. Vladimir Putin harus menghentikan perang ini dan menghormati integritas wilayah Ukraina," tulis Presiden Macron via Twitter.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bahas di G20

Lebih lanjut, Dinna berkata Indonesia juga harus waspada. Jarak yang jauh dari pusat perang tidak menjadi jaminan akan aman dari nuklir. 

Dampak perang nuklir pada era sekarang diprediksi lebih fatal ketimbang Perang Dunia II. 

"Bahaya perang nuklir di era ini: belum tentu menyerang hanya satu titik di satu wilayah, tidak ada jaminan hanya akan terjadi di Eropa. Selain itu ketika pecah perang nuklir, kegiatan ekonomi global akan terhenti. Ini sama mematikannya buat banyak orang, khususnya di negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia," jelas Dinna. 

"Kalau sampai perang nuklir ya mengerikan. Pasti korbannya sangat banyak karena jumlah penduduk dunia saat ini lebih banyak daripada saat PD II dan kita tidak pernah tahu lokasi serangan di mana," ia menambahkan.

Menurut situs atomic archive, total korban jiwa dari bom atom di Hiroshima mencapai 66 ribu, sementara 39 ribu orang tewas di Nagasaki.

Menjelang KTT G20 di Bali, duta besar Rusia dan Ukraina di Indonesia sama-sama ragu bisa ada perdamaian di forum tersebut. Meski demikian, Dinna Prapto Raharja mendukung apabila isu nuklir dibahas di G20.

"Bahaya perang nuklir yang makin nyata harus dibahas di G20," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Rusia dan Ukraina Tidak Yakin Bisa Damai di KTT G20 Bali

Duta Besar Rusia dan Ukraina di Indonesia sama-sama meragukan akan terjadi perdamaian di KTT G20 Bali. Hari puncak G20 Bali akan digelar kurang dari sebulan lagi pada November 2022. Acara akan digelar di tengah perang Ukraina-Rusia.

Berikut argumen Duta Besar Ukraina Vasyly Hamianin dan Duta Besar Rusia Lyudmila Vorobieva terkait keraguan mereka terkait potensi perdamaian di KTT G20.

Dubes Ukraina

Sebelumnya, Ukraina telah menegaskan tidak akan memberikan wilayahnya demi kedamaian. Upaya mediasi perdamaian masih diharapakan Ukraina, tetapi Dubes Vasyl ragu itu bisa terjadi di G20, sebab Ukraina tak mau melepas wilayah kedaulatannya.

"Saya tidak berpikir itu akan terjadi. Saya tidak berpikir hal itu memungkinkan, bukan karena Ukraina, tetapi karena Rusia tidak mampu negosiasi perdamaian," ujar Dubes Ukraina untuk RI Vasyl Hamianin saat memperingati kemerdekaan negaranya di markas Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Jakarta, Rabu 24 Agustus 2022. 

"Kami tidak ingin memperdagangkan negara kita," kata Dubes Ukraina.

Pada September 2022, Rusia baru saja menganeksasi wilayah-wilayah Ukraina melalui referendum. Pihak Ukraina lantas telah menegaskan tidak akan damai hingga Rusia angkat kaki terlebih dahulu. 

Dubes Rusia

Dubes Vorobieva turut meragukan bahwa perdamaian bisa terjadi di G20 Bali. Namun, ia tidak mengungkap alasan keraguannya. 

"Saya tidak yakin bahwa KTT G20 ini bisa menghasilkan sesuatu untuk masalah ini, tapi kami yakin Indonesia telah mencoba usaha terbaiknya," ujar Dubes Rusia dalam press briefing di rumah dinasnya di Jakarta, Rabu 12 Oktober 2022. 

Hingga kini, belum ada kepastian apakah Presiden Rusia Vladimir Putin atau Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan menghadiri G20 di Bali.

4 dari 4 halaman

G7 Ingin Gunakan Aset Rusia untuk Ongkos Pembangunan Ukraina

Pemerintah Rusia tidak terima dengan wacana G7 untuk menggunakan aset-aset Rusia untuk membangun Ukraina. Kremlin berkata aksi tersebut sama dengan pencurian. 

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, berkata pemerintah negaranya menyambut dengan "sangat negatif" wacana G7 tersebut. Peskov berkata G7 sudah lama berkomitmen melakukan hal tersebut.  

"Mereka berbicara tentang upaya terang-terangan untuk mendiskusikan kemungkinan melegalisasi pencurian yang sebelumnya sudah dikomitmenkan," ujar Dmitry Peskov, dikutip media pemerintah Rusia, TASS, Kamis (13/10/2022).

"Ini murni persengkokolan internasional," ujar Peskov. Ia juga mengaku kecewa karena isu seperti itu dibahas di forum G7.

Anggota G7 menilai bahwa aset-set Rusia yang disita bisa digunakan untuk membangun Ukraina pasca-konflik. Rencana itu diungkap dalam pernyataan bersama G7. 

Setelah Rusia menyerang Ukraina pada Februari 2022, negara-negara Barat menerapkan sanksi terhadap Bank of Russia. TASS menyebut simpanan dan aset Rusia di luar negeri juga menjadi sasaran. 

Berdasarkan pernyataan G7 di situs Gedung Putih, penggunaan aset Rusia disebut pada poin 11. 

"Mematikan pemulihan dan rekonstruksi Ukraina, termasuk menelusuri cara-cara melakukannya dengan dana dari Rusia," tulis pernyataan tersebut.

G7 juga mendukung menginvestigasi berbagai kejahatan perang yang terjadi di Ukraina. Rusia juga disalahkan karena membuat situasi ekonomi global menjadi terganggu.

"Kami akan bertindak dengan solidaritas dan koordinasi erat untuk menangani dampak negatif dari agresi Rusia terhadap stabilitas ekonomi global, termasuk lanjut bekerja sama untuk memastikan keamanan dan keterjangkauan energi di seluruh G7 dan seterusnya," tulis pernyataan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.